Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Jadikan Anak sebagai Teman, Bonding Masa Kini

27 September 2024   14:07 Diperbarui: 30 September 2024   20:01 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bonding (Sumber : ddimitri/Pixabay)

Zaman memang telah berubah, begitu pula pola asuh anak, hubungan antar orangtua dan anak juga mengalami perkembangan. Bila ditilik lagi, hubungan anak dan orangtua memang perlu pemahaman ulang.

Sebagai orangtua, saya pernah mengalami masa sebagai anak-anak. Ingat bagaimana orangtua memegang peranan yang sangat mendominasi. Anak tinggal menerima hasil keputusan yang sejatinya mungkin tidak sejalan dengan keinginan anak.

Urusan memilih sepatu sekolah yang sepele saja, peran orangtua sangat kuat. Dulu, sepatu sekolah saya selalu dari merk Bata (ini sama sekali bukan iklan). Sebagai anak saat itu saya tak bisa memilih, bahkan hingga warna dan model sudah dipilihkan ibu saya. Tinggal pakai saja.

Selain pemilihan sepatu sekolah, model potongan rambut saat saya sekolah juga sudah ditentukan orangtua. Si abang cukur cukup mengkonfirmasi ke ibu saya. Mau model apa? Saya sebagai objek, si pemilik rambut tidak pernah ditanya. Mau dicukur model apa?

Begitulah orangtua diawal tahun 80-an. Tapi info ayah dan ibu saya. Dominasi orangtua malah lebih jauh dalam saat mereka menjadi anak. Sampai urusan pasangan hidup, orangtua punya peran yang sangat menentukan. Jadi kalau dilihat dari perkembanganya, semakin berjalannya waktu pola hubungan anak dan orangtua terus mengalami perubahan.

Saya sama sekali tidak menyalahkan pola asuh orangtua saat itu. Memang zamannya seperti itu. Pemahaman orangtua hanya sampai sisi itu saja. Literasi juga sangat terbatas. TV saja hanya TVRI yang bisa ditonton. Media hanya berpusat pada media cetak, kalaupun ada radio juga tidak banyak bedanya.

Itu sebabnya bonding orangtua zaman dahulu tidak akan sama dengan bonding zaman now. Kini anak-anak jauh lebih bebas, mereka bebas memilih apa saja yang mereka sukai. yang dulu, zaman orangtuanya dianggap tabu kini sudah tak ada malu. Yang dulunya bikin malu sekarang dilakukan tanpa ragu-ragu. 

Bonding Zaman Now

Sebelum lebih jauh, saya khawatir bias terhadap frasa bonding, kalau mengutip definisi bonding dari buku The Book of Read Aloud, bonding memiliki definisi ikatan yang kuat antara anak dan orangtua ikatan emosional ini bisa berupa rasa aman, kasih sayang, cinta kasih, saling memahami antara anak dan orangtua.

Bonding memiliki dampak positif yang luar biasa. terutama bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Seorang anak yang memiliki bonding dengan orangtuanya, dipercaya memiliki kesehatan mental yang baik, daya tumbuh anak menjadi optimal.

Saling percaya akan terbangun dengan baik karena orangtua bisa melakukan bonding dengan anaknya, maka akan muncul saling paham dan saling mengasihi. Sayangnya, di kalangan anak muda bonding dengan orangtua terasa sulit. Bahkan ada kebiasaan bila seorang anak remaja acapkali tidak akur dengan orangtuanya terutama dengan bapak. 

Hubungan renggang antara anak laki laki dengan bapak sering didapati dalam konflik. Saya marasakan sendiri saat remaja sering sekali berbeda pendapat hingga terjadi konflik kecil dengan ayah. 

Bonding dengan ayah rasanya saat remaja sangat sulit, kami bahkan beberapa kali saling diam, tidak berkomunikasi beberapa hari. Kalau sudah begini saya kena marah ibu dan diminta untuk minta maaf dan mulai membuka komunikasi dengan ayah.

Rasanya berat dan muncul ego, kenapa saya yang harus memulai komunikasi? lama kelamaan akhirnya saya sadar juga. Sebagai anak, rasanya tak pantas melawan seorang ayah dengan berani mendiamkan, tidak berbicara dan berkomunikasi.

Hal ini ternyata terjadi lagi, tapi sekarang posisi saya menjadi bapak. ada beberapa momen saya berkonflik dengan anak laki laki saya yang mulai remaja. Hampir mirip kejadiannya. Dari situlah saya sadar, dulu saya sebagai anak merasa benar sendiri. Egonya salah kaprah. 

Memulai bonding dengan anak yang memasuki remaja ada trik khusus, selain zaman sudah jauh berubah, pola hubungan orangtua dan anak juga mengalami pergeseran. Anak tidak lagi diperlakukan sebagai layaknya anak, ia sudah berubah remaja lalu memasuki masa dewasa.

Pola pikirnya berubah, sensivitas perasaannya juga berubah. Perlakuan saat kanak kanak sudah tidak bisa lagi diterapkan. Anak-anak ini perlu diberikan apresiasi dan diberikan rasa 'hormat'. Tapi rasa 'hormat' disini bukan membalik keadaan,bukan orangtua malah berubah jadi 'hormat' kepada anak. 

Tapi rasa 'hormat' di sini anak diberikan kebanggaan di depan teman-temannya, lingkungannya, termasuk dalam lingkup keluarga. Di hadapan adik-adiknya. Saya menamakan dengan memberikan 'kepantasan' sikap.

Oleh karena itu saat berkomunikasi dengan anak saya menggunakan relasi 'sahabat' atau relasi 'pertemanan'. Seolah saya menurunkan ego saya sebagai bapak dan muncul sebagai seorang teman. 

Saya sedikit banyak belajar bahasa gaul anak muda zaman now, memahami gaya komunikasi anak zaman now, tidak menggurui, tidak memberikan perintah layaknya komandan ke bawahan. 

Bahkan saya tak segan bertanya dan merasa tidak paham untuk minta diajarkan anak-anak. Biasanya anak-anak ini merasa senang bila orangtuanya mau bertanya tentang sesuatu hal tentang dunia mereka. MIsal saya bertanya tentang Kpop, artis artis korea yang sedang digandrungi anak-anak muda. atau hal lain yang bersifat dunia pop zaman now.

Biasanya mereka dengan senang hati memberikan jawaban dan menerangkan dunia mereka. Dari sinilah bonding saya mulai. Merasa border antara orangtua dan anak mulai menipis dan tidak lagi menjadi penghalang.

Kalau sudah begitu timbul saling menghargai, dunia mereka yang kadang tidak dipahami orangtua mulai dikenali orangtua. Yang perlu dilakukan orangtua adalah menjaga ada batas yang disepakati tidak boleh dilanggar. seperti batas tentang penyalahgunaan obat terlarang, minuman keras hingga perilaku seks yang belum boleh dilakukan hingga resmi menikah.

Kesepakatan itu saya bicarakan dengan anak-anak, termasuk saat saya melarang anak-anak untuk tidak menginap di rumah temannya. Saya memang membuat kesepakatan anak-anak tidak diizinkan berada di luar rumah pada jam tertentu. Sebelumnya saya jelaskan kenapa ada pembatasan ini, biasanya ada perdebatan hingga anak kemudian paham.

Saya secara khusus memberikan kebebasan yang bertanggung jawab. Ada yang pantas dilakukan dan ada yang pantas tidak boleh dilakukan. Tentu semuanya setelah terjadi perbincangan, perdebatan hingga muncul kepahaman.

Bonding orangtua dan anak akan terjadi dalam suasana bersahabat layaknya dunia pertemanan. Tidak ada lagi pemaksaan sepihak apalagi sikap otoriter yang membuat anak berubah menjadi pemberontak.

Apakah Berhasil Apa yang Saya Lakukan?

Sejauh ini apa yang kami lakukan cukup berjalan dengan baik. Anak-anak mampu melewati fase remaja dengan baik. Fase krusial dalam pencarian jatidiri. Anak pertama, kedua dan ketiga paham seperti apa pergaulan sehat yang harus dijalankan.

Sebagai orangtua saya memiliki bonding yang baik dengan semua anak-anak. Saya bisa berlaku sebagai teman curhat, Bisa diterima dengan baik dalam dunia remaja mereka. Kehadiran saya sebagai ayah tidak mengganggu dunia mereka. 

Dengan begitu mereka bebas dan tidak merasa canggung berbicara hal hal yang sifatnya pribadi. Karena mereka percaya, orangtua adalah bagian yang harus terlibat secara intens dalam semua masalah dan kehidupan mereka.

Bonding inilah yang seharusnya dimiliki orangtua dan anak. Saling mempercayai dan bisa saling menasihati. Sebagai orangtua jangan merasa terganggu bila anak-anak memberikan nasihat atau saran kepada orangtuanya. Berbahagialah saat anak bisa memberikan nasihat, itu tanda mereka telah memasuki fase dewasa.

Itu yang saya lakukan hingga saat ini. Memiliki anak yang beranjak dari remaja menuju dewasa. Anak-anak yang mulai masuk dunia kerja dan menemukan dunia barunya. Di fase ini bonding juga mengalami perubahan pola.

Anak sudah memiliki penghasilan sendiri, mulai hidup mandiri dan mulai menata hidup lebih luas lagi. Sebelum mengantarkan mereka memasuki gerbang pernikahan, dimana mereka memulai perjalanan sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab.

Salam Bahagia...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun