Nestapa
(Novaldi ARaska)
---
Desir darahku telah mencapai titik didihnya.
Aku tak sanggup lagi mendengar nyanyian derita ini.
Berulang-ulang lagu lama terdengar di telingaku dan tak kunjung sirna.
-
Nyanyian mencekam yang terus membayangiku atas kepedihan.
Rasa pedih yang aku ciptakan sendiri lalu bermuara pada penyesalan.
-
Aku selalu terusik dengan siulan burung di pagi hari.
Aku selalu jengah dengan udara, yang entah mengapa begitu asing kurasakan di kulit ini.
Aku bosan dengan diriku yang telah kehilangan gairah untuk berdiri.
Pelarian dari kekosongan ini selalu kucari, walau hatiku telah mati.
-
Selalu berusaha tertawa dengan tawa kosong yang tak pernah sekalipun kurasakan nyamannya.
Tampilkan topeng berlapis, yang aku sendiri bahkan tak tahu seperti apa rupaku sebenarnya.
-
Aku seperti kehilangan setengah tubuhku.
Pikiranku kacau bahkan saat aku sedang berbicara.
Aku tak lagi lancar mengucap, bahkan satu huruf pun dengan benar.
Aku terbata-bata dalam kalimat.
-
Hatiku telah ikut terbawa pergi oleh kematian.
Tujuanku juga telah kau bawa berlari menjauh menghadap Tuhan.
Saat ini, aku hidup dengan bayanganku di siang hari.
Dan akhirnya kembali sendirian, saat bayangan di usir pekatnya malam.
-
Kembalilah, atau biarkan aku bersamamu di dalam pusara itu.
---
Medan, 21 Juli 2024Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H