Kata mobil lawas sengaja saya pakai untuk menghaluskan kata 'mobil tua'. Saya tak ingin membuat 'aki aki ganteng' sebutan mobil yang  saya miliki ini tersinggung. Mobil tua dan mobil antik tentu punya perbedaan. Tidak semua mobil tua bisa disebut mobil antik.
Mobil antik biasanya berumur lebih dari 50 tahun, jumlahnya sudah sangat terbatas alias sulit ditemukan. Mobil antik semasa hidupnya merupakan mobil yang sudah istimewa. Bukan mobil dalam kategori 'mobil sejuta umat'. Harga mobil antik juga mahal bisa melebihi harga  mobil baru saat ini, tentu dengan beberapa syarat dan ketentuan, seperti orisinalitas mobil dan keadaannya. Karena, mobil antik merupakan incaran para kolektor yang sangat paham jenis, tipe, keluaran dan jumlahnya unitnya saat ini.
Maka,  mobil tua alias lawas belum bisa dikategorikan sebagai mobil antik. Kalau cuma sekedar mobil keluaran tahun jadul. Apalagi mobil lawas yang saya miliki baru berumur 33 tahun. Jumlah unitnya masih berseliweran di jalan jalan walau sudah  jarang. Mobil buatan kekaisaran Akihito ini dulunya tergolong mobil sejuta umat . Harganya yang merakyat sehingga banyak dimiliki masyarakat Indonesia golongan menengah.
Mobil seperti layaknya pasangan, ia punya keterikatan perasaan, ia menjadi saksi atas peristiwa yang dilewati dalam hidup. Bagi saya mobil itu punya 'ruh' sehingga saya dan keluarga memberikan penghormatan untuk mobil lawas saya ini. Diberi nama, dijaga dengan perawatan rutin dan khusus, hanya dikendarai pada momen tertentu saja. Sudah di bebas tugaskan untuk pemakaian harian.
Namanya juga mobil lawas tentu memiliki sejarah, saya memperoleh 'aki aki ganteng' saat menangani gempa besar di Lombok pada tahun 2018. Saat duka menyelimuti Indonesia khususnya masyarakat Nusa Tenggara Barat.
Saya awalnya membeli mobil lawas ini sebagai kendaraan keluarga yang bisa memuat banyak orang. Mobil ini mampu membawa 9 orang termasuk supir. Bisa membawa barang dalam jumlah banyak dan dikenal sebagai mobil 'bandel' dan tahan banting tapi lumayan boros BBM.
Memiliki mobil lawas perlu bersabar dan memastikan kondisinya masih layak, baik mesin dan body-nya. Pertimbangannya lebih detail dan perlu bantuan mekanik yang berpengalaman. Jangan sampai waktu dibeli sudah minta jajan yang banyak dan akhir menguras kantong.
Saya saja perlu bolak balik melihat mobil yang saya incar, memastikan mobil dalam keadaan normal dan tidak memiliki penyakit tersembunyi yang mengganggu saat dikendarai. Tentu tidak nyaman bila di tengah jalan mogok.
Mudah dan Sulitnya Memiliki Mobil Lawas
Tentu, mobil lawas karena faktor U (baca: usia), telah memiliki riwayat pemakaian yang panjang. Angka kilometernya sudah ratusan ribu kilometer sehingga di dasbor sudah tak terlihat lagi. Begitu pula dengan onderdil atau spare part-nya juga sudah sulit ditemukan. Apalagi menemukan spare part original, yang tersedia biasanya KW2 atau KW3.
Atau menggunakan cara kanibal, mengambil spare part dari mobil sejenis yang sudah di grounded karena masuk dalam kategori mobil rongsokan. Ini menjadi bisnis khusus untuk penjual spare part  yang paham peluang. Lokasinya banyak tersebar di daerah Parung Bogor dan sekitarnya.
Ini baru masalah spare part yang sudah sulit ditemukan, belum masalah mekanik atau bengkel yang bisa menangani. Walau menurut versi orang bengkel, mobil tua rata rata lebih mudah dalam penanganan ketimbang mobil baru yang canggih canggih.
Karena teknologi mobil lawas masih terbatas, biasanya masih menggunakan karburator, sistem kelistrikannya juga sederhana tidak rumit, mesinnya juga tidak menggunakan set up computer. Namun karena teknologinya lawas tentu tak semua mekanik bisa. Zaman sudah jauh berganti.
Saya pernah ditertawakan membawa mobil lawas ke sebuah bengkel besar. Bahkan mereka menyarankan untuk menjual  mobil lawas saya, Tentu saja membuat saya kesal, kemungkinan karena tak ada mekanik yang bisa menangani mobil lawas saya.
Beruntung saya akhirnya menemukan bengkel khusus mobil mobil lawas, mekaniknya seorang laki laki berumur yang dulunya memang menangani mobil di bawah tahun 90-an. Ia paham sekali teknologi mobil jadul  dan penyakit penyakitnya.
Jadi baru mendengar suaranya saja ia bisa menebak bagian mana yang rusak. Sakti, menurut saya. Tak perlu melihat scan computer segala. Ia biasanya dibantu dua anaknya yang juga pintar dalam kendala mobil lawas. Khusus anak pertama dibekali masalah mesin sehingga bila ada kendala di bagian mesin maka anak pertamanya yang akan diminta untuk memperbaiki. Untuk anak kedua, dikhususkan selain bagian mesin.
Untuk biaya perawatan dan perbaikan bengkel ini juga super murah. Seharga biaya memperbaiki sepeda motor. Untuk spare part sendiri saat ini sudah ada toko online sehingga cukup membuka marketplace sudah bisa memesan spare part yang diinginkan. Tapi pastikan jenis dan spesifikasi sama, lebih baik bertanya lebih detail sebelum memesan. Salah memesan bisa rumit urusannya.
Jadi, memiliki mobil lawas awalnya sulit tapi saat ini malah jadi mudah. Kita bisa memelihara mobil lawas dengan biaya murah. Saya saja hanya perlu tak lebih dari Rp 250.000 untuk perawatan rutin setiap 3 bulan sekali.
Punya Banyak Teman Karena Ikut Komunitas
Mobil lawas saat ini banyak memiliki komunitas, merasa senasib dan sepenanggungan. Komunitas mobil lawas memiliki anggota yang cukup solid. Karena tentu jumlahnya sudah terbatas sehingga perlu forum diskusi dan sharing untuk permasalahan mobil yang terjadi.
Selain bertukar pengalaman dan berbagi info, komunitas mobil lawas juga memiliki agenda bertemu online dan offline. Bahkan memiliki kepengurusan yang dipilih secara kekeluargaan atau bila sudah terlalu banyak anggotanya, biasanya  menggunakan sistem voting. Tak perlu dibayangkan seperti pemilu yang sarat intrik.
Dengan ikut komunitas mobil lawas maka beberapa permasalahan dan kegiatan kegiatan kongkow bisa dilakukan, sekalian menambah jaringan dan teman. Itu berkah mobil lawas. Mobil baru sepertinya juga sudah ada komunitasnya. Bahkan ATPM ikut terlibat sebagai bagian dari strategi layanan dan marketing.
Mobil Lawas Dijual Sayang
Saat ini memang ada kekhawatiran terkait emisi gas buang kendaraan. Seperti saat Jakarta dan sekitarnya berpolusi maka aturan uji emisi gas buang membuat pemilik mobil lawas was-was. Dengan teknologi jaman jadul, gas buang dari mobil lawas tidak sesempurna mobil dengan teknologi baru.
Sehingga bila dilakukan wajib uji emisi, mobil lawas berpeluang tidak lolos. Selain spare part yang sudah banyak yang KW, perawatan juga menjadi sebab mobil lawas tidak sebaik mobil keluaran terbaru dalam urusan gas buang.
Ini yang menjadi saya gamang, ada saja orang bertanya, "Emang bisa masuk Jakarta sekarang pak?" Saya paham arah pertanyaan orang ini. Saya paling menjawab diplomatis, selagi masih bisa saya akan masuk Jakarta.
Sempat terpikir juga untuk menjual mobil lawas saya, tapi kok saya merasa berat karena sejarah yang dimiliki mobil ini. Selain performanya yang masih baik dan tidak pernah bermasalah di jalan. Hitungan saya, kalau dijual pun harganya akan ditawar murah dan itu sangat membuat sakit hati.
Hingga saat ini saya masih mempertahankan mobil lawas ini walau hanya dipakai bila libur saja  atau jalan jalan santai saat olahraga pagi hari. Rencana mobil lawas ini akan dijadikan perpustakaan keliling tapi masih dalam taraf wacana. Sambil menunggu ada dana khusus untuk menyulap si "aki aki ganteng" jadi tempat buku buku yang menarik.
Jadi bagi pemilik mobil lawas se-Indonesia perlu bersatu untuk mengajukan uji aturan gas emisi ke MK, dengan materi: paling lama berusia 50 tahun atau paling tidak sudah pernah meng-aspal lebih dari 50.000 km dengan baik maka masih diizinkan untuk beroperasi di jalan raya. Ini joke ya...jangan dibawa serius.
Salam Bahagia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H