Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Bahagia Menyambut Perayaan 17 Agustusan, Inilah Makna Kemerdekaan dari Perbatasan Atambua

17 Agustus 2023   09:07 Diperbarui: 17 Agustus 2023   12:06 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dusun haikrik sisa Pengungsian Eks Timor Timur | Sumber Dok PribadiKetika Bahagia Menyambut Perayaan 17 Agustusan, Inilah Makna Kemerdekaan dari Perbatasan Atambua

Atambua adalah ibu kota kabupaten Belu. Kabupaten yang langsung berbatasan dengan Negara Timor Leste. Negara yang dulu menjadi bagian dari NKRI (agak gemetar saya menuliskan artikel ini). Atambua pernah menjadi berita nasional saat terjadi eksodus besar besaran penduduk Timor Timur ( ketika itu) yang mendukung NKRI.

Eksodus penduduk terjadi antara 4 September hingga 19 Oktober 1999 secara bergelombang. Jumlahnya mencapai 54.706 KK atau  284.414 Jiwa. ( Sumber : Kompas). Pengungsi warga Timor Timur masuk ke wilayah Indonesia sebagian besar tinggal di Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara , Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kota/Kab Kupang. Sebagian lainnya menyebar ke beberapa wilayah dan sebagaian kecil memilih tinggal di luar NTT.

Kejadian ini terjadi karena Indonesia kalah suara dalam  referendum yang dilakukan untuk menentukan nasib provinsi Indonesia termuda ini. Kubu pro kemerdekaan Timor Timur menang suara (78,5%) sehingga provinsi ini akhirnya lepas untuk menjadi negara Merdeka.

Referendum diadakan pada 30 Agustus 1999 tidak lama setelah Indonesia memasuki era reformasi. Kekalahan dalam referendum menimbulkan gejolak keamanan sehingga pasukan perdamaian PBB (INFERTET) turun tangan.

Kenangan tentang Timor Timur menyeruak di benak saya saat saya tiba di Atambua pada saat bulan Agustus dalam sebuah tugas. Saya diajak berkeliling menggunakan mobil melihat sekitaran  kota. Bendera merah putih berkibar gagah di ujung batas negeri ini.

Saya membayangkan saat bendera merah putih terakhir diturunkan pada Sabtu, 30 Oktober 1999. Bendera diturunkan secara perlahan lahan dari Markas Batalyon Lintas Udara (linud) 700 di Kawasan Faroul , di Kota Dili bagian barat.

Upacara penurunan di pimpin langsung Brigjen (Pol) JD Sitorus yang menjabat Ketua Indonesia Task Force in East Timor (ITFET) . Bendera merah putih terakhir di Timor Timur diturunkan dengan khidmat oleh Praka Sahabudin, Pratu Mansur dan Pratu Burhanudin.

Penurunan Bendera Merah Putih dilakukan dengan senyap tanpa ada dentuman genderang dan terompet yang biasa dilakukan sesuai ketentuan upacara militer.

Keesokan hari Minggu, 31 Oktober 1999 saat matahari masih gelap sekitaran jam 05:00 WITA, pasukan terakhir Indonesia bergerak meninggalkan kota Dili. Pasukan Batalyon Lintas Udara  (Linud) 700 harus menerobos air laut setinggi paha untuk masuk ke lambung KRI Teluk Banten-516.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun