Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mendaki Gunung Prau, Mendaki Kepasrahan Hidup

12 Agustus 2023   15:13 Diperbarui: 12 Agustus 2023   15:20 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persiapan Menuju Puncak Gunung Prau | Sumber foto: Tim Pendaki/Dok pribadi

Mendaki Gunung  Prau, Mendaki Kepasrahan Hidup.

Mendaki gunung merupakan aktifitas yang menarik dan menantang. Sayang aktifitas itu luput saya lakukan saat saya masih muda, saat SMA atau saat kuliah. Aktifitas mendaki gunung baru saya lakukan setelah saya 'jelita' (jelang lima putuh tahun). Tapi saya tidak sendirian , kompasianer Kang Rifki Feriandi juga melakukan hal hal 'tengil' (meminjam istilah Kang Rifki)  setelah melewati umur 40 tahun.

Pilihan pendakian kali ini adalah Gunung Prau. Karena menurut info gunung ini tidak terlalu tinggi karena awal pendakian sudah diatas 1000 MDPL , tinggal sisanya saja. Jadi menuju puncak hanya butuh 3-4 jam saja. Termasuk gunung untuk pendaki pemula. Itulah alasan Gunung Prau jadi sasaran pendakian.

Persiapan untuk  mendaki gunung nomer dua terdingin di pulau jawa ini berjalan cukup baik. Selain persiapan dana, fisik, mental dan peralatan. Persiapan yang paling krusial untuk saya adalah mempersiapkan keluangan waktu.

Untuk persiapan dana sudah saya tabung dalam beberap bulan.Persiapan fisik sudah saya lakukan setiap hari dengan berjalan kaki minimal 1 km, naik tangga, jogging hingga lari.

Selain itu setiap pekan saya meluangkan waktu menjajal trek ringan mengitari perkampungan yang mengelili perumahan saya di Kabupaten Tangerang. Jalurnya lumayan menantang naik turun , jalan batu batuan sebagian masih tanah merah. Walau masih kalah  jauh dari medan gunung sungguhan paling tidak saya melatih tungkai kaki agar terbiasa melalui jalan off road.

Untuk perlengkapan sebagian besar masih pinjaman, hanya tas ransel, sepatu dan tenda yang saya miliki. Tak ada masalah untuk perlengkapan karena anggota tim lainnya sudah terbiasa naik gunung dan rata rata memiliki perlengkapan yang lengkap.

Tibalah saat berangkat menuju Wonosobo. Dua mobil kami gunakan dari Jakarta, Kamis malam kami berangkat , sepuluh orang ,lima laki laki dan lima Wanita.Namun dari Jakarta hanya bersembilan karena satu orang menyusul dari Purworejo.

Perjalanan menuju Wonosobo ditempuh kurang lebih tujuh jam. Jalur pendakian dimulai dari basecamp Patak Banteng dan karena memilih lintas jalur kami akan turun dari jalur Dieng. Pilihan ini tentu akan menambah jarak dan waktu ketimbang naik dan turun pada jalur yang sama.

Jum'at pagi kami sudah tiba di Wonosobo dan telah Bersiap dari  basecamp Patak Banteng. Kami sempatkan beristirahat dan sarapan pagi sebelum mendaki. Terutama bagi anggota tim yang kebagian menjadi driver. Kebayang lelah dan mengantuk.

Cuaca pagi itu cerah sehingga akan memudahkan dalam perjalanan naik. Tapi ketika mengurus perizinan dan membayar retribusi untuk naik kami mendapat informasikan akan terjadi hujan siang hingga sore. Antisipasi hujan sudah kami siapkan. Dan sudah menjadi standar pendaki untuk siap dengan berbagai cuaca.

Hanya saja ketika hujan akan menambah effort dalam perjalanan. Apalagi bila jalur adalah tanah merah yang tentu akan menyulitkan.

Sekitar jam 10 pagi kami sudah bersiap mendaki menuju pos 1.Jalur meerupakan anak tangga dari batu yang sudah disemen. Baru beberapa ratus meter mendaki saya sudah merasakan nafas tersengal sengal. Baju sudah mulai basah oleh keringat.

Oleh beberapa teman saya diminta mengarur napas dan mengatur langkah. Tidak perlu terburu buru. Ambil istirahat sejenak lalu kembali jalan lagi. Saya lakukan apa yang disarankan, karena saya tidak ingin jadi beban tim apalagi baru menuju pos 1 masih ada 3 pos lagi didepan.

Bersyukur saya cepat  beradaptasi karena tak lama saya dan tim sudah tiba di pos 1. Jarak pos 1 memang sangat dekat. Sebuah pencapaian yang membuat lega. Sejak pos 1 menuju pos 2 jalur didominasi tangga batu dan tanah. Di jalur ini bisa ditemui warung warung penjual makanan dan minuman. Tersedia juga toilet.

Menuju Pos 2 | Sumber Foto: Tim Pendaki/Dok Pribadi
Menuju Pos 2 | Sumber Foto: Tim Pendaki/Dok Pribadi

Kami sempat beristirahat dan menikmati makanan kecil dan minuman sebelum melanjutkan perjalanan menuju pos 2. Perjalanan di jalur ini disajikan pemandangan indah. Suasana perkampungan penduduk masih terlihat dan masih terdengar alunan musik dangdut dari sebuah resepsi pernikahan.

Setelah Pos 2, Jalur terdiri akar akar pohon. Tak ada lagi warung warung. Pendakian jauh lebih curam dan cukup menguras tenaga. Inilah yang menjadi alasan jalur Patek Banteng memilki jalur paling pendek dan paling cepat tapi paling curam.

Mulai di jalur inilah hujan mulai turun, awalnya rintik rintik lalu berubah menjadi hujan deras. Jalur dilewari air dari atas sehingga sepatu  basah kuyup. Saya dan tim tetap melanjutkan perjalanan karena tidak ingin terlambat sampai lokasi kemah di puncak.

Bila terlambat, kami akan berjalan di malam hari dan itu cukup beresiko. Perjalanan kami memang jadi molor karena beberapa anggota tim harus ditunggu karena beberapa kendala fisik.

Menjelang sore kami berhasil tiba di pos terakhir. Pos inilah tempat kami memasang tenda dan membuka perbekalan. Ada 3 tenda yang kami dirikan. Satu tenda besar untuk para wanita dan 2 tenda yang lebih kecil untuk laki laki.

Kami juga memasang  fly sheet untuk tempat memasak makanan. Sebenarnya kami sudah membawa perbekalan sea food yang siap makan namun ketika dibongkar tak ada satupun ransel yang membawa bahan makanan tersebut. Hilang entah kemana.

Jadilah kami makan seadanya, masak nasi yang tidak sempurna karena belum tanak, beruntung ada mie instan  sebagai pelipur lara. Kami makan dengan 'brutal'. Malam hari suhu terus turun. Dingin semakin menggigit. Tapi malam itu saya cukup tahan, entah karena persedian lemak didalam tubuh cukup banyak.

Tengah malam saya terbangun untuk buang air kecil, saya takjub juga karena ditengah malam tenda sudah banyak terpasang. Rupanya banyak juga pendaki yang memulai perjalanan di akhir sore atau saat malam hari.

Suasana malam menjadi ramai karena banyak pendaki yang sedang memasang tenda. Tapi karena kantuk sayapun terlelap dengan mimpi indah.

Mencapai Puncak | Sumber Foto: Tim Pendaki/Dok Pribadi
Mencapai Puncak | Sumber Foto: Tim Pendaki/Dok Pribadi

No Point To Return

Pagi hari suasana begitu cerah, gunung sindoro dan gunung sumbing  terlihat jelas. Pemandangan yang membuat saya takjub , kami pun sarapan pagi sebelum berkemas untuk menuju puncak lalu turun dengan lintas jalur Dieng.

Perjalanan menuju puncak kami lakukan tanpa kendala, setelah melewati punggung punggung bukit kami lanjutkan mendaki menuju  tugu puncak gunung Prau. Ritual foto Bersama dilakukan sebagai bukti pencapaian misi pendakian Gunung yang memiliki ketinggian 2590 MDLP.

Setelah puas sejenak diatas puncak kami memutuskan turun agar menjelang siang sudah di basecamp Dieng. Perjalanan turun walau harus dilakukan lebih jauh tapi tidak terlalu curam. Jalur turun menuju basecamp Dieng sebenarnya hampir sama dengan jalur kalilembu Dwarawati , igirmranak.

Jalur akan terpisah menuju masing masing basecamp pada persimpangan. Ada petunjuk jelas kapan jalur akan menuju basecamp berbeda.

Kami terus mengikuti petunjuk jalur turun yang didominasi tanah merah, batuan dan akar akaran. Setelah posko 2 jalur mulai didominasi oleh kebun pertanian. Bahkan menjelang basecamp Dieng terhampar pertanian sayuran yang menyejukkan mata.

Total waktu turun sesuai dengan perkiraan , sebelum siang kami sudah masuk basecamp dan mulai bersih bersih. Saya sendiri sempatkan mandi dengan air yang sangat dingin seperti air es. Sayang ada tragedy kecil saat kami akan keluar dari basecamp Dieng dan dapat diselasaikan dengan baik walau akhirnya memakan waktu.

Tragedi kecil yang membuat kami sadar tentang tata cara naik gunung yang baik dan benar.  Kami bisa banyak belajar tentang menjaga lingkungan.

Pemandangan dari Tenda | Sumber: Tim Pendaki/Dok Pribadi
Pemandangan dari Tenda | Sumber: Tim Pendaki/Dok Pribadi

Pendakian Gunung Prau telah menjadi kisah  yang menarik untuk  saya kenang. Walau termasuk gunung yang terbilang mudah dan tidak terlalu tinggi,tapi  bagi saya gunung tetaplah gunung yang punya karakteristik masing masing .

Tidak ada gunung yang mudah tapi yang ada gunung yang bisa didaki hingga puncak, dan ada gunung yang memiliki tingkat kesulitan yang lebih dari  gunung yang lain. Menikmati perjalanan mendaki dan menuruni gunung dengan kepasrahan. Itu yang saya lakukan. Saya pasrah saja kalau harus mendaki curam, pasrah harus hujan hujanan dan pasrah harus kedinginan. Hasilnya saya jadi lebih ringan untuk melewati kesulitan.

Seperti juga kehidupan, ketika kita pasrah karena sudah jadi Ketentuan-Nya. Kita malah menjadi kuat.

Salam Bahagia

Ucapan terima kasih :

Adam, Fathiyah, Fanny irfan, Surya,  Fitri, Eris,  dan seluruh tim pendakian Gunung Prau lainnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun