Dengan menonton Drama Korea, banyak orang yang mengaku mendapatkan kesenangan,  hiburan, stress relieve, dan ini menunjukkan bagaimana Drama Korea itu sendiri mampu memberikan euphoria pada orang yang mengkonsumsinya. Jika dipahami secara lebih mendalam, tentunya budaya Drama Korea ini juga memenuhi karakteristik dari budaya populer. Dari segi popularitas, Drama Korea dapat dikatakan hampir mempengaruhi semua orang yang menontonya. Mulai dari gaya yang diadopsi pemeran, bahasa yang digunakan, kata-kata berkesan yang sering diucapkan, hingga realita yang diharapkan akibat alur cerita dari Drama Korea. Orang-orang yang menonton Drama Korea terbaru bisa saja jatuh cinta dengan fashion diadopsi dalam drama tersebut. Dari segi kontemporer, kita bisa melihat betapa cepatnya Drama Korea berkembang, memunculkan drama baru, dan kecepatan popularitas serta waktu trending-nya. Penonton yang awalnya heboh membahas drama drama It's Okay Not to Be Okay, beberapa waktu kemudian tergila-gila dengan drama Start Up, dan tidak lama beralih pada drama True Beauty. Budaya K-Drama tentunya juga menunjukkan karakteristik seperti budaya hiburan, budaya gaya, budaya visual, hingga hiperealitas dan penghapusan batasan-batasan. Ini juga alasan yang menjadikan sebagian besar dari penonton Drama Korea sering kali tidak mampu membedakan antara dunia nyata dan dunia semu.
Kemudian, adakah contoh bentuk politik budaya populer dari K-Drama? Tentunya ada!Â
Politik Budaya Populer merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh kaum dominan, kelas atas, atau pemilik, dengan memanfaatkan budaya populer untuk mencapai tujuan mereka (memperluas kekuasaan, dominasi, mendapat keuntungan). Salah satu contoh yang dapat kita lihat sebagai bentuk politik budaya populer dari K-Drama adalah bagaimana pemerintah di Korea Selatan, memanfaatkan budaya K-Drama untuk meningkatkan kedudukan lokasi 'pariwisata' di negara mereka sendiri menjadi semakin dikenal, diminati, dan mendatangkan keuntungan. Baik secara langsung maupun tidak langsung, banyak sekali lokasi-lokasi dalam Drama Korea yang kemudian dipopulerkan untuk meningkatkan kedatangan wisatawan. Beberapa contoh dari lokasi-lokasi tersebut seperti N Seoul Tower yang populer di drama hits 'Boys Over Flowers', Petite France di drama populer 'My Love From The Star' dan 'Secret Garden', Nami Island di drama nostalgia kita 'Winter Sonata', dan masih banyak lagi. Dengan melihat keberhasilan K-Drama dalam mempopulerkan lokasi-lokasi tertentu, pemerintah Korea Selatan tentu semakin mendukung dan memanfaatkan kesempatan produksi drama-drama berikutnya untuk menciptakan kegemaran pada lokasi drama yang digunakan, agar dapat menarik semakin banyak wisatawan, serta mengaungkan wisata Korea Selatan ke kancah Internasional.
Sekarang, kamu pasti bertanya-tanya, jika K-Drama menjadi salah satu bentuk budaya populer, bagaimana dengan mereka yang tidak menggemari K-Drama? Atau mereka yang menyukai K-Drama, tetapi dengan konsep yang lebih langka, tidak banyak digemari, atau cenderung dihindari?
Subkultur (Subculture)
Identitas yang berlawanan dengan budaya dominan atau budaya yang cenderung tidak mengikuti arus utama (mainstream), dapat kita kenal dengan istilah 'Subkultur'. Dalam subkultur, terdapat sekelompok orang yang memegang kepentingan, ideologi, serta praktik tertentu yang cenderung menyimpang dari norma-norma budaya dominan. Itulah mengapa awalan 'sub' dalam istilah subkultur memiliki arti identitas yang berlawan (oposisi) dari budaya dominan. Maka secara sederhana, subkultur dapat kita pahami sebagai suatu  budaya yang berbeda dari umumnya (kesukaan banyak orang).
Salah satu contoh dari subkultur yang dapat kita temukan adalah kelompok orang-orang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender), yang secara orientasi seksual berbeda dengan budaya dominan yang ada di Indonesia. Nah, jika kita kaitkan dengan budaya populer tadi yang membahas tentang K-Drama, bisa saja subkultur di sini hadir dengan kelompok orang yang menggemari K-Drama yang mengangkat kisah LGBT atau misalnya bergenre LGBT Romance. Beberapa contoh K-Drama yang pernah mengangkat kisah cinta LGBT di antaranya seperti, Romance is a Bonus Book, Hi Dracula, Itaewon Class, Run On, dan masih banyak lagi.
Keberadaan dari K-Drama yang mengangkat kisah LGBT, sampai pada pendukung dan penggemar dari drama-drama tersebut, juga bisa menunjukkan bagaimana bentuk politik identitas yang digunakan kelompok tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam contoh ini, kita bisa memahami bagaimana melalui dukungan pada K-Drama yang mengangkat kisah LGBT, kelompok LGBT menginginkan pengakuan serta kesetaraan dalam perlakuan terhadap aspek orientasi seksual mereka. Kehadiran drama-drama korea LGBT dapat membantu mereka untuk mengenalkan, mewajarkan, serta mendapat penerimaan dari kalangan masyarakat dominan lainnya.
Melalui penjelasan di atas, apakah kamu sudah mengerti perbedaan dari budaya populer dan subkultur? Semoga artikel ini dapat membantu kamu untuk menambah wawasan mengenai konsep dari budaya populer, subkultur, dan juga politiknya, ya! Oh, iya! Semoga kamu juga sudah bisa memilih antara Lee Suho atau Han Seojun, ya!