Ansriantho Bernadus, itulah namanya. Untuk pertama kalinya bersuara dalam bentuk tangisan di dunia ini pada tanggal 13 April 1987, di sebuah daerah yang sangat terpencil bernama Dusun Lope yang terletak di Desa Buntubuda, Kecamatan Mamasa, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat, Indonesia.
Dia dilahirkan sebagai anak kedua dari pasangan suami-istri yang bernama Bernadus dan Marthina. Walaupun berstatus sebagai anak bungsu, namun ia tidak terlalu dimanjakan. Di dalam keluarga ia dididik untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter mandiri, disiplin, dan bertanggungjawab. Memasuki usia remaja, kedua orang tuanya merantau ke negeri seberang (Malaysia) untuk mencari nafkah hidup. Walaupun menjalani hidup berjauhan dari kedua orang tua, namun dengan berbekal pendidikan karakter yang ia dapat semenjak kecil dari kedua orang tuanya, ia dapat menjalani setiap ujian hidup dari usia remaja sampai dewasa.
Setelah sekian lama berpisah dari kedua orang tua, niat untuk bertemu dan melepas rindu pun kian membesar. Akhirnya, pada bulan Mei tahun 2014, niat itu terwujud dan untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki di Keningau, Sabah, Malaysia. Awalnya, tujuannya hanya untuk sekedar berkunjung dan bertemu kedua orang tua yang sudah hampir 15 tahun tinggal dan bekerja di Keningau. Namun setelah beberapa minggu menjalani hidup bersama mereka dan berbaur dengan masyarakat yang berada di lingkungan sekitar, ia mulai merasa betah dan tertarik untuk menetap lebih lama.
Petani kemudian menjadi pilihan pekerjaan dan aktivitas kesehariannya di Keningau selama beberapa waktu. Â Hal ini dilakukan untuk meringankan beban pekerjaan ayahnya yang bekerja sebagai petani yang mengelolah lahan pertanian sayur-sayuran dengan luas kurang lebih dua hektar. Walaupun terasa berat, namun tekad membantu dan meringankan beban pekerjaan orang tua membuatnya tetap sabar dan semangat melakukan pekerjaan itu. Disamping itu, penghasilan yang menjanjikan dari pekerjaan ini membuatnya semakin semangat menekuni pekerjaan ini.
November 2014 menjadi bulan keenam berada di Keningau. Waktu yang cukup untuk mengetahui bagaimana keadaan kehidupan Warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sektor pertanian. Dari segi kehidupan sosial, masyarakat Indonesia yang ada di Keningau dapat hidup dengan baik dan tidak begitu mengalami kesulitan melakukan interaksi sosial baik dengan sesama WNI maupun dengan Warga Negara Malaysia. Toleransi dan kerukunan antar umat beragama di wilayah saya berada sangat tinggi sehingga dalam sektor keagamaan, WNI dapat melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan dengan baik. Begitu juga di sektor ekonomi, WNI yang berada di wilayah kami memiliki pendapatan yang cukup dan dapat memenuhi semua kebutuhan pokok mereka. Namun dalam sektor pendidikan, tidak semua WNI dapat merasakan nasib yang baik. Banyak diantara anak-anak WNI yang tidak dapat mengikuti pendidikan yang disebabkan banyak faktor diantaranya masih kurangnya keasadaran akan pentingnya pendidikan dan tenaga pendidikan yang masih tergolong kurang di pusat-pusat layanan pendidikan bagi WNI di Keningau.
Pada pertengahan bulan November 2020, ia diperhadapkan kepada pilihan hidup yang baginya adalah sesuatu yang sulit. Hal ini diawali dengan adanya pengumuman peneriman tenaga pendidik di salah satu sekolah bagi anak-anak WNI yang bernama Community Learning Centre (CLC) Good Samaritan, dibawah  binaan gereja tempat kami beribadah. Oleh karena kualifikasi pendidikan sesuai dengan syarat yang ditentukan untuk menjadi tenaga pendidik di CLC Good Samaritan, kedua orang tuanya menyarankan untuk mendaftar agar bisa menjadi seorang guru di sekolah tersebut. Di sisi lain, menjadi seorang guru tidak pernah sedikitpun terlintas di pikirannya untuk menjadi sebuah cita-cita. Hal ini disebabkan banyak kisah-kisah yang  dialami dan lihat sewaktu mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas (SMA).
Inilah hidup masa depan tidak bisa diramalkan. Setelah mempertimbangkan banyak hal, ia kemudian mengikuti saran kedua orang tuanya. Berbekal ijazah SMA, dukungan dari kedua orang tua, kesadaran bahwa pendidikan adalah hak asasi setiap manusia dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tugas mulia, ia mendaftar menjadi seorang guru di CLC Good Samaritan.
Pada awal bulan Januari ia kemudian diterima menjadi seorang guru di CLC Good Samaritan. Ia ditempatkan mengajar di salah satu tempat kegiatan belajar (TKB) binaan CLC Good Samaritan di daerah Tambunan yang berjarak kurang lebih 45 Km dari Keningau.
Hari pertama mengajar, ia sangat kaku. Seakan-akan dipundaknya ada sebuah beban yang sangat berat yang hampir-hampir tidak dapat pikul. Disamping itu, hampir 100% peserta didik  yang ia didik pada masa itu lahir dan tumbuh membesar di Sabah, sehingga dalam berkomunikasi mereka cenderung menggunakan bahasa Melayu yang diakibatkan oleh pengaruh bahasa sestempat. Hal ini membuatnya kesulitan untuk membelajarkan mereka karena bahasa yang digunakan (Bahasa Indonesia) untuk menyampaikan materi pembelajaran  terkadang membuat mereka kebingungan dan tidak memahami apa yang diajarkan karena adanya perbedaan istilah antara Bahasa Melayu-Malaysia dan Bahasa Indonesia. Hal ini ditambah lagi oleh keterbatasan sarana dan prasana dalam proses belajar mengajar seperti keterbatasan buku referensi, ketidaktersedian alat-alat peraga, alat-alat praktikum, dan sebagainya membuatnya harus bekerja keras agar proses belajar mengajar tetap berjalan lancar dan penyampain materi ajar yang ia ajarkan benar-benar dipahami oleh murid-murid.
Guru adalah sebuah pekerjaan mulia. Karena gurulah, manusia dapat menjadi manusia seutuhnya. Prinsip inilah yang membuatnya tetap dapat bertahan walaupun harus mengajar dalam keterbatasan. Ia kemudian mengubah polah pikir dengan melihat keterbatasan itu bukan sebagai suatu penghalang, namun sebagai suatu tantangan dan motivator agar berusaha lebih baik lagi.
Salah satu keberuntungan di wilayah tempat ia mengajar adalah ketersedian jaringan internet yang mendukung fasilitas, sehingga akses internet tergolong cepat. Fasilitas inilah yang dimanfaatkan sebagai sumber referensi dalam mengajar dan menambah wawasan serta pengetahuan mengenai bagaimana menjadi seorang guru yang profesional.