Perempuan-perempuan yang terjebak untuk menjadi "super" karena kemampuan multitaskingnya, bisa jadi lupa.... bahwa pada dasarnya mereka tetap harus berusaha menjadi diri sendiri dengan segala keterbatasannya. Bagi Saya, perempuan sejati adalah mereka yang berani menjadi dirinya sendiri.
Kita -perempuan- pada satu bagian sering terjebak untuk menjadi "super" dengan sedikit atau banyak pemaksaan diri. Di sisi lain, perempuan juga sering terjebak untuk menjadi pasrah, tanpa dorongan untuk ekspektasi yang lebih tinggi. Â Paradoks ini terjadi. Ironi level tinggi.
Saya, sebagai ibu dua anak yang sehari-hari bekerja di kantor, juga mengalami hal tersebut. Di satu sisi, ada keinginan untuk melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat bagi orang banyak dan meyakini bahwa kita memiliki kemampuan dasar untuk itu, sekaligus tanpa mengabaikan tugas utama sebagai ibu yang ternyata sudah cukup menyita energi dan waktu. Â Di sisi lain, pada saat kelelahan, Saya cenderung melepas semua keinginan dan menyerah untuk hanya melakukan satu tugas yang paling utama saja. Apakah Anda juga merasa demikian?.....
Pada akhirnya, Saya lalu menjadi kehilangan arah. Tidak konsisten. Kadang terlalu berenergi sehingga haus untuk melakukan segala macam hal, kadang lalu kelelahan dan enggan terlibat. Â Saya membutuhkan waktu yang panjang untuk belajar memahami diri sendiri, mencari alur dan mulai belajar menjadi diri sendiri. Â Â
A Long Road to be MySelf
Panjang jalannya.  Belajar untuk memahami diri sendiri itu jelas tidak mudah.  Butuh kejujuran untuk menerima keadaan riil.  Mulai dari bentuk fisik, eksistensi, dan identifikasi mimpi-mimpi di dalam diri. Suatu waktu saya terkagum-kagum kepada seorang rekan yang sangat prudentdalam bekerja, tekun, nyaris tidak pernah melakukan kesalahan dalam pekerjaannya, nampak sangat sempurna di mata Saya.  Lalu Saya membandingkannya dengan Saya yang banyak bicara, banyak berkata-kata, hampir tidak pernah bisa tenang kecuali kurang dari setengah jam alias cepat bosan. Jelas saya tersesat dalam komparasi.  Membandingkan hal-hal yang tidak apple to apple.
Komparasi memang perlu. Â Tetapi membanding-bandingkan antara pribadi itu menurut Saya cenderung tidak adil. Saya sampai pada pemahaman bahwa tiap pribadi itu unik dan memiliki nafasnya masing-masing. Â Nafas untuk liar atau jinak, misterius atau mengumbar, jenaka atau serius. Setiap keunikan itu memberi warna dalam hidup. Â Akan membosankan jika semua orang tekun dan penurut. Â Akan menyeramkan pula jika semua orang liar dan berontak.
Oleh karena itu, Saya pikir, biarlah kita menghela pada nafas kita masing-masing. Saya bisa menerima pada saat saya tidak bisa selantang orang lain ketika bicara. Â Atau tidak bisa selembut puteri keraton saat membujuk. Â Memang Saya bukan mereka, dan mereka bukan Saya. Â Terima dirimu apa adanya.
Make Your Own Standing Position
Setelah melalui jalan panjang untuk masuk ke dalam diri sendiri, menerima keadaan riil, Saya harus berketetapan untuk menentukan di mana posisi saya berdiri. Â Karena menerima keadaan riil saja buat Saya tidak cukup. Â Saya berpikir, dengan keadaan riil ini pasti ada potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi bermanfaat bagi orang lain. Apa itu?.... Pencarian ini berlangsung waktu demi waktu.Â
Apakah Anda pernah merenung dan bertanya pada diri sendiri, apakah yang sudah saya sumbangkan untuk membuat dunia tersenyum sumringah? ... Sederhanyanya, apakah yang sudah dilakukan untuk keluarga sebagai ibu dan istri..... Sudahkah optimal?.... Apakah yang sudah dilakukan dalam pekerjaan dan sudahkah optimal?... Â Membuat dunia tersenyum sekaligus diri sendiri sumringah itu suatu iring-iringan yang mungkin tidak selalu beriring.Â