Mohon tunggu...
Nova Yulfia
Nova Yulfia Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Seorang Emak Penulis yang menjadikan hobi menulis sebagai profesi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Saja yang Kita Kenang dari Seorang Bapak Habibie?

11 September 2019   23:25 Diperbarui: 11 September 2019   23:36 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: KOMPAS/JB SURATNO

Indonesia kembali kehilangan salah satu putra terbaik bangsa. Bapak BJ Habibie, telah berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu (11/09/2019) pukul 18.05 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. 

Seluruh penjuru negeri berduka dengan kepergian sosok yang biasa dipanggil Eyang oleh kaum milenial ini. Tidak saja bangsa Indonesia yang merasa kehilangan sosok inspiratif, pintar dan religius tersebut.

Rasanya segala hal yang berkaitan dengan Habibie, selalu menarik untuk diperbincangkan. Saya masih ingat sejak masih kecil dahulu, hampir semua teman-teman sekolah bercita-cita ingin seperti Pak Habibie.

Demi mengukir rasa kenangan yang pernah saya jalani semasa kecil hingga dewasa bersama nilai-nilai warisan yang pernah beliau torehkan, kali ini saya ingin menuliskan beberapa hal yang saya anggap penting untuk dikenang.

Imtaq. Yaa, Bapak Habibie-lah setahu saya yang menggaungkan soal iman dan taqwa harus sejalan. Ketika itu saya masih duduk di bangku seragam putih abu-abu sekitar tahun 1996-1997-an. 

Beliau mengatakan, bahwa sepintar apapun seseorang, jika tidak dibarengi dengan iman dan taqwa maka semuanya sia-sia. Bagi Anda remaja tahun 90-an pasti akrab dengan slogan imtaq ini.

Rajin membaca. Aduh, ketika menuliskan ini kok rasanya sedih sekali ya. Salah satu kalimat motivasi favorit saya ialah, "jika kamu rajin membaca buku, maka isi otak kamu sudah sama dengan penulisnya." 

https://www.globalindonesianvoices.com
https://www.globalindonesianvoices.com
Sejak itu saya penasaran, apa dan bagaimana isi otak seorang penulis. Hampir semua genre buku saya lahap. Seiring berjalannya waktu, genre buku yang saya sukai mengerucut, sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Yaa, sekarang saya seorang penulis, bapak..

Menerapkan pola hidup sehat. Kita semua tahu bahwa royalti dari semua temuan-temuan beliau sangat banyak jumlahnya. Sampai saat ini, saya belum menemukan nominal pastinya berapa. 

Yang jelas, saya pernah membaca ada sekitar 400-an temuan beliau tentang iptek yang menjadi konsumsi publik. Namun walaupun begitu, pola hidup sehat seperti rajin bangun pagi lebih awal, olahraga teratur dan menjaga pola makan merupakan rahasia besar kesuksesan Habibie.

Tidak pernah meninggalkan ibadah sunah. 'Ya Allah.. bagaimana mungkin orang sesibuk beliau masih sempat menunaikan ibadah sunah, pikir saya.' Tapi pada kenyataanya, menurut banyak berita yang menceritakan kesehariannya seperti sholat dhuha, sholat tahajud dan puasa Senin-Kamis, rutin beliau kerjakan. 

Pantaslah Allah berikan ilmu yang sedemikian luas kepada beliau dan menjadi kebanggaan bangsa bahkan dunia internasional dengan keilmuannya.

Disini saya merenung panjang, tentang diri sendiri dan hubungan dengan Sang Pencipta. Hampir semua motivator mengatakan: "jika kalian menginginkan dunia dan seisinya maka perbaikilah hubungan dengan Tuhan."

Family-Man banget. Poin yang ini saya dapatkan ketika menonton film "Ainun dan Habibie". Film besutan sutradara handal, Hanung Bramantyo ini saya tonton sampai beberapa kali. Selain akting para aktor dan aktrisnya memang menarik juga, kisah yang diangkat reallife-nya Habibie. 

Sesibuk-sibuknya seorang Habibie, quality time bersama keluarga menjadi nutrisi jiwa bagi mereka. Terlihat dari bagaimana komunikasi sehat antara suami istri dan kedua anaknya. 

Diakhir hidupnya, Ibu Ainun masih memikirkan Bapak Habibie dan bagaimana seandainya jika dia berpulang terlebih dahulu. Ainun sudah tidak memikirkan kondisi dirinya yang sedang sakit parah. Jelas sekali hubungan mereka sangat couple goals. Saling mengikat jiwa satu sama lain sebagai pasangan.

Menulis novel yang pada akhirnya diangkat ke layar lebar dan booming. Novel itu lahir ketika seorang suami yang kehilangan pasangan jiwanya yang telah menemani selama puluhan tahun.

 "Bukan saya tidak ikhlas, tapi belum terbiasa." Demikian kata beliau pada saat diwawancarai stasiun TV ketika peluncuran novel yang berjudul sama dengan filmnya.

Demi menghibur diri dan mengenang Ibu Ainun, Habibie pun menuliskan semua kisahnya. Selama proses menulis itu, Habibie merasakan perubahan pada psikologisnya. Dimana proses menulis mampu menjadi self-healing bagi seseorang yang sedang dilanda duka. 

Melepaskan energi negatif, rasa sedih yang mendalam dan kehilangan yang luar biasa, rupanya bisa dilakukan dengan menulis.

Sampai disini saya menulisnya agak sesak yaa.. karena mengenang nilai-nilai positif yang diwariskan seorang Habibie telah membersamai sebagian besar usia saya, dan Anda juga mungkin.

Sejujurnya berita kepergian Bapak Habibie dalam usianya yang sudah 83 tahun kemarin ke hadapan Ilahi, sangat mengejutkan banyak pihak.

Bapak Habibie..
boleh saja raga mu berkalang tanah..
Namun,
Namamu, karya-karyamu, kepribadianmu, sosokmu yang cerdas dan tawadhu
akan terus kami kenang, sepanjang masa..

Innalillahi wa innailaihi raaji'un
Beristirahatlah dengan tenang, Eyang Habibie. Titip salam untuk Ibu Ainun..
Kami pun kelak akan menyusul. Hanya masalah soal waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun