Mohon tunggu...
Nour Payapo
Nour Payapo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Harmony

Hanya fikiran Universal dapat menjawab masalah - masalah yang mengancam ketentraman dan kedamaian dunia. Universal itu tidak akan bertolak belakang dengan bagian Universal lainnya, apapaun tingkat masalahnya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Negara Uji Coba

1 Mei 2021   15:51 Diperbarui: 1 Mei 2021   15:54 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Indonesia itu sebuah rumah, maka fondasi rumah kita telah kita ganti empat kali,  (UUD Republik Indonesia 1945/berlaku 18 Agustus 1945, UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) berlaku 18 Agustus 1949, UUDS 1950 diberlakukan 14 Agustus 1950, dan kembali kepada UUD 1945 pada 5 Juli 1959. 

Fondasi rumah kita, UUD 1945, sudut - sudutnya juga pernah kita perbaiki empat kali. Amandemen pertama hingga amandemen ke empat UUD 1945. Tentu pergantian dan perbaikan terhadap dasar kita percayai sebagai upaya memperkuat rumah yang luas dan besar. Tetapi coba kita bayangkan saja, jika dasar sebuah rumah diganti kemudian diperbaiki berulang-ulang kali?  

Dwitunggal, Bung Karno - Bung Hatta nampak berbeda pandangan soal fondasi rumah Indonesia. "Saya Unitaris, Hatta Federalis" kata Bung Karno. "Saya cenderung kepada bentuk negara Federal karena negara besar seperti Amerika Serikat atau Uni Soviet berbentuk federal." Kata Bung Hatta.   

Perbedaan pandangan soal fondasi rumah Indonesia antara dwitunggal tersebut merupakan perbedaan antara negarawan tentu akan teruji dikemudian hari, siapa yang tepat. Perbedaan pandangan itu sangat dipengaruhi prinsip nilai yang diperjuangkan, baik oleh Bung Karno maupun Bung Hatta, maka, idealnya negarawan Indonesia, partai politik, rakyat Indonesia kembali berfikir jernih, apakah rumah Indonesia dapat kokoh berdiri untuk selama-lamanya.  

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, sejak merdeka 1945, kita dihadapkan kepada kondisi riil Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi, Orde Pascareformasi. Semua orde  mempertegas kokohnya fondasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan UUD 1945, tetapi dengan mempraktekkan instrumen federalisme. Contohnya, otonomi daerah/pemerintahan daerah. Berulang kali otonomi daerah dan pemerintahan daerah diatur mulai dari Undang Undang (UU) No.1/1945, UU 22/1948, UU No.1/1957, Penpres 6/1959, UU 18/1965, dan terakhir UU No. 5/1974 (Orde lama dan Orde Baru).

Kemudian berulang-ulang kali undang-undang tentang otonomi daerah/pemerintahan daerah diganti dan diperbaiki. Pada Era Reformasi lahir UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004, Perpu No. 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, UU No. 23 Tahun 2014, UU No. 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23 Tahun 2014. Ditambah lagi dengan hadirnya UU No 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dengan UU No. 21 Tahun 2001 jo UU No. 35 Tahun 2008, sebuah hasil kompromi politik antara masyarakat Papua dan pemerintah pusat untuk penyelesaian konflik multidimensi sejak tahun 1962.   

Saat ini fondasi NKRI terus menerus digoyang, lagi-lagi dari Papua. Dan mungkin saja, daerah-daerah lain akan mengikuti, dengan grafik melebar. Republik Maluku Selatan, Aceh Merdeka, Maluku Utara menuntut otonomi khusus, Riau, Kalimantan, serta beberapa daerah lainnya. Semua tuntutan ini terkait keadilan antara pusat dan daerah, kewenangan pusat dan daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah, kesejahteraan antara pusat dan daerah.   

Kembali kepada perbedaan dwitunggal, Soekarno dan Mohammad Hatta, antara Unitaris atau Federalis, tetap negara kesatuan atau negara federal. Indonesia negara besar, negara kepulauan terbesar, salah satu negara dengan sumberdaya alam terbanyak. Jangan sampai Indonesia disebut negara ujicoba. Nanti kita buktikan sama-sama. (sumber : republika, cnnindonesia, wikipedia.org, google.co.id, tempo.com).          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun