Oleh: Â Novel Dani Wijaya
Kemunculan pandemi COVID-19 menjadikan semua orang (termasuk agama) terkejut dan tidak siap. Dalam islam, ada sebagian masjid yang ditutup sementara dan melakukan ibadah di rumah masing-masing, ada juga yang tetap melakukan ibadah di masjid dengan ketentuan protokol kesehatan dan mengubah kebiasaan tertentu seperti, berjabat tangan, merapatkan shoff, dan mempersingkat waktu ibadah di dalam masjid. Meski begitu, masyarakat tetap dihimbau untuk melakukan aktivitas termasuk beribadah di rumah masing-masing dan juga dengan sistem online menggunakan media massa.
Media massa setidaknya memiliki empat peran penting dalam dalam aktivitas keagamaan. Pertama, sebagai media dakwah. Selama ini kegiatan dakwah cenderung dilakukan satu arah. Peran media massa semakin mengemuka sebagai media pengajaran dengan model, gaya, dan cara baru.
Kedua, sebagai ruang untuk membangun relasi dan interaksi sesama umat dan antar umat beragama. Media massa menjadi media yang efektif untuk berinteraksi. Interaksi ini mampu membangun komunitas virtual yang bersifat lintas batas. Media massa mampu menjadi ruang untuk membangun interaksi dan relasi yang santai, tanpa ada sekat birokrasi. Dari sini diharapkan muncul sikap inklusif dan toleran.
Ketiga, sebagai tempat bertemunya wacana atau ideologi yang berbeda.Â
Media massa adalah ruang yang terbuka, sehingga siapa pun bisa menyampaikan sikap, ideologi, dan perspektif. Misalnya, yang sering muncul terkait perdebatan antara kaum tradisional dan kaum liberal, antara mereka yang ingin menjaga kemurnian agama versus mereka yang menekankan aspek toleransi dan kemanusiaan.
Fenomena itu nyata terjadi di masing-masing agama. Pertemuan atau gesekan antar mereka mewarnai keriuhan media sosial. Mereka yang berpandangan sama saling berkumpul dan mendukung lalu bersama-sama 'menyerang' pihak lawan. Jika berlangsung secara sehat, pertentangan itu bisa berakhir dengan kompromi dan saling memahami. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, pertentangan semacam itu bisa berakhir dengan konflik dan perpecahan.
Keempat, mendukung keterbukaan dan akuntabilitas lembaga agama. Adalah fakta bahwa muncul beberapa kasus penyelewengan atau bahkan kriminal terjadi di lingkungan lembaga agama.
Di era internet ini, kasus-kasus seperti itu tak lagi bisa ditutup-tutupi. Sekali kasus itu muncul di media sosial, akan makin besar dan jadi perhatian publik. Lembaga agama dituntut lebih akuntabel dan mengupayakan penyelesain kasus-kasus penyelewengan secara terbuka.
Untuk menanggulangi problem-problem dari empat peran media massa yang salah satunya problem gesekan sesama umat atau antar umat beragama, yaitu dengan pengedukasian toleransi di masyarakat.
 Seperti yang dilakukan kelompok 22 KKN MIT DR 11-UIN Walisongo Semarang mengadakan webinar dan podcast online yang bertemakan "Keberagamaan dalam keberagaman ", acara ini dimaksudkan agar masyarakat dapat bersifat toleran terhadap sesame atau antar umat beragama. Karena media online bisa diakses oleh semua orang dan jika tidak diberi edukasi mengenai hal-hal yang menyimpang dalam masyarakat besar kemungkinan dapat terjadi radikalisme.
Dalam islam ditekankan untuk tetap optimis hadapi pandemi seperti hadist Rasulullah SAW yang berbunyi "Tidaklah penyakit menular tanpa izin Allah dan tidak ada pengaruh dikarenakan seekor burung, tetapi yang mengagumkanku ialah al-Fa'lu (optimisme), yaitu kalimah hasanah atau kalimat thayyibah (kata-kata yang baik)".
Ada beberapa sosuli bagi Muslim untuk menghadapi pandemic, antara lain:
Berprasangka baik kepada Allah SWT
Yang pertama kali sebagai seorang muslim kita tetap harus berprasangka baik kepada Allah Ta'ala, khususnya ketika sedang menghadapi bala' dan bencana. Allah Ta'ala berfirman: "(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka." (QS. Al-Ahzab: 10).
Hal itu juga disebutkan dalam Hadits Qudsi berikut ini: "Aku (Allah) sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku, karenanya hendaklah ia berprasangka semaunya kepada-Ku." Jika kita berprasangka buruk, maka kita pun akan mengalami keburukan. Sebaliknya, kalau kita berprasangka baik, tentu Allah SWT pun akan memberikan yang terbaik buat kita.
Optimis dan berkata baik
Kita tetap wajib bersikap optimistis dalam menghadapinya dan berucap kata-kata yang baik. Hal ini sebagaimana diajarkan oleh Nabi SAW dalam hadits dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu. "Tidaklah penyakit menular tanpa izin Allah dan tidak ada pengaruh dikarenakan seekor burung, tetapi yang mengagumkanku ialah al-Fa'lu (optimisme), yaitu kalimah hasanah atau kalimat thayyibah (kata-kata yang baik)." (HR. Al-Bukhari,Muslim).
Kewajiban menghindari wabah
Hal pertama yang mesti dilakukan seorang muslim dalam menghadapi wabah penyakit setelah ia menata akidahnya adalah berikhtiyar semaksimal mungkin untuk menghindarinya. Bahkan sikap ini merupakan perintah langsung dari Rasulullah SAW dan juga sekaligus diamalkan oleh beliau "Dan larilah dari penyakit lepra sebagaimana engkau lari dari kejaran singa." (HR. Al-Bukhari).
Wajib mengupayakan pengobatan
Syariah Islam telah memerintahkan kepada kita sebagai hamba Allah untuk selalu mengupayakan kesembuhan. Sebab setiap penyakit itu datangnya dari Allah SWT. Dan Allah tidak pernah menurunkan suatu penyakit kecuali diturunkan juga obatnya. Maka tugas dan kewajiban kita adalah untuk menemukan obat dari suatu penyakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H