Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilpres Dua Putaran akan Menggerakkan Ekonomi Masyarakat?

30 Desember 2023   13:20 Diperbarui: 30 Desember 2023   13:23 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: Shutterstock

Saat ini marak baliho, spanduk yang dipasang untuk meminta dan meyakinkan agar pilpres bisa satu putaran. Hal yang sama juga dipublikasi melalui media sosial. Sebenarnya, semua paslon pilpres punya keinginan yang sama, menang dalam satu putaran.

Siapa yang tidak ingin menang mutlak dengan 51%. Layaknya seorang petinju yang mampu menjatuhkan lawannya dalam 3 ronde dari 12 ronde yang direncanakan. Tapi, pilpres bukan ring tinju yang membutuhkan tenaga dan teknik bertinju sekaligus faktor keberuntungan karena lawan yang lengah.

Pilpres jauh lebih rumit dan banyak faktor untuk memenangkan suara secara nasional. Meminta masyarakat untuk memilih tak semudah untuk memasang baliho dan spanduk. Banyak kelas masyarakat dan banyak  kelompok masyarakat yang memandang pilpres sebagai media untuk berubah dan ingin ada perbaikan.

Untuk menang satu putaran di pilpres 2024 bukan hal yang tak mungkin, tapi tampaknya semakin dekat dengan tanggal pencoblosan, menang satu putaran sudah sangat sangat sulit. Siapapun paslonnya, berapapun biaya yang dimiliki, berapapun partai pendukungnya.

Karena Pilpres tidak tegak lurus dengan pilihan pendukung partai. Akan ada banyak pemilih yang partainya pendukung paslon A tapi kenyataannya memilih paslon B. lagi pula para caleg partai  lebih mengutamakan dirinya aman terpilih ketimbang paslonnya terpilih dalam pilpres.

Kalau tak percaya, lihat saja baliho para caleg yang  tidak menampakan gambar paslon pilpres yang menjadi koalisi partainya. Itu tanda, para caleg kurang yakin bila foto paslon pilpres dipajang di balihonya akan menaikkan elektabilitas dirinya di mata para pendukungnya.

Apalagi banyak berita dan blunder terkait paslon yang membuat masyarakat kurang sreg dengan paslon tertentu. Itu di yakini malah bisa merusak 'mood' para calon pemilih. Bisa jadi calon pemilih tidak jadi mencoblos karena ternyata caleg yang akan didukungnya berkoalisi dengan paslon yang tidak disukainya.

Satu Putaran Akan Menghemat Biaya Pemilu ?

Hal yang paling sering di 'jual' oleh para paslon pilpres yang 'ngebet' satu putaran adalah menghemat biaya pemilu, menghemat waktu dan alasan lainnya. Tapi benarkan satu putaran bisa memangkas biaya negara untuk biaya pemilu. Toh anggarannya sudah disetujui dan sudah diketok palu oleh pihak yang memiliki 'kuasa'. Dan apakah biayanya bisa dikembalikan ke kas negara? , digunakan untuk kepentingan rakyat yang lain yang lebih urgent ?

Kalau sekedar ingin menghemat biaya pemilu, ubah saja UU Pemilu yang memungkin paslon bisa menang berapapun suara yang didapat. Asal paslon unggul dari paslon lainnya. Longgarkan saja peraturannya yang penting si paslon ada di urutan pertama walau selisih suara hanya 1-3 % saja.

Karena menurut UU Pemilu No 7 tahun 2017 berdasarkan pasal 416 ayat 1   "Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia." 

Jadi dengan aturan UU diatas tentu sangat sulit untuk bisa memang dalam satu putaran

Negara pasti bisa menghemat biaya pemilu, waktunya cukup sekali saja. Tak ada putaran kedua yang akan menganggarkan biaya pemilu lebih besar. Pesta demokrasi cukup sekali saja selama 5 tahun. Termasuk pemilihan pemimpin daerah baik tingkat provinsi dan kota/kabupaten semuanya dilakukan satu waktu.

Sejatinya demokrasi membutuhkan biaya besar. Tak cuma pemerintah, para pengusaha, para caleg, institusi  hingga masyarakat mengeluarkan biaya. Dalam kenyataannya banyak masyarakat yang tidak terlibat langsung rela menyisihkan uangnya untuk membantu partai, caleg atau paslon pilpres.

Masyarakat yang rela mengeluarkan ongkos politik ini meyakini partai, caleg atau paslon pilpres akan memberikan perbaikan dan perubahan saat menduduki posisinya saat memang nanti. Kalau saja masyarakat saja rela keluar uang padahal ia tidak mendapatkan manfaat langsung , negara tentu akan lebih yakin untuk mengeluarkan dana untuk memastikan pemilu berjalan dengan baik, adil, jujur dan Bahagia.

Jadi kata 'hemat' yang didengung dengungkan malah dicurigai masyarakat sebagai alasan taktik paslon pilpres untuk menekuk paslon lainnya karena dengan 3 pasang, ada paslon yang ketakutan bila terjadi putaran kedua.

Dengan komposisi saat ini , paslon tertentu akan kesulitan untuk menang. Perseteruan yang terjadi di elit partai hingga akar rumput sudah cukup mengkristal. Walau bagi oportunis politik yang utama adalah 'kepentingan' bisa aman. Memang mungkin saja yang dulu terlihat berseteru bisa berdamai dan kembali bekerja sama. Toh bandul politik lebih mengutamakan 'kepentingan' dan 'posisi'.

Jadi jangan heran yang dulunya rajin dan keras mengkritik akan berubah arah 180 derajat menjadi pendukung setia, 'menjilat ludah sendiri'. Apakah ini tanda politik bermasalah ? politik kotor ? politik tak punya idealisme ?

Yang pasti politik seperti kuda yang arahnya bisa diubah  sesuai kepentingan dan situasi, yang dulu satu kolam bisa menjadi lawan , dan yang dulu berbeda kolam kini saling bergandengan tangan seakan teman seperjuangan. Yang dulu menghujat kini memuji muji. Hal ini biasa di dunia politik khususnya di negara tercinta ini. Bahkan hanya di negara besar ini terjadi, lawan politik bisa menjadi bagian pemerintahan dan berubah menjadi pendukung setia.

Dua Putaran Berpotensi  Menaikkan Ekonomi Masyarakat

Kata menghemat tampaknya tidak pas dan tidak cocok untuk frasa yang digunakan untuk pilpres satu putaran. Malah dengan adanya pilpres putaran kedua mampu mengangkat ekonomi masyarakat. Banyak pihak terutama pelaku ekonomi yang berhubungan secara langsung dan tidak langsung dengan gelaran pilpres mendapatkan manfaat keekonomian yang cukup signifikan.

Putaran kedua pilpres jauh lebih seru dan lebih ramai, karena pertandingan sudah head to head, semua daya upaya akan dikerahkan. Kebutuhan seperti pembuatan alat peraga kampanye (APK) akan lebih besar lagi, biaya iklan di televisi, radio, media cetak, media online, media sosial akan terdongkrak naik.

Para vendor, penyedia jasa pemasangan APK, hingga pekerja yang terhubung juga akan mendapatkan keuntungan yang dapat menjadi income bagi keluarganya. Seperti yang terjadi dengan seorang pedagang makanan yang tiap hari mendapat orderan dari sebuah posko pemenangan partai. Paling tidak 20-30 paket makanan dipesan , bahkan bila ada rapat partai bisa lebih dari 50 paket yang dipesan.

Juga yang dialami sekelompok anak muda yang membuka jasa pemasangan baliho caleg dan paslon pilpres, musim pemilu adalah panen yang sangat menguntungkan. Dalam sepekan paling tidak puluhan baliho berhasil dipasang, keuntungannya cukup lumayan.

Seorang pemilik percetakan kelas menengah yang biasa mendapat orderan partai, caleg dan paslon pilpres juga mendapatkan berkah. Berbagai macam jenis permintaan di order dan bisa menambah pundi pundi keuntungan. Si pemilik menerapkan bayar 100% bagi caleg atau tim pemenangan yang ingin memesan bahan cetakan dari usaha miliknya. Nampaknya, ia paham dunia politik berpotensi tidak menepati janji , makanya ia hanya bersedia bila dibayar dimuka. Kalau tidak bersedia, silahkan cari orang lain saja, ucapnya saat ditemui penulis.

Masyarakat umum pun rata rata bila ditanya akan lebih setuju bila ada dua putaran. Dengan adanya pemilu suasana lebih seru, paling tidak ada keramaian, ada berita yang terus menarik, ada bahan obrolan yang enak didiskusikan bahkan dijadikan debat kusir. Banyak juga masyarakat yang bertanya tanya kenapa hari pencoblosan lebih cepat di bulan Februari, biasanya bulan April.

Ternyata banyak juga masyarakat yang menikmati keramaian pemilu, mendapatkan berkah, mendapatkan penghasilan, mendapatkan kaos gratis, mendapatkan 'uang bensin' ketika diajak acara sosialisasi caleg, atau hadir di pertemuan dengan paslon.

Jadi dengan mengajak masyarakat untuk satu putaran tampaknya malah menjadi kontra produktif, malah banyak yang ingin pilpres berjalan dua putaran. Dan agar terjadi dua putaran tentu masyarakat tidak akan memilih paslon yang rajin dan ngebet untuk satu putaran dan yang massif memasang baliho untuk satu putaran.

Masyarakat sudah cukup cerdas untuk menentukan pilihannya, uang serangan fajar, uang bensin , uang apapun yang diterima dari para caleg atau tim pemenangan akan membahagiakan. Tapi saat memilih, mereka bisa berubah menuruti hati nurani. Hal ini penulis dapatkan dari beberapa kelompok masyarakat. Jadi, hati hati bagi yang suka bagi bagi uang merayu calon pemilih.

Hal ini bisa terjadi karena masih banyak masyarakat yang punya kepedulian untuk mengusahakan perubahan dan perbaikan di negeri besar dan tercinta ini. Jadi jargon Indonesia emas 2045 akan nyata terwujud dengan sebuah perubahan dalam bangsa besar ini.

Salam Bahagia menuju 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun