Mohon tunggu...
Silvia Novarida
Silvia Novarida Mohon Tunggu... Pengajar di SM3T -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Suku Momuna-Yahukimo

10 Mei 2016   11:36 Diperbarui: 11 Mei 2016   14:22 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin inilah panggilan hidup yang diberikan Tuhan kepada saya. Meskipun tak pernah sedikitpun terlintas di pikiran saya untuk merantau dan menginjakkan kaki di Tanah Papua, pada kenyataannya saya sudah merasakan hidup di Papua khususnya Kabupaten Yahukimo. Jika sejak kecil saya hanya bisa melihat wajah orang Papua dari layar televisi, kini saya sudah benar-benar melihat secara kasat mata bahkan hidup bersama mereka.

Ada 4 suku besar yang menjadi nama daerah tempat saya mengabdi. Yali, Hupla, Kimyal dan Momuna. Dari ke-4 suku tersebut, suku Momuna adalah suku asli daerah distrik Dekai. Namun, keberadaan suku ini sangat terpinggirkan. Suku Momuna yang mendiami distrik Dekai justru hidupnya sangat memperihatinkan. Mereka hidup secara berkelompok dan memiliki kehidupan yang kurang layak. Banyak dari suku Momuna tidak hidup di tengah-tengah masyarakat yang majemuk, mereka seolah hidup menyendiri  jauh di tengah hutan dengan fasilitas yang jauh dari kata layak.

Ketika menumpang sebuah truk pengangkut material yang ada di Kali Brasa, saya dan teman saya pernah melihat anak-anak yang tanpa sehelai pakaina sedang bermain pasir di pinggir Kali Brasa. Setelah bertanya dengan supir truk, ternyata anak-anak itu adalah anak dari suku Momuna. Dari supir truk itu pula kami mendapatkan informasi bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak mengenyam pendidikan.

Setelah beberapa kali melintas di kali itu, suatu hari kami memberanikan diri untuk turun di pinggir Kali dan mendekati anak-anak itu. Mereka sedang begitu asyiknya bermain pasir dan melompat seperti rooling ke belakang.kami mencoba memulai perbincangan, memperkenalkan diri kami kepada mereka, serta menanyakan nama mereka. Awalnya, anak-anak itu terlihat canggung dengan keberadaan orang asing seperti kami. Namun, kami terus mencoba mendekati mereka. Kami pun berkenalan, ada yang bernama Marco, Nanang 1, Nanang 2 dan Petrus. Nanang 1 dan Nanang 2 bukanlah saudara kembar, melainkan Nanag 1 adalah paman dari Nanang 2. Mendengar silsilah kekerabatan mereka, kami pun berpikir sunggu tingkat kelahiran di tempat ini sangat tinggi.

Beberapa kali mengunjungi mereka, kami pun bertanya kepada mereka apakah mereka mau belajar?. Dan anak-anak ini ternyata memiliki minat belajar yang cukup tinggi, hingga akhirnya kami mencoba mencari tahu bagaimana cara kami untuk mendapat izin mengajar anak-anak ini. Dari informasi supir truk yang kami kenal, ternyata ada seorang bapak yang disebut sebagai “Bapak Gembala” oleh masyarakat suku Momuna yang tinggal di pinggiran kali itu. Kami mengunjungi “Bapak Gembala” , kami memperkenalkan diri sebagai guru yang ditugaskan untuk mengadi di daerah Yahukimo adan meminta izin untuk mengajar anak-anak usia sekolah yang ada di desa mereka. Setelah, mendapat izin kami pun mengajar les sore setiap hari Kamis dan Jumat di Desa Kuari.

Beberapa keseruan yang luar biasa yang saya dan beberapa teman lakukan ketika mengunjungi Desa Kuari yang berada di dekat Kali Brasa. Kami saat itu mencoba mengenalkan cara membersihkan tubuh dengan benar menggunakan sabun mandi. Karena masyarakat di sana sering menggunakan deterjen pakaian untuk membersihkan tubuh mereka.

dsc0658-jpg-5732dd0563afbd840651a2df.jpg
dsc0658-jpg-5732dd0563afbd840651a2df.jpg
Samuel Iriyanjak, anak suku Momuna dari Desa Kuari. Samuel merupakan siswa les yang saya ajar tentang menjumlahkan bilangan bulat. Adalah suatu kebahagiaan ketika di beri kesempatan mengajar anak-anak suku Momuna.

Semoga bermanfaat bagi yang membaca..............

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun