PENDAHULUANÂ
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral.[1] Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 [2] yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral merupakan dasar dari perilaku etis.[3] Teori ini mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget,[4] yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.[5] Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,[2] walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.[6][7]
Kohlberg menggunakan cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik dengan cara orang-orang dalam menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila berada pada persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.[8][9][10] Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih kuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.[5]
Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg berfokus pada bagaimana individu berkembang dalam hal pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip moral sepanjang hidup mereka. Kohlberg mengusulkan bahwa perkembangan moral terjadi melalui serangkaian tahapan yang terdiri dari tiga tingkat utama, yang masing-masing memiliki dua tahapan. Berikut adalah tingkat dan tahapan dalam teori perkembangan moral Kohlberg:
Tingkat Pra-Konvensional (Tahapan 1 dan 2)
Tahap 1: Kepatuhan terhadap hukuman dan penghindaran rasa sakit
Pada tahap ini, moralitas seseorang didorong oleh kebutuhan untuk menghindari hukuman. Anak-anak berfokus pada pemenuhan kebutuhan pribadi dan menghindari konsekuensi negatif.
Tahap 2: Pertukaran timbal balik (Individualisme dan tujuan pribadi)
Pada tahap ini, individu mulai memahami bahwa orang lain memiliki keinginan dan kepentingan mereka sendiri. Moralitas bersifat relatif, dan tindakan dianggap benar jika membawa keuntungan bagi diri sendiri.
Tingkat Konvensional (Tahapan 3 dan 4)
Tahap 3: Menurut pandangan orang lain (Konformitas interpersonal)
Moralitas pada tahap ini lebih berfokus pada mendapatkan persetujuan dari orang lain dan mengikuti norma sosial. Tindakan dianggap benar jika dapat menyenangkan orang lain atau sesuai dengan harapan sosial.
Tahap 4: Mempertahankan ketertiban sosial
Pada tahap ini, individu mulai memahami pentingnya peraturan dan hukum untuk menjaga ketertiban sosial. Moralitas berhubungan dengan pemenuhan kewajiban sosial dan menghormati otoritas.
Tingkat Pasca-Konvensional (Tahapan 5 dan 6)
Tahap 5: Kontrak sosial dan hak individu
Individu mulai mengerti bahwa hukum dan aturan dapat diubah jika tidak lagi mencerminkan nilai-nilai yang adil bagi masyarakat. Mereka mendukung kebebasan individu dan keadilan sosial.
Tahap 6: Prinsip etika universal
Pada tahap tertinggi, individu mengikuti prinsip moral universal yang berdasarkan pada keadilan, hak asasi manusia, dan nilai-nilai etis yang lebih tinggi, meskipun itu bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Menurut Kohlberg, tidak semua orang mencapai tingkat moral yang lebih tinggi, dan perkembangan moral ini dipengaruhi oleh faktor-faktor kognitif dan sosial.
#Contoh:
Kohlberg menyusun Wawancara Keputusan Moral dalam disertasi aslinya pada tahun 1958.[2] Selama kurang lebih 45 menit dalam wawancara semi-terstruktur yang direkam, pewawancara menggunakan dilema-dilema moral untuk menentukan penalaran moral tahapan mana yang digunakan partisipan. Dilemanya berupa ceritera fiksi pendek yang menggambarkan situasi yang mengharuskan seseorang membuat keputusan moral. Partisipan tersebut diberi serangkaian pertanyaan terbuka yang sistematis, seperti apa yang mereka pikir tentang tindakan yang seharusnya dilakukan, juga justifikasi seperti mengapa tindakan tertentu dianggap benar atau salah. Pemberian skor dilakukan terhadap bentuk dan struktur dari jawaban-jawaban tersebut dan bukan pada isinya; melalui serangkaian dilema moral diperoleh skor secara keseluruhan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI