Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Begini Merayakan Tahun Baru ala Relawan Kemanusian

31 Desember 2023   17:38 Diperbarui: 1 Januari 2024   02:32 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dampak Gempa Palu : Sumber via Kompas.com

Pergantian tahun selalu menjadi momen yang ditunggu sekaligus membuat banyak orang Bahagia. Ada budaya untuk sekedar merayakan pergantian detik terakhir menuju detik ditahun baru. Menghitung mundur di jam 24 :00 di tengah malam menjadi ritual khusus.

Tentu budaya ini sudah mendunia, hampir semua negara melakukan perayaan pergantian tahun. Pasca lepas dari era kelam pagebluk , covid 19 pesta malam tahun baru kembali meriah. Nyala kembang api, bunyi petasan, teriakan terompet hingga berbagai macam gaya dan tingkah orang merayakan tahun baru kembali meriah dan ramai.

Tak hanya di kota besar, perayaan pergantian tahun juga dirayakan hingga kampung di pelosok yang jauh dan terpencil. Hal ini saya dapatkan karena beberapa kali saya berada di lapangan saat pergantian tahun. Karena memang bencana ternyata tak memilih waktu.

Kalau kembali diingat dalam catatan bencana di Indonesia, Banyak bencana besar terjadi saat mendekati pergantian tahun , yang paling fenomenal adalah Gempa dan Tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004, Tsunami Selat Sunda yang terjadi pada 23 Desember 2018, Erupsi Gunung Semeru 2021 yang terjadi pada 4 Desember.

Merayakan Malam Tahun Baru di Posko Bencana

Sebagai relawan kemanusian yang bertugas saat bencana terjadi, saya seringkali berada di lapangan saat penanganan bencana. Tahun 2018 adalah tahun yang spesial bagi saya karena sejak Agustus, saya terus berada di tengah wilayah bencana.

Bulan Agustus di pekan pertama saya mendapat tugas dalam penanganan bencana gempa di Lombok, dari Jakarta saya berangkat satu hari pasca gempa besar yang meluluhlantakkan sebagian pulau Lombok , sepanjang jalan antara Senggigi , Pusuk, pemenangan, Gangga hingga Sembalun bangunan rumah, sekolah dan fasilitas umum roboh dan rusak. Sepekan sebelumnya gempa besar juga menghantam Lombok dengan lokasi berbeda.

Gempa Lombok terjadi berulang ulang dengan skala besar diatas 5,5 Skala Richter. Saya sendiri beberapa kali tidur dijalan karena berbahaya berada didalam gedung. Setiap gempa mengguncang, listrik padam. Suasana mencekam karena kepanikan masyarakat terjadi.Banyak warga lombok yang tidur didalam tenda dihalaman rumah mereka masing masing.

Di Lombok saya berada di posko utama di kota Mataram, kami juga membuka posko di beberapa wilayah untuk memberikan bantuan ke masyarakat terdampak.

Di Bulan September tepatnya tanggal 28 jam 17:02 Wita terjadi gempa besar disertai tsunami dan likuifaksi di Kota Palu yang berdampak pula di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi sehingga sering disingkat Pasigala ( Palu, Sigi , Donggala).

Pada hari yang sama saya sedang menghadiri pembahasan terkait gempa Lombok dengan narasumber pak Daryono dari pusat data dan informasi (Pusdatin) BMKG. Setelah acara semua peserta langsung melakukan kontak dan mencari informasi terkait gempa yang baru saja terjadi.

Karena saat itu ada pak Daryono maka informasi awal yang kami terima cukup cepat dan lengkap. Dengan cepat pengerahan relawan menuju lokasi bencana segera dilakukan. Relawan dari Sulawesi terutama dari Makassar segera berangkat.

Setelah melakukan serah terima tugas di Lombok saya ditugaskan kembali di Palu dalam penanganan bencana. Ketika saya tiba di bandara Sis Mutiara Al Jufri kota Palu saya bisa melihat dampak kerusakan gempa. Beberapa bagian bandara rusak termasuk salah satu Menara di bandara yang rusak parah.

Saya hadir di Palu di awal Oktober, keadaan kota masih nampak rusak. Posko posko pengungsian sudah banyak berdiri. Saya menempati posko utama untuk meng koordinasi posko yang dibangun di beberapa daerah yang terdampak. Dampak gempa dari kota palu, donggala, sigi hingga Parigi moutong.

Kerusakan yang terjadi di Kota Palu sebenarnya lebih mengerikan karena diikuti bencana tsunami dan pergerakan tanah yang baru dikenal dengan sebutan likuifaksi. Korban jiwa dan kerusakan bangunan di pasigala lebih banyak dan luas.

Saya bertugas di Palu hingga akhir Desember, menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Dalam sebuah tugas saya pernah memasuki wilayah Poso, suasana natal begitu kental. Ornamen natal dihias dalam satu desa. Perjalanan seharian itu cukup mengesankan untuk saya.

Menjelang akhir tahun saya bertugas di lapangan. Suasana mempersiapkan akhir tahun itu terasa sekali. Saya berharap bisa merasakan pergantian tahun di Kota Palu bersama relawan lainnya yang rela berpisah dengan keluarga masing masing.

Berbagai rencana sudah disiapkan untuk malam tahun baru. Namun seminggu menjelang tanggal 31 Desember, saya mendapat kabar duka dari selat sunda , terjadi tsunami di pesisir pantai Banten dan Lampung.

Tsunami yang datang tiba tiba tanpa adanya guncangan gempa. Lebih dari 420 orang meninggal dunia karena tsunami melanda kawasan wisata pada minggu, 23 Desember 2018. Kisah pilu ini menjadi sangat mengejutkan karena ombak setinggi 2 meter langsung menghantam dan menggulung orang orang yang sedang mengadakan acara akhir tahun.

Selain Banten, kabupaten Kalianda Lampung juga menjadi wilayah terdampak. Gempa yang akhirnya diketahui berasal dari guguran gunung anak Krakatau yang erupsi. Sehingga tak ada peringatan dini akan terjadinya tsunami.

Saya kembali ditugaskan di Kalianda lampung, rencana akhir tahun di kota Palu berubah karena saya merayakan di Kalianda lampung. Diantara suasana duka, saya bersama relawan lainnya hanya duduk duduk sambil mengobrol hingga larut malam. Rasanya kurang pas bila merayakan malam tahun baru dengan acara berlebihan.

Saat akhir tahun disekitar posko banyak dijual buah durian, dalam satu kesempatan saya pernah diajak makan duren dengan salah satu teman relawan. Durian asli Lampung, enak dan harganya tidak semahal bila membeli di Jakarta.

Merayakan akhir Tahun di Wilayah Erupsi Gunung Semeru

Di tahun 2021 akhir, tepatnya di tanggal 4 Desember 2021. Gunung tertinggi di pulau jawa memuntahkan abu vulkanik ribuan meter. Peristiwa itu viral karena video amatir warga yang memperlihatkan kepanikan warga saat erupsi terjadi.

Erupsi gunung semeru Desember 2021 merupakan erupsi yang cukup besar dan memakan korban jiwa dan dampak kerusakan yang cukup parah. Jembatan utama penghubung lumajang -- Malang putus. Kecamatan candipuro dan Pronojiwo merupakan wilayah terdampak paling parah.

Saya kembali bertugas di Candipuro Lumajang. Membuka posko dan melakukan asesmen untuk program bantuan usaha mikro. Terhitung saya dua kali bertugas di Lumajang. Pada tugas pertama pasca bencana, tugas bantuan langsung berupa pangan dan Kesehatan lebih diutamakan.

Bencana erupsi gunung Meletus punya karakter penanganan yang berbeda dengan bencana gempa. Lokasi terdampak gunung semeru  rusak karena awan panas dan banjir pasir yang menenggelamkan rumah dan fasilitas umum.

Awan panas menyapu beberapa desa sehingga seperti hangus terbakar. Tanaman kering meranggas. Suasana dramatis seperti desa mati tanpa penduduk. Aliran lahar dingin yang dibuat tak mampu saat banjir bandang yang datang menghantam. Jutaan metrik ton pasir dari perut Semeru membuat suasana laksana padang gersang seperti bukan di bumi.

Akhir tahun 2021 saya habiskan di Lumajang, saya beruntung mendapat undangan dari warga desa untuk merayakan pergantian tahun. Ada tokoh desa yang sengaja membuat acara syukuran akhir tahun. Acara sederhana hanya diikuti tak lebih dari 20 orang.

Saya bersama relawan lain menikmati malam akhir tahun bersama warga candipuro yang merupakan relawan lokal di desa tersebut.

Di tahun 2022, saya bertugas dalam penanganan gempa cianjur yang terjadi 21 November jam 12:15. Saya hadir di bulan Desember menjelang akhir tahun. Tapi saya tak merayakan tahun baru di Cianjur karena tugas berakhir sebelum tanggal 31 Desember .

Maka, setiap akhir tahun saya selalu teringat merayakan pergantian tahun di tengah kondisi bencana. Melihat warga yang tetap tegar dalam kondisi bencana, hidup serba terbatas dalam pengungsian. Kehilangan harta benda bahkan nyawa keluarga dan sahabat.

Rayakan pergantian tahun dengan rasa Syukur, jangan berlebihan karena masih banyak orang yang kurang beruntung yang pada malam pergantian tahun tak tahu harus makan apa. Lakukan yang bermanfaat untuk orang lain di akhir tahun ini.

Semoga tahun depan jauh lebih baik lagi, jangan lupa tahun ini adalah tahun untuk menentukan nasib bangsa. Ikut memilih dalam pemilu di 14 Februari 2024. Saran saya, jangan golput.

Salam Bahagia...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun