Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pasca Demo Besar, Apakah Kewarasan Politik Membaik ?

23 Agustus 2024   10:33 Diperbarui: 23 Agustus 2024   10:38 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Baharudin Al fajri via Kompas.com

Produk hukum dibuat untuk kemaslahatan umum, dikaji panjang, lalu disepakati bersama. Bila ada celah celah untuk mengakali hukum hanya untuk menyenangkan satu pihak atau satu golongan jelas sebuah ketidakwarasan. Ini bukan masalah aturan main, tapi  ini masalah hasrat kekuasaan yang kebablasan. Hukum dipakai bila menguntungkan namun ditolak atau diabaikan bila merugikan. Waras ?

Lalu apakah Partai Berbahagia dengan Putusan MK ?

Pertanyaan ini sejatinya hanya bisa dijawab para politikus, bila dilihat dari salinan putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024, seharusnya kini terbuka peluang lebih banyak partai parlemen , partai non parlemen, calon independen untuk bisa bersaing. 

Harusnya secara umum putusan MK ini membuat bahagia , masyarakat juga memiliki pilihan calon pemimpin daerah lebih banyak. Calon independen juga bisa terakomodir. Kontestasi jadi lebih fair, meminimalkan koalisi  besar partai untuk menelikung hingga tak ada lawan untuk bertanding.

Waktu pendaftaran calon pilkada sudah semakin dekat, 27 Agustus. Hanya tersisa beberapa hari, kompromi politik pasti terus berjalan. Partai akan berkonsolidasi baik internal , dengan koalisi bahkan dengan partai yang akan diajak bergabung.

Seharusnya ini saja fokus partai bukan malah membuat tafsir sendiri dan membuat produk hukum dengan revisi UU Pilkada yang akan membuat demokrasi menjadi kacau. Penggalangan kekuasaan bukan untuk mengebiri lawan politik. Bersainglah, biar rakyat yang akan memilih dan menentukan. Jangan memberikan contoh buruk.

Demo 22 Agustus merupakan reaksi rakyat yang sangat powerfull, cermin rakyat tidak diam akan tindakan konyol selama ini  seolah rakyat akan diam saja. Rakyat masih menunggu janji dari pimpinan DPR yang tidak melanjutkan upaya revisi UU Pilkada. 

Pasca Demo, semoga menjadi pil pahit agar politik menjadi waras.


Demonstrasi di beberapa kota, terutama yang terjadi di Gedung DPR di Jakarta menjadi sinyal keras agar jangan bermain main dengan keputusan hukum. Terutama dengan langkah menggunakan institusi yudikatif untuk melegalkan hal yang sebenarnya mencederai hukum itu sendiri.

Pemerintah dan DPR agar tidak mengambil jalan lain yang malah membuat ketentraman negara menjadi terancam. Demonstrasi besar besaran jangan dimaknai sebagai counter dari lawan politik tapi inilah suara rakyat yang sudah tidak tahan akan rezim yang sudah kelewatan.

Lembaga yudikatif bukan menjadi cap untuk kelanggengan sebuah kekuasaan. Lembaga yudikatif  yang diwakili Mahkamah Konstitusi memiliki marwah untuk menjadi pagar dari kepentingan politik yang merugikan. Memastikan produk hukum tidak melanggar konstitusi apalagi menjadi alat kekuasaan. Apresiasi yang tinggi untuk semua pihak yang punya kepedulian untuk  menjaga demokrasi. Tetap waspada, langkah mengawal putusan MK harus terus dilakukan hingga Pilkada berjalan adil dan lancar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun