Mohon tunggu...
novance silitonga
novance silitonga Mohon Tunggu... Penulis - senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melihat Konflik Internal Partai Demokrat

5 Maret 2021   15:31 Diperbarui: 5 Maret 2021   15:43 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Novance Silitonga

Dunia politik memang penuh kejutan dan goncangan yang datang secara mendadak. Febuari kemarin, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara mendadak menggegerkan ruang publik terkait adanya gerakan orang dalam yang berniat mengambil alih kepemimpinannya secara paksa dan inkonstitusional. 

Secara eksplisit putra Presiden ini menyebutnya sebagai kudeta. Memang terasa aneh jika istilah kudeta dinarasikan oleh AHY sedangkan yang menjadi bidikan atau orang yang dituduh adalah orang di luar partai politik yang dipimpinnya yaitu Kepala Staf Presiden, Moeldoko.

Pemberitaan tentang turbulensi politik di tubuh Partai Demokrat kembali menghangat akhir-akhir ini. Pasalnya adalah tuduhan AHY yang bukan saja kepada Moeldoko tetapi juga kepada para sepuh, senior dan tokoh penting lainnya di tubuh Partai Demokrat mendapat reaksi perlawanan dan serangan balik. 

Jika tak dikelola dengan baik, partai ini menghadapi persoalan serius dan berdampak pada eksistensinya kedepan. AHY sebagai putra mahkota menjadi penentu apakah partai ini masih dapat bertahan dan punya cakar dan masih mampu bersaing dalam arena pertarungan perebutan kekuasaan politik kedepannya.

Kepemimpinan Politik

Dalam situasi seperti ini, kepemimpinan politik menjadi tuntutan. Dalam politik praktis, harus pula diakui bahwa apa saja bisa dan mungkin terjadi. Partai politik dianalogikan sebagai sebuah "kerajaan" yang dibentengi oleh tembok atau dinding yang tebal dan tinggi sebagai simbol pertahanan kerajaan dan segala isinya.

Kerajaan lainnya, jika menemukan kesempatan dan peluang untuk menguasai kerajaan akan melakukan aksi atau jika aksinya dari dalam kerajaan sendiri maka akan memunculkan pemberontakan dan penghianatan. Hal yang sama bisa saja menimpa partai politik, tak terkecuali Partai Demokrat.

Inilah mengapa dugaan ambil alih kekuasaan ketua umum secara paksa dipandang sebagai terlihatnya sebuah peluang untuk merebut "kerajaan" Partai Demokrat.  Artinya ada kekuatan yang melihat bahwa kepemimpinan dan kekuatan AHY masih cetek, rapuh dan gamang sehingga ada kesempatan merebutnya.

Melalui media, publik dapat melihat AHY yang lebih menonjolkan tampilan raga seperti tubuh atletis, foto dengan memakai seragam militer  yang berwibawa, memakai pakaian modis mengikuti selera kaum milenial dan terkadang melekat pula aksesoris tubuh dari produk branded. 

Itu semua tidak salah, namun publik belum melihat karya spektakuler AHY sebagai sebuah politisi muda sekaligus pemimpin partai politik dalam kancah politik nasional. Kepemimpinan politik AHY menjadi kunci dalam persoalan yang sedang dihadapi.

Budaya Jalan Pintas Tak Bisa Membuktikan Apapun

AHY menjadi sosok kontroversial di internal Partai Demokrat. Oleh para sepuh dan pendiri ia dianggap sebagai anak kemarin sore yang tak memahami sejarah partai. Jika ukurannya adalah pengalaman maka adiknya, Ibas lebih memenuhi kualifikasi. 

Namun jika standar yang digunakan adalah wibawa, kegagahan dan kemampuan verbal maka AHY melengkapi persyaratan tersebut. Ukuran atau standar seperti ini tidak serta merta pula memberikan garansi bagi Ibas ataupun AHY mampu menenangkan badai yang sedang bergelora di internal partai.

Kehadiran AHY di puncak pimpinan oleh sebagian besar kader dianggap sebagai jalan pintas. Kader sebatas mengetahui tetapi tidak mengenal figur AHY secara kuat. P

adahal bila dibandingkan dengan figur lainnya yang punya spesifikasi mumpuni (pengalaman, pengetahuan, jaringan dan  kemampuan komunikasi),  AHY sebenarnya dapat tandingan untuk bersaing merebut posisi nomor satu di partai.

Dugaan SBY dibalik kemenangan AHY sudah bisa ditebak. Kepemimpinan politik AHY memang butuh ruang dan waktu karena belum teruji. Jalan yang ditempuh untuk posisi ketua umum sangat pendek dan mudah. 

Ibarat pepatah orang bijak, "jika perjuangan terlalu mudah, maka ada sesuatu yang salah". Dalam hal apapun budaya jalan pintas tidak dapat menjanjikan apapun terkait kemampuan kepemimpinan politik.

KLB dan Resiko Terberat 

Pernyataan AHY tentang kudeta, akhirnya memunculkan usulan agar Kongres Luar Biasa (KLB) dilakukan. Tak tanggung memang, usulan ini datangnya dari para dedengkot partai dan didukung oleh kader-kader muda. Jika KLB berhasil dilakukan, ada beberapa situasi yang mungkin muncul.

Pertama, Hasil KLB didukung dan diakui oleh sebagian besar DPD Provinsi dan Kab/Kota. Dengan demikian kepengurusan partai saat ini terancam demisioner dan tak diakui. Langkah selanjutnya para pengurus terpilih KLB akan terus menggembosi kepengurusan AHY.

Kedua, Hasil KLB tidak didukung bahkan ditolak oleh sebagian besar DPD Provinsi dan Kab/Kota. Jika situasi ini terjadi maka wibawa para sepuh, pendiri dan tokoh-tokoh yang mengusulkan KLB menjadi taruhannya. Mereka tentu dianggap sebagai pemberontak yang gagal.

Ketiga, semakin meneguhkan bahwa Partai Demokrat adalah partai dinasti keluarga tanpa ideologi yang kuat. Tentang ini, menarik membandingkannya dengan PDIP. 

Keluarga Sukarno menjadi ikonik bagi partai ini. Sulit membayangkan partai ini dipimpin oleh bukan trah atau keluarga Sukarno. Hampir dipastikan yang mewarisi jabatan ketua umum adalah keturunan Sukarno. 

Sebut saja misalnya Puan Maharani. Tampaknya belum ada pengalaman PDIP dirongrong oleh kekuatan internal atau eksternal partai untuk mengambil kekuasaan kepemimpinan partai yang telah berjilid jilid dipimpin oleh Megawati.

PDIP nuansa ideologisnya kuat. Mereka punya pemilih loyal di kantong-kantong pemilih tertentu yaitu kelompok yang dianggap minoritas, kelompok marginal dan nasionalis. 

Dalam hal ini Partai Demokrat tidak sekuat PDIP. Puan dan AHY sebagai tokoh muda partai, juga kurang tepat dipersamakan. Puan sendiri sudah sangat matang dalam berpolitik karena dari awal sudah melatih naluri kepemimpinan politik di partai, parlemen, bahkan sekarang menjadi ketua DPR.

AHY butuh beberapa putaran untuk mengasah ketajaman kepemimpinan politik dirinya. Kepemimpinan itu tidak bisa dikarbit, diupayakan bahkan dipelajari. Kepemimpian hanya kuat jika dipraktekkan dan dilatih dan ini berhubungan dengan waktu dan pengalaman yang panjang sekali.

Apapun situasi yang muncul, resiko terberat yang akan dinanti adalah kepercayaan konstituen terhadap partai ini. Jika AHY berhasil meredam konflik internal, maka capaian keberhasilan akan disematkan kepada SBY. 

AHY hanyalah "wayang" yang dimainkan untuk kepentingan "dalang".  Masyarakat dengan mudah memahami bahwa pemimpin partai sebenarnya bukanlah AHY melainkan SBY. 

Jika gagal, maka apa yang menimpa Partai Berkarya (Tommy Suharto) sepertinya mampir di tubuh Partai Demokrat. Hasil KLB dinyatakan sah karena memenuhi kuorum dan didukung oleh sebagian besar DPD Provinsi dan Kab/Kota.

 Bahkan lebih tragis, untuk kasus Partai Berkarya, pemerintah mengakui legalitas hasil Munaslub Muchdi Pr. Bukan hal tak mungkin ini juga bisa dialami Partai Demokrat.

AHY dan anak-anak muda lainnya yang mendominasi kepengurusan partai hendaknya hati-hati, bukan saja bermanuver tetapi bersikap, bertutur dan bertindak dihadapan para sepuh, pendiri dan tokoh berpengaruh di partai. 

Langkah politik (KLB) bukan saja dapat diambil oleh mereka tetapi langkah hukum (melaporkan ke polisi) pasti akan segera diambil oleh mereka yang dirugikan nama baiknya oleh AHY. Para pengurus sebaiknya menyadari partai sedang diujung tanduk.

Penulis adalah Peneliti di Populus Indonesia dan Mahasiswa S3 di Unair.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun