Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Bahagia Menyambut Perayaan 17 Agustusan, Inilah Makna Kemerdekaan dari Perbatasan Atambua

17 Agustus 2023   09:07 Diperbarui: 17 Agustus 2023   12:06 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak anak Dusun Haikrik  | Sumber : Dok Pri
Anak anak Dusun Haikrik  | Sumber : Dok Pri

Melihat Sisa Rumah Bekas Pengungsi

Saya beruntung Ketika berada si Atambua diajak melihat perkampungan sisa sisa pengungsian yang berada di Kecamatan Tasifeto Timur, perjalanan dari Kota Atambua sekitar 1 jam karena jalan yang Sebagian besar aspalnya telah mengelupas.

Pemandangan kering pohon meranggas, tanah tanah merah dengan vegetasi khas savana. Konturnya naik turun. Beberapa kali mobil harus berjalan pelan sekali menghindari lubang dan batuan dengan ukuran cukup besar.

Tujuan saya sebuah dusun bernama Haikrik. Dari jalan raya mobil berbelok melewati jalan berbatuan , pemandangan kering. Beberapa kali saya melihat orang orang secara berkelompok membawa derijen air kosong. Rata rata anak anak , remaja dan ibu ibu yang tidak muda lagi

Anak anak sedang mengambil air | Sumber : Dok Pri
Anak anak sedang mengambil air | Sumber : Dok Pri

Mereka berjalan sambil sesekali mengobrol dan bercanda. Di wajah mereka terasa tak ada beban. Padahal menurut teman yang  mengantar saya, mereka harus berjalan lebih dari 2 Km untuk mendapatkan air. Dan sumber air berada di lembah curam yang cukup berbahaya.

Mobil berhenti dan teman saya mengajak melihat salah satu sumber air yang berada di sebuah cekungan. Untuk menuju sumber air , kami harus menuruni tangga batu yang dibuat seadanya. Curam dan tanpa pengaman, bila terpeleset tentu akan membahayakan diri.

Saya perlahan lahan turun menuju sumber air yang sebenarnya sisa air hujan yang terperangkap. Kualitas airnya bila dilihat sepintas tidak layak untuk dikonsumsi.Saya mengambil beberapa foto sumber air dan  mengirimkan ke Jakarta untuk dibuatkan program bantuan. Miris sekali.

Setelah itu saya berkesempatan menanyakan ke beberapa anak yang sedang mengambil air, asal tempat tinggal mereka, berapa banyak air yang dibutuhkan setiap hari dan untuk apa air digunakan.Setelah itu saya kembali naik dan melanjutkan perjalanan menuju pemukiman penduduk.

Setelah 20 menit mulai terlihat rumah rumah kayu seadanya, banyak rumah yang ditinggal tak berpenghuni. Rusak tak terurus. Menurut informasi sebagian penduduk dusun pindah ke Kota Atambua untuk mengadu nasib atau sebagian mengadu nasib keluar dari NTT ada yang ke Makassar, Maluku bahkan ada yang ke Papua.

Kemiskinan memang menjadi musuh dan sahabat didusun ini. Sebagian yang masih bertahan dengan keterbatasan karena tak memiliki pilihan tempat tinggal dan tidak mendapatkan kesempatan kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun