Mohon tunggu...
Silvia Novarida
Silvia Novarida Mohon Tunggu... Pengajar di SM3T -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Yahukimo, Negeri Penuh Harapan

10 Mei 2016   08:46 Diperbarui: 10 Mei 2016   09:05 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejuta Kenangan selama Setahun di Yahukimo

Rasa syukur tak hentinya saya ucapkan ketika diberi kesempatan menginjakkan kaki di Negeri Burung Cendrawasih, khususnya di distrik Dekai,Kabupaten Yahukimo. Yahukimo merupakan singkatan dari nama suku yang ada yaitu Ya,adalah Yali,Huadalah Hupla,Kiadalah Kimyal dan Moadalah Momuna.

Selain bisa melihat kehidupan orang-orang Papua lebih dekat serta menjalani kehidupan seperti yang mereka alami. Kehidupan masyarakat masih begitu diikat dengan rasa kekeluargaan, Bisa melakukan banyak hal yang tak akan mungkin saya lakukan jika saya berada di kota Medan seperti menumpang truk pasir, mandi di kali, bahkan menerima pengakuan yang sangat berharga dari seluruh warga karena profesi guru yang sangat dihormati oleh masyarakat.  

Hari itu adalah hari pertama, bagi saya dengan dua orang teman guru untuk berangkat ke sekolah tempat pengabdian kami. Salah satu dari kami ditempatkan di sekolah PAUD sedangkan saya dan teman yang satu lagi ditempatkan di SD YPK Metanoia Dekai. Jarak sekolah dengan tempat tinggal kami lebih kurang sejauh 4 km.

Kami menempuhnya selama kurang lebih satu jam dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ke sekolah, kami melihat pemandangan yang begitu menakjubkan. Hamparan pegunungan yang begitu menyejukkan mata, udara yang sangat bersih. Benar-benar berbeda dengan suasana kota Medan tempat saya selama ini bermukim.

Di tengah perjalanan, kami bertegur sapa dengan masyarakat setempat. mengucapkan sapaan"Selamat Pagi,Ibu guru". Begitu ramahnya masyarakat menyapa sembari tersenyum dan menegadahkan tangannya tanda yang kemudian menarik jarin-jarinya seakan ingin mengungkapkan bahwa mereka menerima keberadaan kami.

Jalanan pagi itu masih sunyi, namun setelah melewati kantor Polres Yahukimo, kami melihat segerombolan berseragam putih berjalan beriringan dari arah berbeda. Dan ketika berpapasan, mereka dengan penuh semangat menyapa kami " Selamat Pagi,Ibu Guru". Kami pun lantas membalas sapaan anak-anak sekolah itu.

Melihat mereka, saya pun sempat berpikir bagaimana luar biasanya Sang Pencipta menempatkan manusia di seluruh penjuru bumi ini. Bagaimana kebesaranNya menciptakan seluruh ciptaanNya dengan unik dan spesial. Setelah berjalan cukup jauh, salah seorang dari kami akhirnya sampai di tempat sekolah PAUD yang berada di samping gerja GKI Metanoia, sedangkan saya dan seorang lagi masih harus meneruskan perjalanan kami menuju ke sekolah.

Ada sekitar dua siswi perempuan yang berjalan ke arah sekolah yang kami tuju. saya pun berpikir, mungkin mereka adalah siswa di sekolah tempat kami akan mengajar. Meskipun awalnya, mereka tampak malu-malu untuk berjalan bersama dengan kami, akhirnya kami berjalan bersama menuju ke sekolah. setelah melalui jalanan aspal lebih kurang sejauh 2 km, kini kami melalui jalanan yang berbatu.

Rasa lelah mulai menjalar di kedua kaki, maklum saya tidak pernah berjalan kaki sejauh itu. Tapi, saya tetap memacu diri saya sendiri untuk meneruskan langkah sampai ke sekolah. Tiba di sekolah kami di sambut oleh Ibu Adriana Wonatorei, selaku Kepala Sekolah. Kami pun memperkenalkan diri kami dan kami diterima dengan begitu ramah. Saya dan teman saya pun memulai pengabdian kami, mengajar di sekolah itu.

Kegiatan belajar di sekolah berakhir hanya sampai pukul 10.30 WIT, karena ada sisiwa SMP yang bersekolah satu atap dengan siswa SD akan menggunakan ruangan kelas. Belum hilang rasa lelah berjalan tadi pagi, kini kami pun harus berjalan kaki kembali untuk sampai di tempat tinggal kami yang kami sebut Posko. Di perjalanan pulang, tiba-tiba sebuah truk pasir berwarna kuning berhenti dan menawarkan tumpangan. Kami yang pada saat itu sudah merasa kelelahan karena belum terbiasa berjalan kaki begitu jauh pun menerima tawaran dari supir truk tersebut.

Saya yang pada saat itu belum begitu percaya terhadap supir itu. Saya sedikit khawatir, takutnya supir ini memiliki niat yang kurang baik terhadap kami. Apalagi kami adalah orang pendatang yang baru tiba di kota ini. Lama berbincang-bincang, supir itu menceritakan bagaimana keadaan warga setempat dan kami pun tidak langsung diantar pulang. Supir itu pun menawarkan kami melihat sebuah kali yang cukup besar di kota itu “Kali Brasa”. Kali itu dijadikan sebagai tempat untuk mengambil material seperti batu dan pasir yang digunakan untuk menimbun bahkan membuat jalan. Karena belum paham betul keadaan kota ini, saya tidak tahu ternyata lokasi Kali Brasa dekat dengan Bandara. Dan kami pun diberitahu oleh supir itu bahwa ada sebuah desa dekat dengan kamp. tempat ia bekerja terdapat anak- anak yang tidak mengenyam pendidikan. Desa tempat suku Momuna bermukim, Desa Kuari.

Setelah beberapa kali menumpang truk, hari itu kami memutuskan untuk turun di daerah Kali Brasa. Di sana, kami melihat beberapa anak sedang asyik bermain membentuk bangunan dari pasir. Berjalan mendekati mereka, mencoba memperkenalkan diri kami dan berbincang-bincang dengan mereka. Mereka adalah anak Suku Momuna, suku asli daerah distrik Dekai. Namun, keberadaan suku Momuna ini cukup memprihatinkan. Karena kebanyakan dari anak-anak suku Momuna ini tidak mengenyam pendidikan, bahkan keberadaan suku ini semakin terpinggirkan oleh orang-orang pendatang ke distrik ini. Suku Momuna memiliki postur tubuh yang tinggi berbeda dengan suku-suku lainnya yang ada di tempat itu.

             

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun