PROLOG
Sebuah artikel yang ditulis Anindita S.Thaif-2017. Dalam abad pencerahan melahirkan sebuah semboyan bahwa manusia merupakan pusat kehidupan. Sebagaimana juga pernah dikatakan oleh seorang filsuf Yunani Aristoteles. Dimana manusia adalah hewan yang berpikir.Â
Itu artinya dia memiliki rasio sesuatu yang dimiliki binatang. Dengan kemampuan rasio itulah dalam puncaknya melahirkan sebuah gerakan revolusi industri di negara Inggris dan revolusi sosial [Komune Paris] di Prancis.Â
Manusia mengangkat dirinya sebagai raja dunia, Dari konsep inilah kemudian melahirkan sebuah konsep Antroposentrik. Eksploitasi terhadap alam berasal dari pandangan akan konsep tersebut.
Sebagai penguasa dunia, Manusia mempunyai hak dan kewenangan untuk menguras kekayaan sumber daya alam sepuasnya.
Maka jadilah hutan-hutan sebagai penyeimbang alam digundulin, Isi perut bumi terus dikeruk sumber kekayaannya dll.
Mengutip uraian Ratna W. Rahma dalam Penta Rheif Filsafat UGM-2008. Masyarakat Jawa sejak dari nenek moyangnya hingga saat ini justru telah mempunyai kesadaran dan tingkat pemahaman yang tinggi akan kosmos.Â
Kosmosentrisme spiritual yang kini didengungkan manusia modern sebagai media kritik dan alternatif terhadap paradigma antroposentrisme sekuler telah lama dimiliki dalam sistem struktur pada masyarakat Jawa.Â
Manusia hidup dalam jagad ageng dan jagad kecil. Jagad ageng atau besar adalah makrokosmos tempat alam semesta tergelar, Sementara jagad kecil merupakan mikrokosmos dimana sebagai tempat manusia itu menjejakkan kakinya.Â
Dalam sistem kosmologi Jawa telah meletakkan posisi manusia itu adalah sejajar dengan alam untuk saling melengkapi bukan untuk mengeksploitasi secara brutal.Â
Dalam budaya Jawa ketika manusia itu lahir tali pusar-nya/ari--ari dipercaya sebagai sebuah "kembaran" yang ditanam dalam tanah.