Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Humaniora featured

Sudah Sehatkah Jiwa Kita?

10 Oktober 2015   13:17 Diperbarui: 10 Oktober 2016   11:26 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, 10 Oktober. Getscoop.com

Ternyata hari ini, 10 Oktober adalah Hari Kesehatan Jiwa. Tidak seperti peringatan lainnya yang begitu heroik, hari kesehatan jiwa hanya di peringati oleh beberapa gelintir orang saja. Bahkan bisa jadi tidak banyak yang mengetahuinya (seperti saya, yang baru tahu hari ini. Berdasarkan pesan berantai yang saya terima tadi pagi)

Seperti kita ketahui bahwa berbicara mengenai kesehatan, tentunya yang terbersit di benak kita adalah seseorang yang tidak penyakitan dan tidak cacat tubuh.

Padahal pada kenyataannya kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau bagian intergral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. 

Seperti yang tertuang dalam UU no 23 tahun 1996, bahwa kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain.

Jadi benang merah dari tubuh yang sehat adalah tubuh yang tidak hanya bebas dari sakit penyakit dan cacat anggota tubuh, namun juga tentang mempunyai perasaan yang sehat, perasaan yang senantiasa merasa bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta tubuh yang bisa dan dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap yang positif terhadap orang lain dan diri sendiri.

Setiap manusia dalam sejarah hidupnya pasti pernah mengalami depresi. Entah pada tingkatan ringan, sedang bahkan akut. Depresi adalah gangguan mental yang bisa di alami oleh manusia tanpa mengenal batasan usia.

Namun konon, kaum perempuan adalah kaum yang lebih rentan terkena depresi dibandingkan kaum laki-laki. Dikarenakan kaum perempuan harus lebih banyak menanggung beban keluarga, terutama sosial ekonomi untuk memelihara anak-anaknya.

Jiwa yang sehat bukan berarti tidak pernah mengalami galau, marah, kecewa atau stres. Akan tetapi kondisi ini tidak dibiarkan terjadi secara terus menerus, dan membuat aktivitasnya terganggu, apalagi sampai menganggu aktivitas orang lain.

Secara psikodinamik, depresi terjadi karena kehilangan objek yang dicintai. Cedera ego, lalu agresivitas yang dibalik pada diri sendiri yang berakibat cenderung merusak diri. Secara umum depresi bisa diartikan sebagai “sedih dan kemarahan” yang berkepanjangan dan tak tertanggulangi.

Seseorang yang sudah berada di tingkat depresi ada kekakuan dalam beradaptasi dengan kenyataan. Hal ini ditandai dengan perasaan yang susah atau tidak bisa move on, putus asa bahkan tidak bisa merasakan kegembiraan orang lain.

-Yah, seperti kejadian pil....kemarin. Yang menyisakan depresi pada saya-

Akan tetapi, walau kesehatan jiwa merupakan unsur utama tubuh yang sehat, pada kenyataannya masalah kesehatan jiwa dan gangguan jiwa belum mendapat perhatian yang penting.

Padahal jika kesehatan jiwa mendapat sorotan, maka perilaku-perilaku “aneh” disekitar yang menjurus pada penyimpangan-penyimpangan kejiwaan bisa segera ditanggulangi.

Misalnya, akhir-akhir ini sering sekali media menayangkan polah tingkah wakil rakyat atau pemimpin negeri yang mudah sekali marah dan terpancing secara emosional. Pada beberapa kali kesempatan bersidang atau rapat, mereka menunjukan sikap perilaku yang tidak terhormat. Bersikap tidak cerdas emosi. Nah, sikap-sikap seperti ini sebenarnya bisa diindikasikan sebagai sikap seseorang yang tengah mengalami gangguan kesehatan jiwa.

Padahal kebahagiaan sesungguhnya itu tidak tergantung dari faktor eksternal seperti kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya. Akan tetapi bergantung pada bagaimana cara menyikapi faktor-faktor eksternal tersebut. Jika seseorang sudah mampu mengendalikan faktor eksternal tersebut maka mental yang sehat pun akan terbentuk dengan sendirinya. Dengan begitu segala permasalahan hidup bisa di hadapai dengan pikiran dan sikap yang positif.

Tujuan dari ditetapkannya Hari Kesehatan Jiwa itu sendiri adalah agar masing-masing dari kita mulai mengenali atau mengingat gejala-gejala gangguan kesehatan jiwa yang mempengaruhi perasaan saat berinteraksi dengan orang lain atau dengan diri sendiri. Dengan tidak menganggap remeh “keganjilan-keganjilan” emosi yang kerap kali muncul di perilaku sehari-hari.

Saya yakin setiap orang termasuk saya mempunyai peluang menjadi seseorang yang terganggu jiwanya. Karena depresi sudah menjadi krisis global. Namun bukan berarti kita memperbesar peluang tersebut.

Menanamkan sikap simpati dan empati bisa menjadi terapi untuk memunculkan mental yang sehat.

Selamat Hari Kesehatan Jiwa.

Oil City, 10-10-15

Referensi :
repository.usu.ac.id
radiosmartfm.com

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun