Mohon tunggu...
novhelisborty
novhelisborty Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Seperti menikmati kopi, hidup ini penuh kepahitan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Perempuan Jawa atau Perempuan Makassar?

1 Januari 2020   17:47 Diperbarui: 1 Januari 2020   18:01 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana sore di pantai Losari (Dokumentasi pribadi)

"Kita mau beli apa?"

Masih teringat jelas bagaimana percakapan pertama yang kudengar dari seorang penjaga konter pulsa ketika itu aku ingin membeli pulsa.

Ternyata kita adalah bahasa daerah di Makassar untuk mengatakan kamu. 

Jadi ketika ada yang berbicara "kita mau beli apa?" artinya "kamu mau beli apa?"

Hal pertama yang menjadi sorotanku, sopan ya. 'Kita' untuk menunjukkan kata 'kamu'.

Sebenarnya aku tidak lagi heran dengan segala adat, tradisi dan kebudayaan Makassar. Mulai dari pernikahan, pakaian adat, makanan khas bahkan kebiasaan.

Pertama, ayahku seorang lelaki Selayar. Kalau di Riau, kita menemui Batam sebagai salah satu pulau yang ada di sana. Begitu juga Selayar, salah satu pulau yang ada di Sulawesi Selatan. Tentunya, aku turut berbangga menjadi bagian dari budaya Makassar.

Namun ada satu hal yang menjadi renungan dan penyesalan, mungkin juga sebagian orang.

Apa?

Aku tidak sepenuhnya menguasai bahasa Bugis ataupun Selayar. Bahkan ketika bertemu dengan paman di Makassar dan diajak berbicara bahasa Selayar, aku hanya tersenyum (sayang sekali). Beliau menjadi tertawa dan beralih ke bahasa Indonesia.

Bahasa daerah menjadi salah satu sarana untuk mengakrabkan diri, kepada orang baru bahkan pada keluarga yang mungkin baru ditemui.

Beberapa hari setelah perjalanan di Makassar, aku bergumam, "Kalau tidak jadi orang Jawa, aku harus jadi orang Selayar. Mamakku Jawa, bapakku Selayar."

"Jadi kalau bukan Jawa, suamiku harus  Bugis atau Selayar."

Tujuannya apa sih? Biar anak kita bisa menguasai bahasa daerahnya. Minimal, aku bisa belajar bahasa daerah dengan suami. Ahahahah, ini hanya perkara keinginan dan kegagalan orangtua yang tidak mengajarkanku bahasa daerah sejak dini.

Membangun karakter anak sejak dini sangat penting, apalagi dibarengi dengan penggunaan bahasa daerah. Seorang dosen juga pernah mengungkapkan keprihatinannya ketika berada di kelas, karena sejak dini ia tidak mengajarkan bahasa daerah pada anaknya.

Latar belakang daerah memang tidak menjadi permasalahan untuk hubungan sesama manusia, tetapi hal penting yang perlu digaris-bawahi adalah pengenalan bahasa daerah dapat menunjukkan jati diri seseorang. Percaya kan?

Bagaimana tidak bangga, menjadi juara dan memberi sambutan di hadapan ribuan orang lalu menyapa dengan kalimat 

"Aga karebba?"

"Jadi sebenarnya, aku ingin jadi perempuan Jawa atau perempuan Makassar?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun