Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenang-kenangan Saya di Toko Buku Gunung Agung dan Era Disrupsi yang Mengubah Segalanya

7 September 2023   12:10 Diperbarui: 16 September 2023   19:29 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Xena Olivia-Kompas.com

Kedua, setiap hari Minggu ada kajian di Masjid Al A’raf di Toko Buku Walisongo (saat ini juga sudah tutup). Pembicaranya rata-rata dinilai berkualitas dan cukup disukai sehingga menarik perhatian anak-anak muda zaman itu.

Ketiga, tentu pasar buku murah yang mengemper sepanjang jalan. Dari simpang lima Senen letaknya persis di seberang eks Bioskop Mulia Agung (Grand). Dulu di sekitar bioskop inilah banyak tempat permainan Ding Dong.

Pasar buku Kwitang sebenarnya lokasi nonpermanen. Penjualnya rata-rata memiliki kios ukuran kecil. Buku yang dijual berbagai genre, baik buku fiksi seperti novel asli Indonesia hingga novel asing, hingga buku kuliah dan buku pelajaran sekolah. Ada buku baru, buku bekas, dan buku bajakan. Untuk yang terakhir biasanya sudah terlihat dari tampilan buku. Saya sendiri bisa membedakan dengan cepat mana buku asli dan mana buku bajakan. Saya lebih memilih buka bekas yang murah, tapi asli, bukan bajakan.

Di antara penjual buku, ada nama yang cukup terkenal di kawasan Kwitang. Namanya toko buku Bang Buyung. Hingga saat ini toko buku Bang Buyung masih ada dan masih menjual buku dan kitab-kitab Islam klasik hingga kontemporer. Selain itu,Toko buku Restu juga termasuk toko buku legendaris. Walau tidak sebesar toko buku Gunung Agung, Toko buku Restu memiliki koleksi cukup lengkap. Sayang ,Toko Buku Restu lebih dulu tutup.

sumber foto : Xena Olivia-Kompas.com
sumber foto : Xena Olivia-Kompas.com

Era Disrupsi , Toko Buku Tutup karena Apa?

Sejak awal abad ke-20, ketika mobil bermesin bensin muncul, zaman kereta kuda lenyap ditelan zaman. Pompa bensin, bengkel mekanik, dan teknologi mesin berbahan bakar fosil pun muncul secara bersamaan hingga saat ini.

Di abad ke-21, giliran teknologi berbasis listrik mulai menggantikan mesin berbahan bakar fosil. BBM yang semakin mahal dan langka akhirnya akan segera tergantikan oleh mesin yang ditenagai baterai litium yang bisa diisi ulang. Isu polusi dan lingkungan menjadi alasan mulai ditinggalkannya teknologi BBM berbasis fosil. Zaman berganti, teknologi berubah.

Sejak mesin cetak ditemukan oleh Johanes Gutenberg, perkembangan buku cetak berkembang. Berabab-abad buku menjadi bagian penting dari peradaban manusia. Ide dan gagasan pikiran dituangkan dalam buku massal yang dicetak para penerbit dan diperjualbelikan melalui toko buku.

Karya-karya besar dituliskan dalam buku sehingga menjadi bahan referensi yang akan menguatkan pola berpikir. Buku cetak memang telah digantikan oleh dokumen digital, e book, e paper dan segala bentuk manuscript yang mampu disimpan di ‘awan’ digital. Buku cetak mengalami perubahan, bukan karena ada substitusi bentuk digital, tapi perubahan cara membaca orang zaman ini.

Perbincangan buku cetak versus buku digital pernah dilakukan secara serius di sebuah acara di Kompasiana saat gelaran Pameran Buku di Istora Senayan. Hasilnya tidak semua kalangan menyukai buku digital dan sebagian orang memang berpindah membaca buku digital. Untuk kalangan orang seperti saya yang masuk kategori ‘kolonial’ ,membaca buku dengan cetakan kertas lebih saya sukai.

Saya biasa membawa 1-2 buku ke dalam tas sebagai teman di perjalanan. Saya bisa menandai bab dan halaman berapa poin penting yang akan saya kutip. Dengan memegang fisik buku, saya merasa lebih nyaman ketimbang membaca e-book. Tapi Ini tentu pilihan masing masing, untuk generasi milenials buku digital lebih praktis dan lebih fun.

Kembali ke sub judul artikel ini, Toko Buku tutup lebih karena tidak mampu adaptif dan kreatif dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Beban operasional tidak tertutupi karena pelanggan atau pembeli beralih menggunakan aplikasi marketplace yang menawarkan harga murah, mudah dan tak perlu keluar rumah.

Saya jadi ingat apa yang dilakukan perusahaan retail Matahari Departemen Store ketika dihantam marketplace. Limbung karena penjualan turun, yang dilakukan adalah membuka marketplace matahari.com. Di aplikasi ini Matahari berperan sebagai toko online dengan barang-barang yang ada di tokonya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun