Mohon tunggu...
Novelin Silalahi
Novelin Silalahi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Mahasiswa Studi Pascasarjana, Analisis Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Polemik Pangan Gizi Berimbang

30 Maret 2023   10:37 Diperbarui: 30 Maret 2023   10:48 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan stunting di Indonesia salah satu faktornya disebabkan oleh naik turunnya harga pangan yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan masyarakat, secara khusus bagi masyarakat dengan penghasilan rendah.

Pangan sebagai kebutuhan utama untuk keberlangsungan hidup dan penghidupan manusia merupakan hal penting yang harus dipenuhi setiap harinya. Kualitas dan produktifitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pangan gizi, baik tumbuh kembang anak, regenerasi masa yang akan datang, kualitas berfikir dan bekerja, kualitas kesehatan.

Kebutuhan dan ketersediaan pangan harus selaras. Kondisi gizi dipengaruhi oleh keterjangkauan pangan itu sendiri. Sebagai contoh harga pangan yang tinggi seperti naik turunya harga kebutuhan pokok beras. Sebagai negara penghasil beras namun harga beras mampu melambung tinggi di setiap momentumnya. Begitu juga dengan cabai merah dan bawang merah sebagai pelengkap bahan makanan, telur dan ikan sebagai lauk yang memiliki protein tinggi, sayuran dan buah dengan kandungan vitamin dan mineral yang tinggi.

Kesulitan jangkauan pangan gizi ini tidak hanya sebatas permasalahan perut, melainkan juga faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap pertahanan dan keamanan suatu bangsa, sosial politik, baik secara regional dan nasional. Adapun minimnya keterjangkauan pangan gizi ini disebabkan oleh penghasilan yang rendah, minimnya lapangan pekerjaan, sulitnya akses pekerjaan bagi yang tidak menempuh jalur pendidikan, membuat konsumsi pangan ini semakin tidak menjadi prioritas.

Bagi mereka yang kesulitan dalam menjangkau pangan gizi akan menggantikannya dengan bahan lainnya yang mengenyangkan, rendah gizi dan harga yang murah, hingga rela untuk tidak makan. Sebagai contoh susu digantikan dengan air beras, makanan lainnya digantikan dengan makanan yang tinggi akan karbohidrat, telur ikan daging tidak lagi mampu untuk dibeli.

Faktor lainnya yang mempengaruhi seperti fluktuatifnya iklim, minimnya teknologi dan infrastruktur, kemajuan zaman yang membuat lahan pertanian tergantikan dengan gedung-gedung tinggi, gengsinya penerus yang ingin menjadi petani, minimnya hasil produksi pertanian, minimnya daya beli, akses transportasi dan distribusi yang belum maksimal hingga ke pelosok negeri, persoalan hama dan degradasi lahan, bencana alam yang sewaktu-waktu datang, ketergantungan impor, budaya yang ada di tengah masyarakat, minimnya pengetahuan pendidikan masyarakat atas pangan gizi, fluktuatif harga pangan, keterbatasan faktor pendukung pertanian, budidaya pertanian yang asri dengan penyelarasan terhadap kemajuan teknologi, tingginya pertumbuhan penduduk, persoalan sosial politik dan lainnya.

Pemerintah perlu serius dalam menangani persoalan ini, pentingnya perhatian pemerintah dalam bentuk kebijakan dan rentan kendali kebijakan di berbagai sisi, regulasi produksi dan pengimporan, mengontrol dan mengevaluasi kebijakan yang sudah ada serta turut menempatkan diri sebagai aktor percepatan pemulihan pangan gizi berimbang. 

Kita harus menjadi tuan untuk rumah kita sendiri, kekayaan sumber daya alam itu dimiliki oleh bangsa ini, seharusnya dikelola dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat yang ada di dalamnya, bukannya menaikkan nilai impor karena sejatinya bangsa ini tidak kekurangan apabila dikelola dengan tepat dan bijaksana. Kebijakan publik harus berdampak pada publik, publik juga turut berperan penting sebagai aktor yang menjalani dampak dari kebijakan tersebut.

Suatu hari negeri ini akan terbangun megah dengan bangunan tinggi dan mewah, apabila kita tidak mendesain pertanian dengan baik, maka lambat laun pertanian akan tergerus dengan ketidakramahan alam yang tidak lagi menghasilkan pangan gizi bagi kehidupan di bumi, dan yang tersisa adalah timbunan bebatuan yang tersusun rapih tanpa kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun