Menjadi wali kelas di masa Pembelajaran Jarak Jauh bukanlah hal yang mudah. Banyak tantangan dan dibutuhkan banyak strategi agar anak-anak bisa dirangkul satu per satu. Apalagi para siswa disini terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda yang membuat wali kelas dan guru harus melakukan pendekatan yang berbeda-beda pula. Â
Pagi ini, hampir sama dengan hari biasanya, beberapa menit sebelum mengajar, kami mengobrol santai di ruang kelas. Kali ini kami membahas seorang siswa yang selalu menjadi bahan pembicaraan.Â
'Saya sudah berusaha miss, menelepon dari tadi, tapi tidak dijawab,' begitu kata miss yosi dengan wajah kesal.Â
'Coba nanti saya telepon atau chat, siapa tau dijawab,' jawab saya menenangkan beliau.Â
'Emang kenapa ditelepon? Ada masalah kah miss?' tanya saya penasaran.
'Minggu lalu tidak ikut devotion dan assembly. Ini tadi dia ikut devotion, tapi off camera. Saya kan jadi bingung, ini anak kenapa?' miss yosi semakin geram.
Saya segera meraih hp saya dan mencari kontak anak tersebut di whatsapp. Tanpa ragu, saya berinisiatif menelepon. Muncul tulisan 'memanggil' di layar hp saya kemudian berubah menjadi 'berdering'. Setelah beberapa detik, tidak ada jawaban. Saya chat, tidak dibaca. Saya telepon sekali lagi, hanya muncul tulisan 'memanggil' meski sudah beberapa menit. Sayangnya tulisan itu masih saja 'memanggil' hingga tak kunjung dijawab.
'Kok jadi memanggil. Tadi aktif,' tanya saya heran.
'Berarti miss diblokir,' bagitu sahut teman saya yang lain.
Saya pun penasaran. Saya tidak yakin sekaligus tidak percaya jika nomor saya benar-benar diblokir.Â
Saya merasa tidak terima. Seorang siswa yang menurut saya bisa saya taklukkan hatinya, berbuat tidak sopan dengan memblokir gurunya. Dan ternyata tidak hanya saya yang diblokir, wali kelas juga. Mungkin karena mereka tidak bertemu gurunya secara langsung maka berani bertindak seolah-olah bisa membohongi guru.Â
Kekesalan seorang wali kelas tidak hanya disitu. Ketika seorang siswa yang terbukti tidak hadir pada pembelajaran tertentu pun masih berani berbohong kepada orang tuanya dan menyatakan bahwa ia selalu hadir. Untungnya wali kelas memiliki bukti screenshot kehadiran siswa bahwa siswa yang bersangkutan tidak hadir. Wali kelas merasa tersinggung di depan orang tua. Tidak bisa berkata apa-apa di depan orang tua siswa padahal wali kelas memiliki buktinya.Â
Pernah juga wali kelas merasa tidak bisa menjadi wali kelas yang baik ketika para siswa tidak menuruti aturan yang sudah disepakati. Yang paling sering terjadi adalah masalah buka dan tutup kamera zoom, tidak menjawab telepon, tidak ontime masuk zoom, tidak menyahut ketika dipanggil, tiba-tiba menghilang dan tidak kembali, dll.Â
Semua guru mata pelajaran yang merasa mengalami masalah dengan para siswa pasti segera menyampaikan keluhannnya kepada wali kelas. Para guru merasa bahwa wali kelas adalah orang tua mereka saat di sekolah.Â
Beban menjadi seorang wali kelas tentu sangat kompleks, apalagi beliau juga seorang guru. Beliau juga harus mempersiapkan materi yang akan diajarkan. Keberadaan guru lain, sangat mempengaruhi mood dari wali kelas ketika menghadapi masalah-masalah dengan siswa dan orang tua. Beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan adalah mendengarkan keluh kesah wali kelas, memberikan solusi atau kalau memungkinkan dengan cara menyelipkan hal-hal berbau humor dalam perbincangan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H