Apa yang kalian pikirkan setelah mendengar kata "Limbah"?
Merujuk pada keputusan Menperindag RI No. 231/MPP/Kep/7/1997 Pasal I tentang prosedur impor limbah, limbah didefinisikan sebagai sisa barang/bahan hasil dari suatu kegiatan ataupun proses produksi yang fungsinya sudah berbeda dengan fungsi awal nya. Berdasarkan toksisitasnya, limbah dibagi menjadi dua, yaitu limbah non B3 dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah non B3 merupakan limbah yang tidak mengandung bahan berbahaya, sedangkan limbah B3 merupakan limbah yang mengandung bahan berbahaya dan dapat mencemari lingkungan serta membahayakan makhluk hidup.Â
Limbah terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan kelompoknya, yaitu limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri. Dari ketiga jenis limbah ini, limbah rumah tangga yang paling banyak ditemukan karena pengelolaan yang kurang sehingga terjadi penumpukan limbah. Lalu, apa dampak dari penumpukan limbah rumah tangga?
Salah satu dampak penumpukan limbah rumah tangga adalah pencemaran pada air sehingga kualitas nya menjadi buruk. Seperti yang kita tahu, air sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup baik untuk kebutuhan sehari-hari (minum, mandi, mencuci, dan lain-lain) maupun untuk kebutuhan pertanian dan industri. Apabila kualitas air buruk, maka tidak dapat digunakan kembali dan hal ini akan menimbulkan dampak sosial yang luas karena untuk memulihkannya perlu proses yang panjang. Bagi makhluk hidup, tentu saja akan berpengaruh pada kesehatan apabila mengkonsumsi air yang tercemar. Mengenai hal itu, perlu adanya pemanfaatan limbah rumah tangga untuk menghindari dampak pencemaran limbah pada lingkungan maupun manusia. Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk pengelolaan limbah rumah tangga yaitu pembuatan ekoenzim.
Ekoenzim merupakan suatu produk fermentasi dari limbah rumah tangga yang memanfaatkan limbah organik seperti kulit buah-buahan atau sayuran sebagai bahan utama. Dalam prosesnya, ekoenzim dibuat dengan memasukkan air kedalam botol kemudian ditambahkan gula aren dan potongan kulit buah-buahan atau sayuran. Setelah itu, dilakukan proses fermentasi selama kurang lebih 3 bulan untuk menghasilkan ekoenzim yang sempurna. Hasil dari ekoenzim yaitu berupa larutan atau cairan yang sangat bermanfaat.
Larutan hasil fermentasi ekoenzim mengandung ozon (O3) yang sangat bermanfaat bagi atmosfer di bumi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Megah et. al (2018), apabila larutan ekoenzim ditambahkan air, maka akan dihasilkan sebuah reaksi yang dapat digunakan untuk pembersih lantai, piring, pakaian, kakus hingga pencuci rambut dan sabun mandi. Selain itu, larutan ekoenzim juga dapat digunakan untuk memperlancar saluran air yang terhambat dan pembasmi hama tanaman. Adapun ampas dari hasil fermentasi dapat digunakan sebagai pupuk organik yang akan menyuburkan tanah sehingga didapat hasil panen yang lebih banyak.
Pemanfaatan limbah rumah tangga seperti kulit buah/sayur dalam pembuatan ekoenzim sangat bermanfaat bagi kebutuhan sehari-hari khususnya dalam kebersihan dan pupuk organik. Selain membantu mengurangi penumpukan limbah rumah tangga, ekoenzim juga dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengganti produk-produk kebersihan yang berbahan kimiawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H