Gempa Palu yang terjadi pada 28 September 2018, gempa yang diikuti tsunami dan likuifaksi ini melumpuhkan . Infrastruktur hancur, pemerintahan daerah tak berdaya dan ratusan ribu orang terdampak langsung. Terjadi huru hara, penjarahan dan kekacauan dihari berikutnya.
Listrik padam, BBM langka dan stok makanan terbatas. Kota Palu dipenuhi orang orang yang kebingungan. Sementara jenazah masih banyak tertimbun. Kabar orang hilang dimana mana. Kesedihan seperti telah membeku dan berubah menjadi kemarahan. Keputus asaan hampir saja membuat orang orang berbuat diluar nalar.
Relawan kemanusian dari berbagai daerah mulai masuk , membawa bantuan yang belum mencukupi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah penyelamatan bagi korban yang terdampak langsung, bantuan emergensi agar yang yang selamat untuk tetap hidup.
Rumah sakit kewalahan, korban begitu banyak sementara tenaga Kesehatan sangat terbatas. Sebagian Relawan turun membantu di rumah sakit. Ada yang membantu penguburan jenazah yang sudah diidentifikasi atau sudah didokumentasikan.
Begitulah cerita relawan kemanusian yang menangani gempa Palu. Ratusan relawan bahkan mencapai ribuan datang dan membuat posko posko. Selain Kota Palu, gempa juga berdampak di Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi Moutong.
Disaat terjadi tragedi dan bencana kemanusian. Relawan tak lagi berpikir tentang uang atau apa yang akan mereka dapatkan. Bagi relawan bisa turun untuk membantu adalah sebuah kebahagian. Keselamatan diri sendiri dipertaruhkan. Tak ada kenyamanan, relawan harus puas tidur di posko  sederhana yang serba terbatas.
Makanan juga seadanya, sama dengan apa yang dimakan para penyintas bencana. Aturan makan empat sehat lima sempurna belum bisa dijalankan. Dapur umum belum bisa  dibangun, makanan siap saji belum bisa dihantarkan ke lokasi pengungsian.
Relawan terus bahu membahu mengirimkan makanan dan minuman yang ada. Fase emergensi masih berjalan , relawan terus bekerja keras mencari korban yang terperangkap di bawah reruntuhan. Sementara bau jenazah mulai tercium.
Itulah cerita nyata relawan kemanusian yang membantu korban bencana gempa. Relawan yang tidak mengharapkan balas jasa, tak mengharapkan uang balasan.
Apa yang didapatkan relawan ?
Relawan yang melakukan aktifitas kemanusian pasti akan mendapatkan kepuasan dan kebahagian. Melihat senyum dan ucapan terima kasih  dari korban atau keluarganya rasanya sudah cukup memberikan energi kebahagian. Hormon endorphin langsung bekerja untuk kebahagian yang kita sulit untuk memahaminya.