Judul : The Life-Changing Magic of Tidying Up
Judul Asli : Jinsei Ga Tokimeku Katazuke No Maho
Penulis : Marie Kondo
Penerjemah : Reni Indardini
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2017
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal : 260 halaman
Berada di suatu sudut kafe sambil menikmati secangkir kopi espresso mungkin menjadi momen yang begitu dirindukan oleh beberapa orang seperti saya. Memasuki bulan ketiga dari ‘Stay at Home’ tak semerta membuat diri merasa nyaman selayaknya anugerah libur panjang yang biasa kita dapatkan pada masa sebelum pandemi.
Berbicara soal kebosanan kita menjalankan rutinitas harian, ternyata sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan sekitar, lho! Bukan, bukan maksud saya menyalahkan lingkungan atas nama kedamaian diri, atau menyalahkan kehadiran Mbak Corona ini. Tetapi salah satu Pakar Psikologi, Regina Leeds dalam buku terlaris-nya, One Year to an Organized Life, menyebutkan bahwa beres-beres rumah dapat meningkatkan self-esteem sekaligus menghemat energi. Otomatis, siapapun itu akan lebih mudah membuka diri pada perubahan dan tantangan, serta berpeluang besar mencapai potensi terbaik dari diri mereka.
Tepat tahun 2015 lalu, ada seorang Profesional Organizing Consultant yang mengemukakan sebuah metode beres-beres rumah dengan sederhana. Ialah Marie Kondo, penemu Metode Konmari. Metode ini merupakan salah satu bentuk konkret dari penerapan filosofi hidup Minimalisme. Sejauh perjalanannya, buku ini tidak menuai kontroversi apapun karena pembaca diajak berdialog dan dimbing tanpa ada kesan menggurui.
“You only need to clean your house once, and you would never do it again.”, kurang lebih begitulah kutipan dari Marie Kondo yang banyak menggugah pembaca dari berbagai kalangan, apalagi untuk masyarakat kota dan Kaum Adam. Penasaran? Ini dia 4 tips utama membereskan rumah ala Marie!
Pertama, Discarding/ Memilih dan memilah barang. Lakukanlah dengan menyentuh benda tersebut dan menanyakan pada diri sendiri apakah barang ini masih diperlukan atau tidak. Setelahnya, kita akan tahu barang apa yang pantas dibuang dan apa yang akan disimpan sekaligus menentukan di mana kita akan menyimpannya. Tips lainnya, Marie menyarankan pembaca untuk tidak sambil mendengarkan musik, karena musik sangat mempengaruhi keadaan psikis kita. Seperti yang dikatakan Imam Al-Ghazali dalam bukunya, Ihya Ulumuddin, bahwa setiap suara sesungguhnya akan meninggalkan bekas yang berbentuk perasaan-perasaan.
Kedua, Tidy By Category/Rapihkan sesuai kategori. Terkait ini, kalian tidak disarankan untuk membersihkan berdasarkan lokasi, karena kalian akan menemukan tipe barang yang sama di setiap ruangan dan kalian akan merasa bekerja berulang-ulang. Maka, pilihlah beberapa barang yang sama dan letakkan di satu tempat yang cukup luas. Marie mengklasifikasikan barang berdasarkan 4 jenis, yaitu: Pakaian, Buku dan kertas, Komono/barang-barang di luar kertas, dan Momento/barang yang memiliki kenangan. Duh, kenangan sama siapa, tuh?
Urutan tersebut menentukan benda mana yang paling utama dibuang/disumbangkan. Kenapa pakaian diletakkan di urutan pertama? Karena pada dasarnya, kita akan lebih mudah mengikhlaskan pakaian dibandingkan barang-barang Momento/yang memiliki kenangan, pun sama halnya dengan buku dan selainnya. Ini merupakan fakta di banyak lapangan.
Ketiga, Thank Your Things/Berterimakasih kepada benda-benda yang kita punya. Menurut Marie, benda-benda yang kita miliki asalnya punya tugas masing-masing. Misal, ketika kita memiliki seragam SMA, artinya seragam tersebut memiliki tugas untuk kita kenakan semasa SMA. Ketika kita lulus: What we need to do next, is just let them go.
Terakhir, Designed Space Per Item/Tentukan tempat untuk menyimpan. Misalnya, ketika kita memiliki genre buku favorit yang kemungkinan akan kita terus baca, maka tempatkan di posisi yang mudah dijangkau. Begitupun dengan barang-barang yang lain. Tapi, pernah ngga, sih kita ngerasa ada saja halangannya ketika kita akan melakukan kegiatan semacam ini? Entah karena malas, lelah, atau banyak diprotes oleh pihak lain seperti orang tua kita, mungkin? Don’t worry. We’re all on the same boat. Most of us are.
Nah, Marie juga menambahkan 3 tips lainnya, nih, untuk menghindari hal-hal semacam yang saya sebutkan di atas. Rahasianya, lakukan hal ini saat tidak ada orang di Rumah/di Kamar. As we knew, karena prioritas setiap orang berbeda, maka ketika kita melakukannya dan terlihat oleh orang lain, bisa saja ada barang-barang yang sepertinya sudah tidak kita gunakan namun masih harus disimpan menurut orang lain. Ini ngeganggu banget, ngga, sih?
Rahasia berikutnya, jangan pernah mencoba untuk merapihkan barang orang lain. Kalau ada barang orang lain yang tercampur dengan barang kita, maka cukup pisahkan dan kembalikan barang tersebut kepada pemiliknya. Umumnya, ketika kita melakukan itu, orang lain akan terstigma, atau malah terprovokasi untuk ikut merapihkan barangnya, lho!
Last but not least, make your own space! Bukan berarti kalian harus memiliki privasi berupa ruangan yang besar, tapi bisa dialihkan seperti memiliki lemari/box pribadi yang berisi barang-barang kalian sendiri. Bagaimana? Apa sekiranya tips-tips dari Marie sudah cukup mewakili perasaan kalian?
Over all, buku ini keren banget, sih. Apalagi bisa diterima sama semua kalangan. Salah satu aspek yang membuat buku ini mudah diterima mungkin karena kontennya to the point, namun tidak menampilkan detail. Cocok untuk para jomloers yang masih sibuk mengurus diri sendiri. Buku ini kurang membahas tentang how to manage baby’s stuffs atau peralatan dapur yang itu sebetulnya sangat penting untuk kehidupan ibu-ibu. Yaa, pasti kalian pernah mendengar dari orang tua kalian, kan, kalau cara menilai rumah itu bersih atau tidak dari bagaimana kondisi kamar mandi dan dapurnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H