Dalam era disrupsi dimana perkembangan zaman dan teknologi mengeliminasi banyak hal. Termasuk jenis kuliner yang masuk ke Indonesia. Seluruh jenis kuliner asal negara lain masuk dengan mudah dan digemari masyarakat Indonesia.
Seperti kuliner korea , sebut saja Toppoki, Rabboki, Odeng, Samyang, Jjajangmeon, kimchi, hotteok atau kuliner asal jepang yang lebih dulu terkenal, shusi, ramen, Takoyaki, mochi, sashimi, gyoza atau makanan asal timur tengah, seperti Kebab, nasi kebuli, nasi mandi, atau kuliner asal Thailand, Tom yam, manggo sticky rice, pad thai, banana pancake.
Kuliner asal negara negeri tetangga ini akhirnya lebih terkenal dari kuliner asli Indonesia. Kegandrungan kuliner asing ini mengeliminasi kuliner khas Indonesia. Padahal kuliner asli Indonesia memiliki bahan baku, rasa dan tekstur yang menarik tak kalah dengan kuliner dari negara tetangga.
Era disrupsi memang akhirnya 'memaksa' pelaku kuliner Indonesia melakukan inovasi dan terobosan dalam pengembangan produk dan cara pemasaran kreatif. Pelaku kuliner harus pandai melihat peluang, memanfaatkan teknologi dan memberdayakan potensi lokal.
Persaingan antar kuliner memang tak terelakan lagi, siapa yang mampu melakukan inovasi kreatif akan bisa bertahan dan berkembang. Perubahan zaman akhirnya menggilas semua yang tidak mau berubah. TempeMan adalah contoh inovasi produk untuk menyesuaikan era disrupsi yang tengah terjadi.
Indonesia patut berbangga dengan pangsa besar yang dimiliki, lebih dari 270 juta orang adalah pasar yang menarik untuk siapapun, jangan sampai produk sendiri kalah bersaing dan malah hilang terlupakan karena tak mampu menyesuaikan perubahan yang terjadi.
Sumber Tulisan:
Wawancara via chat Benny Santoso, owner Tempeman
Kemenkes.go.id
Disruption ( Rhenald  Kasali, 2017)
Sumber Foto:
Benny Santoso / Tempeman