Mohon tunggu...
Novelino A
Novelino A Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dia Datang ke Jakarta Membawa Titipan Harapan dari Sumba

24 Maret 2018   10:00 Diperbarui: 24 Maret 2018   10:29 1514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Delis H. Wali, pemuda asal Sumba kelahiran 28 Desember 1987  yang akrab disapa Aldi ini sekilas tampak seperti pemuda biasa saja, ayah ibunya hanyalah seorang petani yang harus menghidupi 8 anaknya dengan berkeliling menjual hasil kebun. Walaupun begitu, mereka tetap bisa  mengirim Aldi mengenyam pendidikan hingga bangku kuliah dan membangun karakternya sebagai pribadi yang peduli terhadap sesama.

Dengan segala kesederhanaan dan keterbatasannya, ia mengemban niat luhur ingin memperjuangkan para siswa sekolah dasar SD Bidi Praing, Kiritana, Kabupaten Sumba Timur untuk mendapatkan sarana dan prasarana pendidikan yang memang sudah menjadi hak mereka. Itulah yang membuatnya spesial. Kita saja yang dicukupi harta, memiliki segala sarana dan prasarana, dengan segala kemudahan akses, belum tentu sempat melakukan apa yang sedang diperjuangkan oleh pemuda seperti Aldi. 

Ia tidak sampai hati melihat anak-anak berusia 6- 12 tahun harus menempuh jarak 5 kilo berjalan kaki untuk menuju ke sekolah, dan 5 kilo lagi untuk kembali ke rumah.  Menyusuri hutan, mendaki bukit,  dan menuruni tebing terjal dengan berpegangan akar pohon yang menjadi licin setelah diguyur hujan sudah menjadi rutinitas mereka. Tidak cukup disitu, perjalanan menuju ke sekolah masih harus ditempuh dengan menyeberangi dua anak sungai selebar 40 - 90 meter dengan perahu, atau tak jarang juga dengan berenang, berdoa tidak jumpa buaya.... berharap tak terbawa arus..... berusah payah berganti pakaian basah dengan seragam sekolah mereka di tepian.  

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi
Menurutnya, kondisi diatas wajar terjadi semasa ia sekolah. Merasakan pembangunan yang belum merata dan menjadi warga daerah pelosok yang luput perhatian pemerintah. Tapi ini sudah tahun 2018, sudah 73 tahun setelah merdeka, tapi kondisinya masih juga sama. Listrik saja baru bisa mereka nikmati beberapa tahun kemarin. Itulah mengapa Ia begitu semangat memperjuangkan hak anak-anak di desanya untuk bisa bersekolah dengan mudah. Ia ingin di desanya dibangun jembatan gantung.

Desember 2017 ia mulai menyuarakan aksinya pada tokoh masyarakat setempat dan pemuda-pemuda seusianya. Sayangnya, mereka bilang ia terlalu tinggi bermimpi, tidak mungkin mereka bisa bangun jembatan, uang dari mana? Mereka pesimis pemerintah akan peduli. Memang sudah nasib mereka, jalani saja begitu adanya.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Tak patah semangat, akhirnya berangkatlah ia seorang diri memperjuangkan hak anak-anak Sumba. Sampai ia bertemu dengan Nanda, pemuda kelahiran Bali yang kini menjadi partner-nya memperjuangkan pembangunan jembatan gantung. Singkat cerita, setelah mengupayakan berbagai usaha dan melalui proses panjang, datanglah kesempatan untuk menyuarakan aspirasinya. 4 Maret 2018, Ia menerima undangan dari Kantor Staf Presiden Republik Indonesia untuk hadir di Istana pada tanggal 6 Maret 2018. Ia pun harus merogoh kantong untuk membeli tiket pesawat menuju Jakarta,

Dua hari setelah undangan ia terima, akhirnya tibalah ia di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, namun sampai tiba waktu yang tertera dalam undangan, Ia tidak bisa menemui pihak berwenang yang mengundang, karena beliau tiba-tiba berhalangan. Mungkin ada janji yang lebih penting, mungkin ada keperluan mendesak, atau alasan-alasan lain sehingga terpaksa tidak bisa menemui seorang pemuda yang jauh jauh terbang dari Sumba, dan terpaksa kembali lagi ke kampungnya, dengan tangan hampa. Sungguh sangat disayangkan, karena ia pasti membawa titipan harapan dari warga di kampungnya. Misinya untuk membangun jembatan agar anak-anak Sumba tidak harus bersusah payah menyebrangi sungai untuk menuju ke sekolah jadi tertunda. 

Oleh karena itu melalui artikel ini saya ingin menyadarkan kita semua bahwa dibalik indahnya Sumba Timur, ada kisah yang luput perhatian kita. Mari awasi pemerintah untuk memenuhi janjinya dalam pemerataan infrastruktur, terutama di bidang pendidikan. Mari doakan pembangunan jembatan gantung di Kiritana bisa segera terlaksana, Mari kita apresiasi apa yang teman kita lakukan untuk mempermudah adik-adik kita di Sumba mengenyam pendidikan dengan mengorbankan waktu, tenaga, dan uang pribadinya. Semoga sosok Aldi dan Nanda bisa menginspirasi pemuda-pemuda lain untuk berbuat kebaikan di sekitarnya, atau bisa kita mulai kebaikan kecil itu sekarang dengan menyisihkan rezeki yang kita punya ke kitabisa.com/kitauntuklambanapu

Jika kebetulan anda memiliki cara lain untuk berkontribusi dan mempermudah niat baik mereka, silakan hubungi Saudara Aldi di +62-812-388-440-88 atau email  <aldydelavega7@gmail.com>

Dok.pribadi
Dok.pribadi
 

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun