Kania sangat merasa bimbang. Ia pergi ke ruang latihan. Kania menangis karena sudah tak tahan lagi dengan keadaan yang Ia alami tersebut. Tidak ada pegangan untuk Kania mengadu keluh kesahnya. Para anggota angklung pun ada yang ikut menangis dan ada juga yang memberi Kania semangat. Akan tetapi, semua anggota merasa sangat kesal dan sedih. Mereka merasa selama ini tidak dihargai oleh pihak sekolah dan pihak lainnya. Tetapi angklung harus tetap eksis dengan beban yang ditanggung sendiri. Hal ini bukanlah merupakan hal yang wajar bagi para anggota angklung.
Setelah beberapa bulan menunggu, akhirnya bunda memberi pelatih untuk angklung. Dan pelatih tersebut di rasa cocok oleh para anggota untuk dijadikan pelatih angklung di SMAN 1 Padalira. Mulai saat itu angklung dihargai oleh sekolah. Itu semua diketahui karena setiap ada tampilan angklung sering di beri penghargaan seperti hal kecilnya itu diberi konsumsi.
Walaupun demikian sedikit demi sedikit beban angklung mulai berkurang. Rasa bimbang perlahan pergi. Dan angklung batal bubar. Para anggota mulai kembali tersenyum dengan semangat untuk berlatih menghadapi penampilan-penamoilan yang akan datang. Mereka membuat kostum tampil serempak.
Kania merasa lega karena akhirnya tanggung jawabnya berhasil di penuhi. Walaupun pada awalnya Kania tidak berpikir untuk ikut kegiatan secape ini tapi kenyataan berkata lain. Kania dipilih menjadi ketua dan mampu menyelesaikan tugasnya sebagai ketua. Ini ada pengalaman Kania yang begitu penuh kesan.
Setelah kelas 12 Kania menyerahkan kepengurusan nya kepada kelas 11. Lalu Kania berhasil lulus dengan nilai yang sangat baik. Dan masuk ke perguruan tinggi yang Ia cita-citakan. Dengan tidak lupa gelarnya sebagai ketua angklung di masa SMA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H