Perihalmu, bak oase di bulan Januari
yang lahir dari persetubuhan sebuah kegamangan
menyejukkan savanna yang mandul keteduhan
menentramkan sebatang pohon yang meranggas
Duhai, pemilik rindu bulan Januari
jangan biarkan rasa rindu ini
menyaru serupa burung malam
yang rakus mematuk remah sinar purnama
hingga temaramnya lolos tak berbias
Bisakah, kau taburi saja hati ini
dengan kepingan-kepingan harapan
agar heningnya malam ini
tak habis di lahap sepi
Rasanya, terlalu lama relung hati berkarib sunyi,
hingga terlupa betapa hangat pelukmu
//
Menuju malam keempatbelas bulan Januari
aku kian merasa bagai pelepah pisang
yang perlahan mengering
seiring tingginya mentari
Layaknya tumbuhan
tanpa tuan petaninya
maka kering kerontang sudah pasti
mengintai hari-hariku
Mengering dan layu, begitulah nasibku
yang tanpa kabarmu
Bahkan ceriaku pun memudar
bulatnya digerogoti seribu tanya tanpa jawab
“...harusnya tidak begini, Sayang
jika salam yang ku kirim mendapat sambutmu.”
Lirihku.
Oil City, 13-01-16
Ketika malam menjadi ganjil