Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sesekali Kamu Harus "Bercumbu" dengan Asap Tembakauku, Sayang

15 Maret 2018   09:33 Diperbarui: 15 Maret 2018   09:45 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk beberapa saat kami diam. Begitulah endingnya, setiap kali kami berdebat tentang tembakau, tentang rokok.

"Jadi kapan kamu mau 'musuhan' ama rokok kretek lintingan itu?" tanyaku dengan sudut mata sedikit menyipit. Mencoba pura pura berekspresi tegas.

"He..he..he...kapan, ya!?"

"Lah, kok balik nanya." Kali ini aku tak bisa lagi menahan tertawaku. Wajahnya yang polos selalu membuatku gagal marah.

"Ay, sesekali mungkin kamu perlu untuk melihatku menikmati tembakau. Melihatku menghisap rokok lintingku. Rokok yang bukan buatan pabrik. Rokok yang bisa kunikmati walau pembungkusnya berasal dari kulit jagung yang kering alias klobot. 

Sesekali kamu juga perlu melihat dan merasakan aroma rokok kemenyan yang pernah aku bawa dari Boyolali. Pemberian Mbah Jaliteng. Buatku, menikmati tembakau itu seperti merawat sebuah kebudayaan. Merawat tradisi turun menurun. Menghormati kearifan lokal. Toh, aku bukan perokok berat seperti temanmu Bayu. Yang sehari bisa menghabiskan berbungkus-bungkus rokok."

Kulihat wajahnya tak pernah seserius ini berbicara tentang tembakau. Entah mengapa, kali ini aku seperti tersihir dengan semua kalimat yang dia ucapkan dan ada pembenaran yang ku "iyakan" .

Rasanya seperti terbangun dari tidur. Mungkin selama ini aku terlalu memandang kehadiran tembakau dari sisi birokrasi. Sisi untung dan rugi. Bukan dari sisi tradisi atau kearifan lokal. Padahal di balik sebuah tradisi selalu ada hal-hal rasionalitasnya sendiri.

Kuraih jari jemarinya. Namun segera di tarik olehnya "Jangan, bau tembakau !?" katanya.

Tak ku gubris penolakannya, jari jemari itu ku tangkupkan dikedua sisi pipiku. "Sesekali, aku ingin bercumbu dengan asap tembakaumu, Sayang. Boleh ?" tanyaku sambil menatap matanya. Meyakinkan jika saat itu tiba, tak akan ada omelan-omelan dengan tatapan sadis.

"Iyessss...." serunya sambil mengepalkan tinju ke udara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun