Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Hopeless of Job, Kenapa Bisa Terjadi?

30 Juli 2024   18:46 Diperbarui: 31 Juli 2024   12:04 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unsplash via KOMPAS.com

Didin, pemuda berumur 25 tahun ini duduk di depan teras rumahnya yang sederhana di sebuah gang sempit . Ia sibuk membuka laman lowongan kerja dari sebuah aplikasi . Didin hanya lulusan sekolah menengah atas. Didin sudah mencoba melamar kerja.. Ratusan lamaran sudah dikirim ke berbagai perusahaan. Sayang , pekerjaan yang ia dambakan tak kunjung didapat

Persyaratan kerja menuntut gelar sarjana dan berpengalaman kerja minimal satu tahun. Sebuah halangan untuk Didin. Kerja kantoran yang menurut Didin keren. Targetnya bila ia sudah mendapat pekerjaan mapan, diangkat jadi karyawan tetap, Didin akan segera melamar kekasihnya tetangga desa sebelah. 

Begitu syarat dari calon mertua, Didin harus punya penghasilan tetap agar restu didapat. Sebenarnya Didin sudah mencoba beberapa pekerjaan, pengantar paket, ojek online hingga sales sebuah sepeda listrik. 

Pekerjaannya berhenti saat kontrak habis. Tak dilanjutkan oleh pemilik usaha, kecuali ojek online yang tak dilanjutkan karena penumpang sepi dan sering dikejar kejar ojek pangkalan.

Pekerjaan kasar lainnya juga pernah dilakukan Didin, menjadi kuli bangunan. Pekerjaan ini hanya kuat dijalani selama 2 pekan. Didin angkat kaki karena sering dimarahi mandor proyek karena sikil Didin dinilai sangat terbatas untuk urusan pekerjaan konstruksi bangunan.

Selain Didin, ada Ulfa , gadis yang baru umur 26 tahun seorang sarjana yang lulus empat tahun yang lalu. Ulfa merupakan anak sulung dari 3 bersaudara. Walau sudah memiliki titel S1 lowongan untuk Ulfa juga sulit. 

Kalau sekedar dapat panggilan wawancara, psikotes sudah banyak ia terima. Berbagai jenis pekerjaan, tapi hasil akhirnya hanya disuruh menunggu tanpa ada kepastian diterima kerja. Entah apa yang kurang dari Ulfa.

Hanya ada tiga kali ia diterima , rata rata sebagai sales dengan target penjualan. Perjanjian kerja di awal bila tak mencapai maka akan dievaluasi yang berujung dengan PHK. Ternyata gelar sarjana tak menjamin seseorang mudah diterima kerja. Ulfa sadar ia hanya lulusan dari kampus swasta yang namanya tidak dikenal banyak orang.

Perusahaan biasanya melihat latar belakang kampus, bersaing dengan lulusan kampus negeri ternama atau kampus swasta bonafit membuat Ulfa kalah bersaing. Maka hingga hari ini belum memiliki pekerjaan tetap. Ulfa sudah malas mengirim surat lamaran dan CV.

Apa yang dialami Didin dan Ulfa ternyata dialami ratusan ribu anak muda di Indonesia, menurut catatan badan pusat statistik (BPS) per Februari 2024 ada 369 622 anak muda. Jumlah ini setara dengan 7,5% dari total angkatan kerja. 

BPS menamai fenomena ini dengan sebutan Hopeless Of Job, putus asa dalam mencari kerja. Keadaan ini ditengarai menjadi potensi seseorang terkena frustrasi hingga depresi. Seseorang yang secara terus menerus mengalami apa yang dialami Didin dan Ulfa, apalagi bila keadaan sekelilingnya malah menyalahkan dan tidak memberikan dukungan positif maka kesehatan mental bisa terganggu.

Bahkan dalam kondisi tertentu ada keluarga yang memberikan support yang salah, dengan mengaitkan kesulitan mendapat pekerjaan dengan hal yang berbau mistik. Usaha yang tak masuk akal malah dijadikan solusi dengan berkonsultasi dengan 'orang pintar' alias dukun. Bukannya menyelesaikan malah menambah masalah baru. 

Atau ada seseorang yang telah putus asa karena tak juga kunjung diterima kerja malah terjebak dengan judi online. Berharap mendapatkan uang dengan cara berjudi. Sudahlah menganggur malah menjadi beban keluarga dan lingkungan. Apalagi bila uang berjudi didapat dari mengambil pinjaman online (pinjol). Semakin dalam jurang yang dimasuki.

Ilustrasi (sumber via /thefederalist.com)
Ilustrasi (sumber via /thefederalist.com)

Apa Penyebab Hopeless Of Job?

Terjadi hopeless of job merupakan multifaktor. Keadaan saat pandemi beberapa tahun yang lalu menaikkan angka hopeless of job cukup signifikan. Dimana banyak perusahaan mengurangi bahkan merumahkan pekerjanya. Angkanya mencapai 1,1 Juta atau setara dengan 20,82 % pada tahun 2022. 

Keadaan ekonomi makro dan keadaan politik juga sedikit banyak memberikan dampak sulitnya memperoleh pekerjaan. Di Kabupaten Tangerang yang merupakan wilayah Industri banyak pabrik yang tutup. Persaingan mendapatkan pekerjaan menjadi sangat tinggi. Sementara lulusan dari jenjang sekolah menengah atas dan sarjana terus bertambah.

Secara umum ada empat hal yang ditengarai sebagai faktor tingginya angka hopeless of job,

Pertama, faktor rendahnya tingkat pendidikan yang 55,8% lulusan SMP ke bawah. Ditambah dengan rendahnya skil yang dimiliki. Pekerjaan formal mensyaratkan lulusan jenjang SMA untuk pekerja pabrik, sales lapangan, operator dan beberapa pekerjaan lainnya. Bahkan untuk tingkat ini lulusan S1 juga ikut melamar. 

Lulusan di bawah SMP biasanya banyak diserap sebagai pekerja informal. Baik sebagai pelayan hingga bagian kebersihan. Walaupun sektor informal jauh lebih besar dari sektor formal , kebanyakan pekerjanya si pemilik usahanya sendiri atau masih punya hubungan keluarga.

Kedua, Kurangnya lapangan pekerjaan formal. Menurut data BPS , sektor formal menyumbang 40,69% (Data Agustus 2022). Angka ini tentu membuat angka keterserapan pekerja menjadi terbatas. Sektor formal juga banyak tersedia di perkotaan atau wilayah industri.

Hal inilah yang membuat terjadinya pergerakan orang dari daerah menuju kota untuk mencari kerja. Pekerjaan sebagai petani juga tidak menarik minat anak muda, selain tanah yang sudah banyak berubah fungsi menjadi perumahan baru.

Ketiga, Ketidaksesuaian antara pendidikan dan pekerjaan , atau istilah industrinya link and match. Ketidaksesuaian ini sering membuat seseorang sulit mendapatkan pekerjaan sesuai dengan minat dan skill yang dimiliki. Orang yang hanya lulusan SMA umum sulit diterima di pekerjaan konstruksi atau manufaktur yang membutuhkan keterampilan khusus.

Keempat, Terjadi perubahan dan pergeseran budaya kerja yang fleksibel. Salah satu hal positif saat pandemi adalah perubahan cara kerja offline menjadi online atau gabungan dari keduanya yang biasa disebut hibrid. Perubahan ini juga membuat perusahaan tidak memerlukan kantor yang luas bahkan yang bekerja dari coworking space atau dari cafe.

Dampaknya, pekerjaan semakin lebih mudah dan perusahaan bisa mengurangi jumlah pekerjanya. apalagi teknologi informasi yang sudah sangat mudah dengan adanya kecerdasan artifisial (AI). Banyak pekerjaan bisa dikerjakan secara cepat tanpa memerlukan keterampilan tertentu.

Lalu Apa Solusi yang Bisa dilakukan ?

Hopeless of Job terjadi karena sulitnya mencari pekerjaan yang didambakan. Keterbatasan pekerjaan di sektor formal. Terjadi persaingan yang ketat di kalangan calon pekerja. Semakin tersedianya aplikasi untuk kemudahan beberapa pekerjaan.

Orang yang tak kunjung diterima kerja formal sejatinya bisa beralih menjadi pekerja mandiri untuk hal kreatif. Memang dibutuhkan keterampilan tambahan, dibutuhkan jaringan dan market yang lebih luas. Tak melulu di wilayah lokal tapi bisa menjangkau nasional bahkan global.

Ada orang yang menjual baju batik dari sebuah wilayah yang masuk kategori desa di Jawa Tengah, namun dengan keterampilan penjualan online, usahanya bisa meraup omset yang besar. Pembelinya dari seluruh wilayah di Indonesia bahkan ke luar negeri. Tempat bekerja sudah tak memandang kota atau desa. Semua akan sama saja. Asal ada jaringan internet yang stabil dan baik. Itu yang menyebabkan lebih baik pemerintah bisa memberikan jaringan internet yang mudah dan gratis ketimbang memberikan makan gratis (maaf keluar konteks).

Solusinya adalah cobalah menjadi pekerja mandiri , bisa Enterpreneur, Solopreneur, atau apalah sebutannya. Gunakan media sosial yang ada, atau marketplace yang banyak tersedia.

Hopeless of Job bisa diatasi dengan merubah mindset, dari pelamar kerja menjadi pembuat kerja. Dari melamar pekerjaan menjadi dilamar untuk suatu pekerjaan. banyak jalan namun perlu effort, perlu kesabaran. Perlu banyak belajar. Perbanyak jaringan. 

Karena sudah banyak contoh berhasil, sudah banyak orang sukses dari cara menjadi pekerja mandiri. Percayalah dan banyaklah berdoa dengan ikhtiar terbaik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun