Kasus ini bisa menjadi pelajaran penting bagi pasangan yang akan menikah, paling tidak ada tiga hal yang bisa dilakukan :
Pertama, Perlu adanya perjanjian pra nikah untuk memastikan kedua belah pihak telah menyelesaikan masalalu masing masing. Sehingga tak ada lagi ganjalan yang bisa mengganggu pernikahan. Kejujuran dan keterbukaan sangat diperlukan agar tak ada kisah seperti ini. Termasuk catatan hutang, catatan penyakit yang pernah diderita, kebiasaan yang mungkin mengganggu hingga kisah asmara masalalu yang belum tuntas.
Kedua, Pasangan yang akan menikah biasanya akan mendapatkan cobaan, baik godaan dari mantan pacar sebelumnya atau hal lain yang bisa mempengaruhi keputusan menikah.
Untuk hal ini perlu kebulatan tekad, memastikan keputusan menikah sudah matang. Masing masih pihak saling menguatkan agar pernikahan  berjalan dengan baik.
Ketiga, Sebelum menikah ada baiknya masing masing menghapus semua nomer kontak, alamat email, mem- blok sosial media. Â Menghapus semua jejak digital baik foto, video dan chat orang orang yang pernah memiliki hubungan khusus (kekasih). Hal ini mungkin terlihat ekstrem tapi paling tidak hal ini meminimalisir datangnya pihak ketiga.
Jangan main main dengan perasaan. Selama celah masih terbuka, kenangan dan ingatan masalalu akan mempengaruhi hubungan dengan pasangan sahÂ
Wajah Pernikahan di Indonesia
Angka perceraian di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 516.334 kasus, naik 15,31% dari kasus tahun sebelumnya. Angka perceraian tahun 2022 merupakan yang tertinggi selama 6 tahun terakhir. Penyebab perceraian didominasi karena kasus perselisihan dan pertengkaran 63,41%, sisanya masalah ekonomi, salah satu meninggalkan pasangannya dan  KDRT.
75% perceraian merupakan cerai gugat atau gugatan cerai yang diajukan pihak istri sisanya 25% merupakan cerai talak yang dilakukan sang suami dan disahkan keputusan pengadilan agama. Sementara provinsi tertinggi kasus cerai adalah Provinsi Jawa Barat, lalu diikuti Jawa Timur dan disusul Jawa Tengah.
Melihat data perceraian di Indonesia yang cukup tinggi menjadi sinyal adanya problem serius dalam membina perkawinan. Â Persiapan dan perencanaan menikah rasanya perlu diedukasi lebih intens. Konseling perkawinan yang lebih mudah di akses. Dan yang terpenting adalah peran keluarga dekat yang bisa membantu dan bukan menjadi provokator.
Kasus Anggi merupakan sebuah pertanda lembaga perkawinan wajib dihormati, tak boleh diremehkan apalagi dilecehkan. Karena dalam pernikahan banyak pelajaran kehidupan yang luar biasa. Kadang badai datang menerpa seakan akan ingin menenggelamkan biduk pernikahan, namun laut tak selamanya diterpa badai. Ada saatnya laut tenang bersahabat.Â
Salam Bahagia...
Diolah dari Berbagai sumber