Akan tetapi, walau kesehatan jiwa merupakan unsur utama tubuh yang sehat, pada kenyataannya masalah kesehatan jiwa dan gangguan jiwa belum mendapat perhatian yang penting.
Padahal jika kesehatan jiwa mendapat sorotan, maka perilaku-perilaku “aneh” disekitar yang menjurus pada penyimpangan-penyimpangan kejiwaan bisa segera ditanggulangi.
Misalnya, akhir-akhir ini sering sekali media menayangkan polah tingkah wakil rakyat atau pemimpin negeri yang mudah sekali marah dan terpancing secara emosional. Pada beberapa kali kesempatan bersidang atau rapat, mereka menunjukan sikap perilaku yang tidak terhormat. Bersikap tidak cerdas emosi. Nah, sikap-sikap seperti ini sebenarnya bisa diindikasikan sebagai sikap seseorang yang tengah mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Padahal kebahagiaan sesungguhnya itu tidak tergantung dari faktor eksternal seperti kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya. Akan tetapi bergantung pada bagaimana cara menyikapi faktor-faktor eksternal tersebut. Jika seseorang sudah mampu mengendalikan faktor eksternal tersebut maka mental yang sehat pun akan terbentuk dengan sendirinya. Dengan begitu segala permasalahan hidup bisa di hadapai dengan pikiran dan sikap yang positif.
Tujuan dari ditetapkannya Hari Kesehatan Jiwa itu sendiri adalah agar masing-masing dari kita mulai mengenali atau mengingat gejala-gejala gangguan kesehatan jiwa yang mempengaruhi perasaan saat berinteraksi dengan orang lain atau dengan diri sendiri. Dengan tidak menganggap remeh “keganjilan-keganjilan” emosi yang kerap kali muncul di perilaku sehari-hari.
Saya yakin setiap orang termasuk saya mempunyai peluang menjadi seseorang yang terganggu jiwanya. Karena depresi sudah menjadi krisis global. Namun bukan berarti kita memperbesar peluang tersebut.
Menanamkan sikap simpati dan empati bisa menjadi terapi untuk memunculkan mental yang sehat.
Selamat Hari Kesehatan Jiwa.
Oil City, 10-10-15
Referensi :
repository.usu.ac.id
radiosmartfm.com