Artikel ini adalah sambungan dari artikel sebelumnya, sila dibaca di sini
kisah sebelumnyaÂ
Setelah memutuskan untuk  membangun rumah tangga, ayah dan ibuku kembali ke Jakarta untuk memilih hidup baru.Â
Lanjutan dari Kisah Sebelumnya
Ibuku sebelum  menikah berprofesi sebagai guru SD dan telah diterima menjadi seorang PNS di Pesisir Barat. Namun karena harus mengikuti sang Suami , seluruhnya dilepaskan. Ibuku memilih menjadi seorang Ibu rumah tangga.
Tinggal di Jakarta merupakan pengalaman istimewa yang dialami ibuku. Gambaran kemilau Jakarta nampaknya tak seutuhnya dialami Ibuku. Sebagai guru muda dengan golongan PNS rendah tentu penghasilan ayahku tidaklah besar.
Cerita megah tentang Ibukota Jakarta memang coba ayahku kenalkan kepada Ibuku. Diawal penikahan dan pindah ke Jakarta sebisa mungkin ayahku mengajak Ibuku ke tempat tempat yang mewakili kemegahan Jakarta di tahun 1973.
Ayah dan Ibuku mengontrak sebuah rumah di  wilayah Harapan Mulia Jakarta pusat. Sebuah rumah sedehana yang hanya memiliki satu kamar tidur. Air bersih menjadi kendala karena harus membeli dalam jerijen.
Rumah yang disewa ayahku berada dilingkungan keluarga besar Betawi. Seperti sebuah cluster saat ini. Jadi beberapa rumah memiliki hubungan keluarga. Tradisi dan adat orang Betawi sedikit banyak mulai mempengaruhi karakter Ibuku. Apalagi keluarga besar Betawi bisa menerima dengan baik keberadaan Ibuku
Sejatinya kumuhnya Jakarta membuat Ibuku tidak betah. Namun tanggung jawabnya sebagai istri yang membuatnya tetap bertahan. Semuanya berbanding terbalik dari kehidupan Ibuku di Lampung. Sebagai pasangan muda yang baru merintis kehidupan baru. Ibuku berusaha untuk beradaptasi
Sedikit banyak ibuku baru bisa merasakan hal  hal baru di Jakarta beberapa bulan setelah kepindahan, seperti  makanan yang sebelumnya asing. Bakso, Nasi Goreng, Gado gado , lalapan adalah hal yang menurut Ibuku baru ia temukan di Jakarta. Belum lagi pengalamannya menonton film di bioskop, film Indonesia, India dan film asal Amerika yang ternyata membuatnya tertarik.