Saat ini, istilah "Ekonomi Hijau" juga dikenal sebagai "Green Economy" menjadi semakin populer, terutama dalam hal keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Definisi mengenai Green Economy itu sendiri merupakan ekonomi dari dunia yang sesungguhnya, dunia dari pekerjaan, kebutuhan manusia, bahan baku dari bumi dan bagaimana semua hal tersebut digabungkan menjadi satu secara harmonis. Green Economics adalah tentang ‘use-value’ bukan ‘exchange-value’ mengenai kualitas bukan kuantitas; tentang ‘re-generation’ dari individu, komunitas dan ekosistem bukan tentang ‘akumulasi’ dari uang ataupun material. Salah satu penerapan dari Green Economy yaitu kebijakan pengurangan sampah plastic. Di Indonesia, pengurangan penggunaan kantong plastik sekali pakai telah menjadi prioritas, terutama untuk mengurangi limbah plastik yang berbahaya bagi lingkungan. Mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai adalah langkah penting untuk mencapai tujuan ekonomi hijau.
Indonesia saat ini menghadapi krisis pencemaran plastik yang serius. Setiap tahunnya, jutaan ton sampah plastik mencemari lingkungan, terutama lautan. Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia merupakan salah satu kontributor terbesar sampah plastik di laut. Pencemaran plastik ini tidak hanya mengancam kehidupan laut tetapi juga berdampak pada kesehatan manusia. Meningkatnya jumlah sampah plastik yang tidak terkendali menimbulkan kekhawatiran global dan lokal, yang menuntut adanya kebijakan efektif untuk mengatasi masalah ini. Dengan membuat kebijakan dan regulasi yang tepat, pemerintah dapat membantu mengurangi plastik sekali pakai. Hal ini termasuk membatasi atau melarang penggunaan plastik sekali pakai, memberikan insentif kepada industri untuk membuat produk yang lebih ramah lingkungan, dan mendukung kampanye pendidikan publik tentang pentingnya mengurangi plastik sekali pakai. Kebijakan ini tidak hanya menjaga lingkungan tetapi juga membuka peluang ekonomi baru di bidang lingkungan.
Tekanan dari komunitas internasional mendorong Indonesia untuk bertindak. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai kesepakatan internasional mengenai pengelolaan sampah plastik memaksa negara-negara untuk memperkuat regulasi mereka. Indonesia merespon dengan berkomitmen pada Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Sampah Laut, yang bertujuan untuk mengurangi sampah plastik di lautan hingga 70% pada tahun 2025. Komitmen ini membutuhkan langkah-langkah konkret dalam bentuk kebijakan dan regulasi yang kuat. Untuk mengurangi penggunaan plastik, kebijakan dan peraturan yang kuat diperlukan, seperti pengenaan pajak atau bea plastik. Pemerintah dapat menerapkan pajak atau bea atas penggunaan plastik tertentu atau produk-produk plastik sekali pakai untuk mendorong pengurangan konsumsi plastik. Larangan atau pembatasan penggunaan plastik sekali pakai melalui regulasi, pemerintah dapat melarang atau membatasi penggunaan plastik sekali pakai dalam berbagai sektor seperti makanan dan minuman, pembungkusan, dan peralatan rumah tangga. Kesadaran masyarakat yang semakin meningkat mengenai bahaya plastik sekali pakai mendorong adanya perubahan sikap dan perilaku. Berbagai kampanye edukasi seperti "Plastic-Free July" dan gerakan "Bebas Plastik" telah mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Masyarakat mulai beralih ke alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti tas belanja kain dan sedotan bambu. Perubahan sikap ini memberikan dorongan tambahan bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang mendukung pengurangan plastik sekali pakai.
Media massa memainkan peran penting dalam mengangkat isu pencemaran plastik melalui agenda setting. Laporan investigasi, dokumenter, dan liputan berita tentang dampak sampah plastik membantu membentuk opini publik dan meningkatkan tekanan pada pembuat kebijakan. Media sosial juga menjadi platform penting bagi masyarakat untuk berbagi informasi dan menggalang dukungan publik terhadap kebijakan pengurangan plastik sekali pakai. Media berperan dalam mendokumentasikan dan menyoroti dampak lingkungan dari plastik sekali pakai. Gambar-gambar mencolok tentang sampah plastik yang mencemari pantai, sungai, dan lautan, serta dampak terhadap kehidupan laut, sering kali menjadi viral dan menarik perhatian publik. Liputan ini tidak hanya menyajikan fakta tetapi juga memicu emosi yang mendorong tindakan nyata dari individu dan komunitas. Dengan memanfaatkan media, isu ini berhasil mendapatkan perhatian luas dan menjadi prioritas dalam agenda kebijakan publik. Peran media dalam agenda setting terbukti sangat penting dalam membentuk kesadaran dan mendesak pemerintah untuk bertindak terhadap masalah lingkungan, termasuk pengurangan penggunaan plastik sekali pakai di Indonesia. Beberapa pemerintah daerah di Indonesia telah mengambil langkah proaktif dalam mengatasi masalah plastik sekali pakai. Dengan meningkatnya kesadaran publik yang dipicu oleh media, tekanan terhadap pemerintah untuk bertindak juga meningkat. Media sering kali menyoroti inisiatif-inisiatif pemerintah yang ada, atau kekurangan tindakan yang diperlukan, sehingga mendorong pembuat kebijakan untuk mengambil langkah-langkah konkret. Liputan yang kritis terhadap pemerintah dapat memaksa mereka untuk bertindak lebih cepat dan lebih tegas dalam menerapkan kebijakan pengurangan plastik sekali pakai. Contohnya, Bali dan DKI Jakarta telah mengeluarkan peraturan daerah yang melarang penggunaan plastik sekali pakai di berbagai sektor. Peraturan Gubernur Bali No. 97/2018 dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 142/2019 adalah contoh kebijakan yang berhasil mengurangi penggunaan plastik sekali pakai secara signifikan. Keberhasilan inisiatif ini mendorong daerah lain untuk mempertimbangkan kebijakan serupa.
Setelah kebijakan diterapkan, media berperan dalam melaporkan implementasinya. Media dapat mengawasi apakah peraturan baru dipatuhi, menyoroti keberhasilan atau kegagalan, dan memberikan umpan balik kepada pemerintah dan masyarakat. Selain itu, media juga dapat mempromosikan tokoh-tokoh atau komunitas yang menjadi contoh dalam mengurangi sampah plastik sebagai model perilaku yang dapat diikuti oleh masyarakat luas. Dalam era digital, media sosial memainkan peran yang sangat penting. Influencer dan tokoh masyarakat sering kali menggunakan platform mereka untuk menyebarkan pesan tentang pengurangan plastik sekali pakai. Liputan media tentang kampanye yang dilakukan oleh figur publik ini dapat memperluas jangkauan dan dampak kampanye, menjangkau audiens yang lebih luas dan lebih beragam. Media memainkan peran sebagai pengawas dalam proses implementasi kebijakan pengurangan sampah plastik dengan memberikan liputan independen mengenai perkembangan dan hasil dari kebijakan tersebut. Media melaporkan perkembangan dan dampak kebijakan, membantu memastikan bahwa kebijakan diterapkan secara efektif dan sesuai dengan tujuan awalnya. Peran agenda setting dapat membantu memastikan bahwa pemerintah dan pihak terkait bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dengan baik serta memperbaiki kekurangan yang mungkin terjadi. Dengan liputan yang luas dan terus-menerus, media dapat mendorong partisipasi komunitas dalam gerakan pengurangan plastik sekali pakai. Berita tentang inisiatif komunitas lokal, sekolah, dan organisasi lainnya menginspirasi kelompok-kelompok lain untuk mengikuti jejak mereka. Sehingga, media dapat menyebarluaskan informasi tentang bagaimana individu dapat berkontribusi, menciptakan gerakan massa yang mendukung tujuan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H