Mohon tunggu...
Novan Ardiansyah
Novan Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Tertarik pada perkembangan fisika partikel dan kuantum

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bilangan Fibonacci dan Keistimewaan Golden Ratio

7 Juli 2021   21:01 Diperbarui: 7 Juli 2021   21:05 10990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang astronom bernama Galileo Galilei pernah mengatakan bahwa "Mathematics is the language with which God has written the universe". Dalam bahasa Indonesia berarti "Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan untuk membuat alam semesta ini". Ia mungkin sedang mengungkapkan pemahamannya tentang bagaiman pemahamannya tentang bagaimana pentingnya matematika di dalam keberadaan kita, pepatah ini begitu relevan bahkan hingga hari ini, dimana matematika adalah kunci dari begitu banyak kehidupan modern kita.

Misalnya angka "pi" () atau 3,14... atau 22/7 muncul saat kita menghitung sebuah lingkaran. Bukan kebetulan bahwa sebagian besar benda langit sendiri berbentuk bola, semisal Bumi, Bulan, dan Matahari. Lalu mungkin muncul pertanyaan di benak kita, apakah ada angka tertentu yang seakan-akan dijadikan patokan dalam Penciptaan seluruh kehidupan, bahkan alam semesta?

Jawabannya mungkin bisa kita ketahui menggunakan deret bilangan yang disebut sebagai "Deret Fibonacci".

DERET FIBONACCI

Jika kita menanyakan pertanyaan di atas tentang "bilangan favorit Tuhan" kepada kaum Katolik di masa Eropa kuno, maka mungkin mereka menjawab bahwa angka mistis yang mengatur seluruh alam semesta adalah "7". Hal ini mengingat betapa seringnya angka 7 muncul dalam Kitab Suci, seperti Tuhan menciptakan dunia dalam 7 hari, ada 7 hari dalam seminggu, ada 7 dosa mematikan (Seven Deadly Sin : Pride, Greed, Wrath, Envy, Lust, Gluttony, Sloth), bahkan kemunculan 7 malaikat dengan 7 terompet sangkalala pada hari kiamat.

Ketika merumuskan Bilangan Fibonacci, mungkin bukan hal tersebut yang dipikirkan oleh seorang pemuda bernama Leonardo Fibonacci. Leonardo lahir pada tahun 1170 di Pisa, Italia. Ayah Leonardo merupakan seorang pedagang yang menharuskan untuk sering berpergian kemana-mana ingin putranya dapat meneruskan bisnis keluarga mereka. 

Karena itulah, ia kemudian menyekolahkan Leonardo hingga jauh ke Maroko, di ujung utara Benua Afrika (wilayah Maghribi) untuk berguru pada seorang guru Muslim. Kala itu masihlah puncak kejayaan "Golden Age of Islam" (abad ke 8 hingga 14 M) sehingga ayahnya tahu pendidikan terbaik berada di negara-negara Islam, sedangkan di Eropa sendiri masih berkecamuk "Dark Age".

Sayangnya saat telah dewasa dan kembali ke Italia, Leonardo justru lebih tertarik dengan keindahan sains, sehingga ia sama sekali tak berminat menjadi pedagang dan ia malah menjadi matematikawan. Ia kemudian merumuskan sebuah model yang menggambarkan laju reproduksi kelinci (Fibonacci's Rabbits) dimana ia kemudian menemukan Bilangan Fibonacci. Bilangan Fibonacci sebenarnya merupakan kumpulan angka yang menyusun sebuah deret bilangan dimana angka selanjutnya adalah hasil penambahan kedua angka sebelumnya.

Angka pertama dan kedua Deret Fibonacci adalah 0 dan 1. 0+1 adalah 1, jadi angka ketiga adalah 1. Angka keempat adalah 1+1=2, Angka ketiga adalah 1+2=3, begitu seterusnya. Maka Deret Fibonacci akan berupa:

0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, ...... (Rumus Fn   = Fn-1 + Fn-2)

Pada saat merumuskannya dalam bukunya yang berjudul "Liber Abaci" pada tahun 1202, Leonardo Fibonacci belum mengetahui keistimewaan deret tersebut yang sesungguhnya. Barulah 300 tahun kemudian, ketika angka itu digali kembali oleh Luca Pacioli lewat bukunya "The Divine Proportion", barulah manusia menyadari "keistimewaan" angka-angka ini, terutama apabila angka-angka ini diperbandingkan. Seniman legendaris Leonardo da Vinci menyebut perbandingan antara angka-angka ini sebagai "The Golden Ratio".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun