Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Kelahiranku (Autobiogarfi #7)

10 Juni 2023   22:04 Diperbarui: 10 Juni 2023   22:10 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya , untuk membaca sila dibaca disini

Kisah Sebelumnya

Nenekku wafat menjelang hari kelahiranku.Dalam penantiannya untuk menimang cucu. Hal yang sangat ia impikan.

Kisah selanjutnya

Cerita Ibu tentang Nenekku yang sangat menanti kelahirann cucu pertama membuat Ayah sangat menghormatinya. Namanya secara khusus dimasukkan didalam namaku, Cerita Ayah , nama Rushans Novaly adalah gabungan nama , Rus adalah nama yang diambil dari nama awalan ibuku Rusnaini , Hans berasal dari nama Nenekku Hafiah , Nov adalah menunjukan bulan kelahian bulan November dan Aly adalah nama filosofi agar aku besar , berani dan terkenal seperti petinju kelas berat yang terkenal saat itu Muhammad Ali.

Nama adalah doa dan harapan orang tua. Namaku memang agak tak biasa. Mungkin hanya satu satunya di dunia. Hal ini pernah dijajal menggunakan pencarian di google oleh sahabatku.

Setelah aku lahir, Ibu lebih banyak tinggal bersama keluarga besarnya. Rumah ayahku yang kosong ditempati saudara dari Nenek. Aku lahir di rumah nenek saat subuh ketika orang orang menunaikan sholat  di masjid. Persalinan berjalan lancar. Tak ada tanda alam ketika aku lahir, semuanya berjalan normal. Hari itu Kamis tanggal 13 bulan November tahun 1975.

Seorang bidan desa dipanggil untuk membantu persalinan Ibuku. Aku lahir tanpa didampingi Ayah yang sudah Kembali mengajar ke Jakarta. Keluarga besar dari pihak ayahku yang ikut membantu.  

Kakek dan Nenekku dari pihak Ibuku menyambut kelahiranku juga dengan Bahagia. Mereka berdua segera menjenguk cucu keempatnya. Bayi laki laki  ketiga dalam keluarga besar Ibuku.

Setelah mendapat kabar kelahiran anak pertamanya melalui telegram. Fasilitas komunikasi paling canggih karena dapat mengirim pesan penting dalam waktu yang relatif cepat ketimbang mengirim surat.

Ayah segera meminta izin dari sekolah untuk bisa pulang menjenguk anak laki laki pertamanya. Perjalanan darat yang dilaluinya seperti lambat karena keiinginnaya sampai ke rumah menemui istri dan anaknya begitu besar.

Anak laki laki yang  menjadi harapan besarnya. Anak yang kelak menjadi sulung dari tiga saudara laki laki lainnya. Aku tumbuh hingga berumur tujuh bulan sebelum dijemput ketika libur sekolah pada Juni 1976.

Kepindahan Ibu dan aku membuat kesedihan dikeluarga besar ibu dan ayahku di Pesisir Barat. Bayi  gemuk dan menggemaskan itu akan  pindah dan tumbuh di Jakarta.

Ibuku dan aku kembali tinggal di rumah sewaan di Harapan Mulia. Rumah mungil dan sedehana itu kini lebih ramai karena tawa dan tangis bayi tujuh bulan. Secara administrasi  aku didaftarkan lahir di Jakarta bukan di Lampung. Cerita ayahku, lebih mudah mengurus akte kelahiran di Jakarta ketimbang di Lampung begitu alasan ayahku.

Ibuku mulai mampu beradaptasi lebih cepat. Kurang lebih 10 bulan Ibuku pulang kampung untuk melahirkan. Kini , Ibuku memiliki kesibukan  mengurus bayinya. memandikan , menyusui dan memberinya makanan. Bayi yang begitu ia sayang.

Ketika aku berumur 1 tahun  Ibuku kembali hamil anak kedua. Kali ini Ibuku tidak Kembali ke Pesisir Barat. Ayahku memutuskan persalinan anak kedua di Jakarta karena akan merepotkan bila harus bolak balik Jakarta-Lampung.

 Nenekku untuk sementara tinggal di Jakarta menemani  Ibuku melahirkan anak keduanya. Sementara aku sedang belajar berjalan.

Adikku lahir pada Juni 1977 disebuah klinik persalinan. Adikku laki laki dan diberi nama Ardiansyah. Jarak aku dan adikku tidaklah terlalu jauh. Jadilah rumah sewaan mungil dan sederhana kami semakin ramai. Dan bersyukur ayahku mampu membeli  sepeda motor Suzuki A100 berwarna merah.

Sepeda motor itulah yang menjadi alat transportasi kami berempat. Bila sore tiba selepas mengajar ayahku mengajak kami untuk sekedar berjalan jalan di Monas. Disebuah taman yang ada air mancur. Semasa kanak kanak , aku masih ingat berlarian bahagia diantara para pengunjung lainnya. Diantara rumput yang cukup luas . Lalu ketika akan pulang , selalu ada  perlombaan untuk mengenali sepeda motor ayahKU.

Aku selalu menang untuk bisa mengenali dan berhasil mencapai sepeda motor ayahku. Sebelum maghrib kami Kembali ke rumah sewaan di Harapan Mulia. Jarak Monas dan rumah tidaklah jauh bila menggunakan sepeda motor.

Seingatku, jalan jalan sore ke Monas hampir dilakukan setiap hari. Dan aku tak pernah bosan . Kadang aku dan adikku diajak nonton bioskop. Walau terbilang jarang tapi aku masih ingat beberapa adegan film Kingkong yang aku tonton. (Bersambung...)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun