Suasana saat itu memang sangat tidak kondusif, Bung Karno berpikir untuk meminimalkan bahaya terhadap penduduk sipil. Apalagi bulan itu juga bulan Ramadhan, yang mayoritas umat islam sedang berpuasa.
Informasi Proklamasi Kemerdekaan memang masih terbatas, karena teknologi yang tersedia dan menjaga keamanan secara keseluruhan. Bahkan ada tokoh pergerakan nasional yang baru tahu proklamasi kemerdekaan beberapa hari berikutnya.
Bendara  merah putih disimpan Bung Karno lalu ketika harus pindah Ibukota ke Yogyakarta pada saat agresi militer sekutu , bendera  merah putih juga turut dibawa ke Yogyakarta.
Pun saat Bung Karno harus menjalani pengasingan oleh militer sekutu yang ditumpangi Belanda ke Bangka Belitung, Bendera merah putih dititipkan Bung Karno kepada ajudan kepercayaannya , Husein Muntahar.
Untuk menjaga keamanan, bendera  merah putih di pisahkan warna merah dan warna putih dalam dua bagian dan disimpan dalam dua tas berbeda.
Baru pada tahun 1949 bendera kembali dijahit atas permintaan Bung Karno dan dikibarkan pada perayaan kemerdekaan 17 Agustus 1949 di Gedung Agung Yogyakarta.
Bendera Merah Putih yang dijahit Ibu Negara pertama di Indonesia ini selalu dikibarkan saat perayaan 17 Agustus di Istana Merdeka di Jakarta dan sejak 1958 ditetapkan sebagai bendera pusaka.
Perayaan Kemerdekaan 17 Agustus 1968 adalah tahun terakhir Bendera pusaka merah putih berkibar di Istana Merdeka. Karena alasan kain bendera termakan usia dan warna yang memudar, bendera pusaka disimpan dan digantikan oleh bendera duplikat yang baru.
Begitulah kisah bendara pusaka Merah Putih yang telah 'mengangkasa' di atas tiang bendera. Sebuah kebanggaan dan kehormatan bendera pusaka merah putih. Untuk memasangnya tak sembarangan ada aturan aturannya. Hormat sempurna untuk Sang Saka Merah Putih. Merah jiwanya, Putih Badannya.
Selama Agustus, saya berencana menulis  17 artikel khusus kemerdekaan dan inilah artikel pertama. Saya berharap ada masukan, kritik membangun yang bisa dituliskan di kolom komentar. Terima kasih telah membaca artikel sedehana ini.
Salam Bahagia...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H