Ada potensi punahnya Bahasa asli di Kalimantan Utara karena minim usaha pelestarian dari pemerintah, kawin campur, ibu dan bapaknya tidak mengajarkan lagi bahasa daerah, generasi muda tidak lagi menggunakan bahasa daerah dalam pergaulan sehari-hari dan penutur asli hanya sisa orang tua.Â
Relatif penggunaan Bahasa daerah yang kental hanya di wilayah pedalaman, oleh karena itu, agar tak bernasib sama dengan tradisi telinga panjang, seni tato, tradisi menganyam, pemerintah perlu membuat regulasi perlindungan bahasa dan sastra daerah. Di Indonesia, Propinsi Sumatera Utara telah menginisiasi peraturan daerah yang mengatur tentang pelindungan bahasa daerah dan sastra Indonesia.Â
Sementara itu, kelompok pegiat sastra di Banyuwangi sudah menerbitkan 18 buku yang berbahasa daerah Using yang ditulis oleh penulis-penulis asal Banyuwangi, diantaranya novel atau cerpen dalam berbahasa daerah Using atau artikel yang berkaitan dengan Banyuwangi. Ini adalah sebagai usaha masyarakat sipil untuk melestarikan bahasa Using termasuk pelatihan menyusun kamus Bahasa daerah.
Pemerintah perlu membuat instrumen kebijakan yang mendorong dan mendukung masyarakat sipil untuk program literasi, pembuatan kamus bahasa daerah, dokumentasi sejarah, pentas seni dan identifikasi kerentanan Bahasa.Â
Dengan instrumen ini Pemerintah Kaltara dan kabupaten/kota selanjutnya penting untuk melakukan konservasi (perlindungan) bahasa, seni budaya, sejarah, dengan program dokumentasi, literasi, dan revitalisasi program muatan lokal di sekolah, untuk menjaga ciri khas budaya propinsi Kalimantan Utara.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI