Saya pernah melihat langsung ada calon kepala desa membuat doorprize barang-barang elektronik bagi warga yang telah memilihnya. Walau setelahnya saya mendapat info calon tersebut gagal dalam pemilihan kepada desa.
Pilkades kalau ditinjau secara beban politik memang menjadi sumber pengeluaran yang besar bagi calon kades dan pemerintah. Biaya penyelenggaraan, biaya pengamanan, dan biaya lainnya yang menyita dana cukup besar.
Sementara hasil dari pemilihan kepala desa sendiri tidaklah signifikan, artinya pemerintahan desa dan pembangunan desa nyaris tidak dirasakan masyarakat. Kepala desa terpilih akhirnya tidak dekat dengan masyarakatnya karena masih ada sisa kubu setelah ajang pemilihan selesai.
RT atau RW yang mendukung calon kepala desa yang kalah siap siap turun jabatan digantikan orang kepercayaan kades yang terpilih.
Warga desa akhirnya sudah terbiasa dengan pola pemilihan dengan transaksional, mereka menganggap jabatan kepala desa, jabatan "basah" yang siapapun yang mendudukinya akan mendapat uang dari berbagai sumber.
Dengan begitu, demokrasi ditataran paling bawah ini memberikan edukasi yang salah. Sehingga berimbas pada pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Nuansa politik transaksional uang menjadi hal yang terus berulang.
Warga beralasan, memang tidak butuh uang untuk ke TPS. "saya perlu beli bensin, beli jajanan untuk anak, butuh beli makanan karena istri tidak masak pada hari pencoblosan, lagian yang dapat jabatan enak kan pak kades, dapat uang banyak kalau menang, saya mah begini-gini aja," itu kira kira alasan warga yang pernah saya dengar.
Selintas seperti benar namun di dalam demokrasi yang sehat hal ini menjadi hal buruk yang mengakibatkan para calon kades atau caleg partai tidak lagi beradu gagasan tapi beradu berapa modal uang yang dimiliki.
Hal yang pertama yang akan dilakukan para kades dan caleg yang terpilih adalah mengembalikan modal uang yang telah keluar, baru memikirkan aspirasi warga yang telah memilihnya.
Lalu sampai kapan Pilkades bisa memberikan manfaat kebaikan, kalau diawali hal yang tidak sesuai.
Salam Bahagia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H