Penyair besar sekelas Joko Pinurbo memang jarang dilahirkan. Sabtu (27/4) adalah hari terakhir ia berada di dunia. Panti Rapih adalah bagunan terakhir yang ia kunjungi sebelum akhirnya nafasnya terhenti.
Penyair yang lahir dari rasa sakit Asma Bronchitis ini terus tumbuh. Dilahirkan di tanah pasundan, Sukabumi. Siapa sangka Yogyakarta lebih memikat dirinya. Ia memilih hidup merana dan bahagia di tanah Sultan.
Jokpin adalah panggilan mewahnya. Lelaki yang sabar meniti dunia sastra itu butuh puluhan tahun untuk bisa menjadi besar dan dikenal. Di usia 38 tahun namanya baru diperhitungkan. Jokpin sabar dan tak pernah merasa lelah apalagi mundur.
Baginya, pencapaian kesuksesan bukan karena pengakuan tapi karena produktivitas  yang  ia ritualkan setiap hari. Tangannya yang kurus tak pernah bosan untuk memproduksi kata kata. Â
Prosesnya panjang, tak dilakukan semalam. Jokpin mengambil semangat dari karya karya Sapardi Djoko Damono. Puisinya bercerita tentang kehidupan nyata. Kadang menyindir dengan banyak tafsir. Kadang tembak langsung yang diksinya harus ditebak tebak.
Kepiawaian mengulik kata kata, melarutkan ‘nyawa’ hingga menjadi puisinya nikmat dalam kepala orang orang awam sekalipun. Ada pesan yang ia titipkan, namun Jokpin menghindari menjadikan puisinya menjadi arwah spiritual.
Syair puisi Jokpin mengurai hal sederhana, hal yang terjadi pada keseharian, bahkan terkadang absurd tapi sangat jenius. Tak terpikir oleh kepala yang sering makan MSG seperti saya. Keunikan Jokpin melahirkan puisi mengambil kisah nyata kehidupan manusia, mengaduknya dalam baris kata yang tak tertebak namun mengagetkan.
Belajar dari Joko Pinurbo
Sebagai penyuka puisi dan orang yang pernah tergila gila dengan puisi. Jokpin merupakan orang yang selalu ‘mengganggu’ cara berproses agar lebih ajaib dalam melahirkan puisi. Jokpin dalam satu kesempatan wawancara pernah mengatakan : proses membuat puisi bisa dijelaskan baik secara teknik dan teori namun yang tidak bisa dijelaskan adalah bagaimana menghidupkan ‘nyawa’ puisi.Â
Jokpin adalah penyair dan sastrawan yang konsisten dalam dunianya. Ia tak terpengaruh dan ingin hidup dari tulisan dan karyanya. Di Tengah kecanggihan teknologi, Jokpin merasa bersyukur dan mampu memanfaatkan teknologi saat ini.
Produktivitas seorang Jokpin merupakan keselarasannya mengolah , mengulik, membolak balikkan kata kata hingga bernyawa. Lalu hidup dalam kepala dan raga orang yang membacanya.