Mohon tunggu...
novance silitonga
novance silitonga Mohon Tunggu... Penulis - senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Buruh dan Perusuh Omnibus Law Ciptaker

12 Oktober 2020   13:25 Diperbarui: 12 Oktober 2020   13:36 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peristiwa yang terjadi beberapa hari lalu, tepat 8 Oktober 2020 merupakan puncak dari keresahan kelompok buruh dan pekerja di negeri ini. Ihwalnya adalah pemerintah dan DPR mengesahkan undang-undang sapu jagat yang disebut sebagai Omnibus Law, perangkat hukum yang mengatur beberapa undang-undang menjadi satu undang-undang. 

Diskursus Omnibus law secara fenomenal memberi dampak pada perkembangan politik tanah air. Bahkan omnibus law menjadi "beban politik" yang berat bagi pemerintah ditengah-tengah persoalan besar lainnya yang harus diselesaikan yaitu pandemic covid-19 dan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah bulan desember 2020.

Mengapa harus ada Omnibus Law Ciptaker ?

Diawal wacana omnibus law ini bergulir, perdebatan dan perbedaan pandangan antara pemerintah dengan objek yang akan disasar dalam undang-undang ini yaitu kaum buruh telah terbentuk secara diametral. 

Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa investasi merupakan prasyarat agar ekonomi dapat bertumbuh kearah yang cukup signifikan. Presiden Jokowi dalam janji kampanye pilpres yang lalu menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7 persen. 

Untuk memenuhi janji itu maka penciptaan dan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha harus menjadi prioritas kinerja pemerintah. 

Sedari awal pemerintah menyadari adanya tumpah tindih pengaturan hukum dalam mengenjot pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah kemudahan dalam berinvestasi.

Investasi sulit masuk dan berkembang justru karena adanya pengaturan hukum yang tidak ramah kepada investor. Untuk ijin berinvestasi, khususnya dari luar negeri, hampir dibutuhkan 2 tahun lamanya mengurus proses administrasi perijinan. 

Kondisi seperti inilah yang kemudian membuat para investor mengalihkan investasinya ke negara lain. 

Akhirnya pemerintah membuat penyederhanaan atas tumpang tindihnya pengaturan hukum dalam mengenjot perekonomian. Simplikasi ini bukan persoalan mudah karena hal ini sudah berlangsung terlalu lama dan sulit mensinkronisasikan undang-undang yang tumpang tindih tersebut.

Omnibus law ini merupakan penyatuan atau kodifikasi dari 83 undang-undang yang  menyangkut 2507 pasal menjadi 1 undang-undang dan menyederhanakannya menjadi 174 pasal. 

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Mahfud MD pada saat hadir menjadi narasumber di acara "mata najwa" awal tahun 2020. Kalau begitu tentu ini bukan pekerjaan mudah bagi pemerintah dan DPR. 

Seharusnya ruang publik dibuka seluas mungkin guna mendapatkan berbagai masukan, tanggapan dan pikiran dari masyarakat. 

Jika dicermati, sebenarnya langkah ini telah pula diambil oleh pemerintah dengan menghadirkan perwakilan 2 organisasi besar buruh yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Buruh (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Namun tampaknya pemerintah tidak pula melibatkan mereka dalam pembahasan secara komprehensif karena ini menjadi demarkasi parlemen dan jikapun kaum buruh ingin terlibat berkontribusi dalam pembahasan menyeluruh, kaum buruh dapat datang ke gedung parlemen.

Dalam banyak hal, pemerintah tidak pula menyajikan proyeksi cost and benefit dari undang-undang ciptaker ini. Artinya sejuah mana undang-undang ini nantinya mampu memberi garansi menggairahkan dunia investasi dan hilir dari semuanya adalah penciptaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. 

Faisal Basri, Ekonom Indonesia secara kritis mengatakan bahwa tanpa Undang-Undang Ciptaker, ekonomi Indonesia dapat tumbuh walaupun tidak seperti target pemerintah di awal pemerintahan. 

Faktor penyebab menurunnya pertumbuhan ekonomi murni karena peristiwa global yaitu pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia dan melumpuhkan pertumbuhan ekonomi dunia, dimana Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi secara negatif. Pandemi covid-19 cenderung dijadikan alasan dalam menilai peristiwa  apapun yang terjadi saat ini.                   

Akan tetapi langkah pemerintah untuk membuat omnibus law ciptaker ini merupakan langkah strategis yang merespons pertumbuhan ekonomi kedepan, khususnya ditengah ketidakpastian akibat pandemi covid-19 yang sebagian negara memasuki gelombang kedua pandemi. 

Namun pemerintah juga perlu menyadari, singkatnya waktu dalam penyelesaian undang-undang sapu jagat ini membuka peluang timbulnya jual beli pasal. Bangsa ini punya pengalaman yang cukup panjang terkait praktek-praktek culas antara penguasa (pemerintah), anggota DPR dan pengusaha.

Praktek culas dalam bentuk jual beli pasal acap kali terjadi pada saat membahas, menyusun dan menetapkan undang-undang baru, khususnya undang-undang yang mengatur sektor-sektor energi dan ekonomi. Sempitnya waktu pembahasan menjadi celah yang digunakan memuluskan pratek-praktek culas tersebut. 

Apalagi masih terdapat sejumlah keraguan atas kemampuan DPR menyusun undang-undang tersebut. Pula kita harus sadar bahwa penyusun omnibus law ini adalah lembaga politik yang tidak selalu menegakkan prinsip the right man on the right place. 

Mengundang sejumlah pakar dan ahli untuk dengar pendapat, tidak menjadi jaminan mereka mendengarkan dan menerima sumbang saran dan pikiran yang diberikan.

Reaksi Buruh 

Setelah omnibus law disahkan menjadi undang-undang, muncul reaksi dari kaum buruh. Secara cepat reaksi tersebut bergerak secara terorganisir di beberapa kota besar di Indonesia seperti, Jakarta, Bekasi, Bandung, Medan, Surabaya, dan Makasar. 

Kaum buruh merupakan kelompok masyarakat yang kuat dari aspek pergerakan dan penghimpunan massa. 

Aksi-aksi jalanan dengan mendatangkan buruh dalam jumlah spektakuler menjadi ciri khas kelompok ini jika sedang melakukan aksinya. Buruh menjadi sebuah kekuatan dan memiliki daya "magis" politis bagi mereka yang cakap dan fasih melakukan pengorganisasi kelompok.

Sebelum pemerintah bersama DPR mengesahkan omnibus law ciptakerja, pemerintah memanggil pimpinan 2 kelompok buruh. Publik mungkin saja menduga bahwa pertemuan tersebut sebagai langkah antisipatif pemerintah agar buruh dalam melakukan aksi penolakan terhadap omnibus law tidak dengan cara-cara anarkhis dan mengingatkan kembali suasana yang tidak kondusif dari aspek kesehatan. 

Namun arus bawah seakan tidak mau tau hasil pembicaraan para pemimpin mereka. Reaksi yang diberikan oleh buruh adalah melakukan demonstrasi dan aksi-aksi anarkhis.

Demonstrasi dipandang sebagai gerakan wajar dalam negara demokrasi, sepanjang tidak melakukan anarkhis dan upaya penggulingan pemerintahan yang sah, demonstrasi harus dikawal agar tidak disusupi oleh gerakan-gerakan pengacau yang menjauhkan tujuan dari demonstrasi itu sendiri. 

Misalnya, aksi demonstrasi oleh buruh bertujuan untuk menolak dan membatalkan omnibus law  yang merugikan hak-hak buruh dan bukan menuntut agar presiden turun. Namun kehadiran para penyusup yang sering kali kurang diantisipasi bahkan tidak dapat diantisipasi oleh gerakan kaum buruh dapat mengubah tuntutan demonstrasi. Jika situasi seperti ini terjadi, maka yang muncul adalah kerusuhan yang barbarian.

Reaksi buruh dalam demonstrasi atau aksi penolakan dan pembatalan omnibus law ini telah disusupi oleh kelompok perusuh yang punya agenda dan kepentingan lain selain penolakan dan pembatalan omnibus law. 

Reaksi buruh dipandang tidak murni sebagai sebuah gerakan penolakan atas pelanggaran hak buruh. Penyusup menjadi satu-satunya faktor penjelas mengapa terjadi anakhis dalam aksi demontrasi tolak omnibus law. 

Tindakan anarkhis yang terjadi membentuk citra buruk buruh menjadi perusuh. Citra perusuh kemudian menimbulkan persepsi negatif dan tidak simpati  kepada buruh. Akhirnya gerakan buruh selalu diasosiasikan dengan rusuh. 

Jika buruh bergerak maka aktivitas perekonomian mengalami gangguan dan kerugian. Di Jakarta sebagai sentral gerakan penolakan, mengalami kerugian 65 Miliar. Daerah lainnya secara komulatif dipastikan menghasilkan kerugian yang angkanya dapat mencapai puluhan miliar.

Kaum Perusuh (Anarko)

Pada kenyataannya, demontrasi yang terjadi berujung pada tindak kriminal dan perusakan terhadap fasilitas umum. Pemerintah menyatakan kelompok perusuh atau anarko adalah kelompok bayaran yang dikendalikan oleh oknum tertentu. 

Oleh pihak keamanan menegaskan kembali bahwa kelompok anarko ini sengaja dibiarkan lapar agar bringas dalam aksi-aksinya. Jumlah anarko yang diamankan oleh pihak keamanan bahkan hampir 1000 orang. Jumlah ini terbilang cukup banyak. Siapa kelompok anarko ini?.

Kelompok anarko yang dimaksud adalah mereka yang secara aktif menyebarkan hoax atau berita tidak benar dan mereka yang melakukan infiltrasi melalui sebuah perencanaan yang terorganisir untuk menciptakan situasi tertentu yaitu kerusuhan. 

Penafsiran atas kerusuhan yang terjadi bisa pula berkembang kemana-mana seperti, upaya penggulingan pemeritahan yang sah (mengganti jokowi), arogansi aparat kepolisian menghadapi para demonstran, mosi tidak percaya kepada parlemen yang tidak sensitif atas penderitaan rakyat buruh dan lain sebagainya.

Kelompok ini semakin berkembang karena alam demokrasi yang memberi tempat kepada kebebasan bersuara, berekspresi dan menyatakan pendapat di depan umum. 

Kelompok ini mempunyai peran dan fungsi masing masing yaitu yang berperan sebagai aktor intelektual dan ada yang berperan sebagai operator dilapangan yang langsung bersentuhan dan menyatu dengan gerakan buruh. 

Aktor intelektual berfungsi sebagai designer mulai dari perekrutan, merancang model  aksi, teknik-teknik agitasi dan provokasi, sedangkan operator adalah mereka yang turun ke lapangan untuk bergabung dengan para demonstran dan melakukan kerusuhan.

Lantas mau apa?

Percaya kepada pemerintah bahwa omnibus law akan mendatangkan benefit dan kemashalatan  bagi buruh dan negara adalah optimisme yang harus dimiliki oleh kita sebagai warga negara. 

Sikap kritis warga negara adalah hal mutlak untuk terus dihidupkan. Kita harus paham bahwa menyusun omnibus law ciptaker bukan perkara mudah. Bercermin dari kemampuan DPR dalam menyusun undang-undang tersebut tidak tertutup kemungkinan kualitas omnibus law masih terdapat kekurangan disana-sini.

Langkah yang paling baik yang bisa diambil jika omnibus law ini benar-benar tidak berpihak kepada kaum buruh, maka bisa dimohonkan untuk dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. 

Barangkali proses akan panjang tetapi langkah seperti ini menunjukkan tingkat kemahiran kita berdemokrasi. Tidak selalu diwarnai aksi anarkhis dan kekerasan yang merugikan semua pihak.

Oleh : Novance Silitonga

(Peneliti di Populus Indonesia/Mahasiswa Program S3 Fisip Unair Surabaya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun