Indonesia sangat terkenal dengan keanekaragaman budaya lokal yang ada. Masing-masing budaya lokal mempunyai ciri khas dan keunikan yang berbeda. Budaya tersebut lahir dari kesamaan pola pikir, perilaku, dan pandagan masyarakat terhadap suatu hal. Budaya lokal di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu hingga kini sebagai suatu karya yang khas dan dapat dibanggakan serta mencerminkan jati diri dan identitas bangsa.
Seiring berjalannya waktu dan sebagai akibat dari adanya globalisasi, beberapa kebudayaan lokal yang ada di Indonesia mulai luntur. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga kelestariannya, salah satunya adalah dengan menerapkan kebudayaan lokal dalam birokrasi Pemerintahan. Penerapan kebudayaan lokal tersebut dapat ditemukan di salah satu instansi vertikal Kementerian Keuangan yaitu Direktorat Jenderal Pajak tepatnya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Gianyar. Mulai dari falsafah hidup, kesenian, pakaian adat dan budaya lokal lainnya sudah diterapkan.
Falsafah Hidup
KPP Pratama Gianyar terletak di kabupaten Gianyar, Bali. Dari sekian kabupaten di Bali, Gianyar merupakan salah satu kabupaten yang masyarakatnya sangat menjunjung nilai-nilai serta melestarikan budaya Bali. Salah satu yang masih dipegang erat adalah konsep dari pandangan/falsafah hidup masyarakat Bali yaitu Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana, berasal dari bahasa Sansekerta. Tri berarti tiga, Hita artinya kesejahteraan, dan karana yang artinya penyebab. Secara harfiah, Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan atau kebahagiaan. Konsep Tri Hita Karana dapat diartikan juga sebagai tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia. Konsep ini muncul berkaitan erat dengan keberadaan hidup bemasyarakat di Bali. Tri Hita Karana merupakan landasan hidup menuju kebahagiaan lahir dan batin.
Tri Hita Karana diwujudkan dalam tiga unsur. Ketiga unsur tersebut adalah Parahyangan, Pawongan dan Palemahan. Yang pertama, Parahyangan diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan Tuhan. Yang kedua, Pawongan diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan manusia. Yang ketiga, Palemahan diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan alam.
Disebutkan bahwa Parahyangan itu merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan. Dalam penerapannya dapat dilaksanakan dengan membersihkan tempat ibadah, rajin sembahyang dan juga melaksanakan ajaran-ajaran agama dan menjauhi larangan-larangan Tuhan. Ini sangat baik diterapkan dalam budaya organisasi lingkungan kerja di mana pun. Setiap orang dalam bekerja alangkah baiknya memulai pekerjaan dengan berdoa, seperti memohon agar diberi kelancaran selama menjalani pekerjaan. Hal ini sudah diterapkan di KPP Pratama Gianyar yang melakukan doa pagi bersama setiap hari sebelum memulai pekerjaan.
Unsur yang kedua adalah Pawongan. Contoh penerapannya adalah dengan menjaga dan menjalin hubungan yang baik antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat muncul dengan adanya sikap tenggang rasa, saling memiliki antara umat beragama, saling menghargai, dan saling tolong-menolong dengan setiap orang. Penerapan Pawongan menjadikan masyarakat Bali dikenal dengan sikap toleransi antar umat beragama yang tinggi. Hal ini sangat baik diterapkan untuk mendukung budaya organisasi agar terciptanya hubungan yang harmonis antar pegawai. Kondisi ini sangat sesuai dengan lingkungan kerja Kementerian Keuangan yang mana memiliki pegawai dengan agama yang berbeda-beda. Contoh nyatanya di KPP Pratama Gianyar adalah terdapatnya tempat ibadah agama Islam yang berdampingan dengan tempat ibadah agama Hindu.
Unsur yang terakhir adalah Palemahan. Seperti yang diketahui belakangan ini, telah banyak terjadi bencana alam yang sebenarnya disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri. Kelestarian alam sangat patut untuk dijaga seperti tidak membuang sampah sembarangan. Hal ini sangat baik diterapkan juga untuk mendukung budaya organisasi lingkungan kerja di mana pun agar tercipta lingkungan yang bersih sehingga dapat memberi kenyamanan dalam bekerja. Â Ditambah lagi, ini sesuai dengan salah satu budaya kerja Kementerian Keuangan yaitu 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin).
Sifat dari Tri Hita Karana yang universal membuat konsep ini sangat fleksibel untuk diterapkan dalam mendukung budaya organisasi lingkungan kerja di mana pun.
Pakaian Adat, Kain Tradisioal, Aksara, Sistem Religi, Penataan Bangunan dan Kesenian
Selain dari konsep Tri Hita Karana, terdapat kearifan budaya Bali lainnya yang sudah diterapkan. Kebudayaan Bali tersebut seperti pakaian adat, kain tradisioal, aksara, sistem religi, penataan bangunan dan kesenian.Â
Dimulai dari yang pertama yaitu pengimplementasian pakaian adat. Pakaian adat yang dimaksud adalah pakaian adat Bali Payas Madya yang minimal terdiri atas udeng (ikat kepala), baju (kemeja), kamen (sarung) kampuh (penutup sarung), dan selendang untuk laki-laki serta kebaya, kamen, dan selendang untuk perempuan. Penggunaan pakaian adat ini diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali yang mulai berlaku sejak tanggal 11 Oktober 2018. Peraturan ini juga ditunjukkan kepada instansi vertikal pemerintah sehingga KPP Pratama Gianyar juga harus mengikuti peraturan ini. Penggunaan pakaian adat ini dimaksudkan agar tetap terjaganya kelestarian budaya lokal serta meningkatkan pemanfaatan produk dan perekonomian masyarakat yang bergerak di industri pakaian adat Bali. Hal ini juga mendukung peningkatan penghasilan sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak penghasilan dari UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Untuk mendukung penggunannya, KPP Pratama Gianyar melakukan pengadaan pakaian dinas untuk seluruh pegawai berupa pakaian adat Bali. Dalam penerapannya, pegawai yang berasal dari luar Bali mengalami kesulitan dengan cara memakai pakaian adat ini dan beberapa juga merasa mobilitasnya terhambat dalam bekerja. Namun, hal tersebut hanya dirasakan karena belum terbiasa. Seiring berjalannya waktu, penggunaan pakaian adat Bali tidak menjadi hambatan dalam aktivitas bekerja. Pakaian adat Bali digunakan setiap hari Kamis, Purnama, Tilem (bulan mati) dan Hari Jadi Provinsi Bali.
Yang kedua adalah pengimplementasian kain tradisional. Kain tradisional khas budaya Bali adalah kain Endek. Penggunaan kain Endek diatur dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali yang mulai berlaku sejak tanggal 23 Februari 2021. Surat Edaran ini juga ditunjukkan kepada instansi vertikal yang berada di Bali. Penggunaan kain Endek ini juga bertujuan untuk menjaga kelestarian budaya Bali dan meningkatkan perekonomian masyarakat Bali yang bergerak di industri ini. Untuk mendukung penggunaannya, KPP Pratama Gianyar juga melakukan kegiatan pengadaan pakaian dinas untuk seluruh pegawai berupa kain Endek untuk dijadikan kemeja/atasan. Kain Endek digunakan setiap hari Selasa kecuali bertepatan dengan Purnama, Tilem, dan Hari Jadi Pemerintah Daerah.
Yang ketiga adalah pengimplementasian aksara Bali. Penggunaan aksara Bali diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali yang berlaku sejak tanggal 26 September 2018. Penggunaan aksara Bali juga bertujuan untuk melestarikan aksara Bali yang merupakan bagian dari kebudayaan Bali. Untuk mendukung penggunaannya, KPP Pratama Gianyar melakukan pembaruan pada papan nama kantor yang mencantumkan aksara Bali di atas huruf Latin.
Yang keempat adalah pengimplementasian sistem religi. Mayoritas masyarakat Bali memeluk agama Hindu. Agama Hindu di Bali berbeda dengan di India, perbedaannya dapat dilihat dari banyaknya rangkaian upacara keagaaman yang dipadukan dengan kebudayaan di Bali. Hal ini membuat Gubernur Bali menetapkan Surat Edaran setiap tahunnya yang mengatur dispensasi/libur hari raya suci Hindu di Bali untuk tahun berikutnya. Surat Edaran ini berdasar pada Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi). Surat Edaran ini juga ditunjukkan kepada instansi vertikal di Bali. Oleh karena itu, Perwakilan Kementerian Keuangan Bali juga menerbitkan Keputusan untuk penyesuaian dispensasi hari raya suci Hindu di Bali setiap tahunnya. Penyesuaian ini dilakukan untuk mengatur bagaimana perlakuan dispensasi bagi pegawai Kementerian Keuangan di Bali yang beragama non-Hindu. Penerapan ini sangat efisien, karena pada hari raya Hindu di Bali, jumlah Wajib Pajak yang datang ke KPP Pratama Gianyar hampir tidak ada.
Yang kelima adalah pengimplementasian penataan bangunan. Penataan bangunan/rumah di Bali menggunakan konsep Asta Kosala Kosali, yaitu pengetahuan arsitektur tradisional Bali yang berisikan tentang cara penataan bangunan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. Rumah di Bali yang menerapkan konsep ini dapat terlihat dari bentuknya yang unik karena rumah tidak menyatu dalam satu atap tetapi terbagi menjadi beberapa bangunan yang berdiri sendiri. Terdapat fungsi yang berbeda pada setiap bangunannya. Pemerintah Daerah Bali juga mendukung penerapan ini yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung. Di KPP Pratama Gianyar, diterpakan konsep Asta Kosala Kosali yang telah disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Terdapat angkul-angkul (gapura), bangunan utama yang merupakan tempat pelayanan kepada Wajib Pajak dan tempat bekerja pegawai, bangunan ibadah agama Hindu, bangunan ibadah agama Islam, bangunan tempat makan (kantin), bangunan rest area, balai terbuka untuk rapat atau menyambut tamu, dan bangunan lainnya seperti pos satpam, parkir dan gedung pusat listrik/air. Penerapan konsep ini dimaksudkan untuk membuat ciri khas bangunan kantor yang ada di Bali dan melestarikan budaya Bali.
Yang terakhir adalah pengimplementasian kesenian. Perpaduan kesenian Bali banyak terdapat di dalam interior gedung KPP Pratama Gianyar. Pengadaan belanja barang kebutuhan operasional kantor yang dilakukan memperhatikan keunikan budaya yang ada. Terdapat berbagai macam barang hasil kesenian khas budaya Bali seperti patung, ukiran, lukisan, penjor (bambu yang dirias), taplak meja, dan hiasan lainnya seperti pot, vas bunga, tempat tisu, penanda toilet, dan tempat permen. Penerapan ini juga dimaksudkan untuk mendorong perekonomian masyarakat Bali yang bergerak di bidang kesenian khusunya masyarakat Gianyar yang sebagian besar bekerja di industri kesenian Bali. Selain itu, penerapan ini juga dimaksudkan untuk membuat ciri khas serta menjaga kelestarian budaya Bali. Kesenian lain juga dapat ditemukan, seperti tari Bali yang terkadang dipentaskan di acara pisah sambut pegawai.
Simpulan
Kebudayan lokal yang diimplementasikan di KPP Pratama Gianyar masih sangat relevan dan dapat mendukung budaya organisasi di lingkungan kerja. Penerapan budaya lokal dapat mendukung terjaganya kelestarian budaya di tengah masuknya era globalisasi. Peranan Pemerintah Daerah sangat besar untuk mendukung kelancaran serta pengawasan dalam penerapannya. Selain itu, penerapan ini juga dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat. Peningkatan perekonomian berdampak pada penghasilan masyarakat setempat sehingga penerimaan pajak terutama pajak sektor UMKM juga dapat meningkat. Pengaruh penerapan kebudayaan lokal tersebut tidak menghambat jalannya proses bisnis yang ada di kantor. Hal ini dapat dibuktikan dengan tetap tercapainya tujuan utama selama tahun 2021 dan 2022, yaitu terpenuhinya target penerimaan pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H