Pengenaan ppn sembako menimbulkan keresahan diberbagai kalangan terutama bagi para pedagang di pasar tradisional. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010 yang mengatur mengenai barang sembako seperti beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah -- buahan, sayur -- sayuran, ubi -- ubian, bumbu -- bumbuan dan gula konsumsi.
Terkait dengan hal ini, Sri Mulyani memastikan bahwasanya kebijakan ini tidak akann memberatkan seluruh masyarakat terutama masyarakat miskin. Hal ini dikarenakan pengenaan PPN tidak berlaku untuk produk yang terdapat pada pasar tradisional.
Menurutnya, sembako yang akan dikenakan PPN merupakan sembako yang hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Seperti halnya produk makan yang harus impor dan harganya tergolong mahal.
Contoh lainnya seperti beras yang di produksi oleh para petani Indonesia tidak akan dikenakan PPN, akan tetapi lain hal nya dengan beras dengan kualitas premium seperti beras shirataki yang harganya bisa 5 hiingga 10 kali lipat dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja, hal ini seharusnya dikenakan pajak.
Besaran tariff yang dikenakan masih akan menyesuaikan dengan kemampuan konsumen untuk membayar, dan besaran tarif ini perlu didiskusikan lebih lanjut oleh internal kementrian.
Sama seperti sembako, sekolah pun bakal dikenakan ajak, akan tetapi tidak semua sekolah akan di pajakan. Pemerintah akan menegenakan pajak bagi beberapa sekolah saja  (seperti sekolah sekolah premium bagi kalangan berada).
Hal ini dilakukan dengan harapan dapat menciptakan asas keadilan sebab insentif bebas PPN yang berlaku saat ini berlaku untuk semua orang baik orang kaya maupun orang miskin.
Pemerintah akan mengganti skemma tarif darii single tariff ppn menjadi sekma multitarif PPN, yang dimana pengenakaan skema multi tariff adalah pengenaan tariff lebih tinggi untuk barang/jasa yang dikonsumsi oleh orang kaya dan pengenaan pajak yang lebih rendah bagi masyarakat menengah kebawah.