"Wahyu Memandu Ilmu", sebuah slogan yang sangat menginspirasi, karena pada saat ini, ada banyak jalan dan pemikiran yang mencoba memisahkan wahyu dengan kehidupan, memisahkan agama dengan dunia.Â
Paradigma wahyu memandu ilmu merupakan batasan penting  untuk mengingatkan kembali umat Islam agar tidak terjebak dengan pemahaman bahwa dalam dunia akademik saja yang sepertinya membebaskan akal  untuk dipergunakan menggali pemikiran yang paling radikal sekali pun tetap saja akal  tidak akan mampu menjangkau, dan akan selalu diakhiri dengan keraguan dan ketidak puasan, maka agar tidak terjebak dengan hal itu, wahyu menjadi batasan, ikatan agar tidak lepas dan terurai sia-sia.
Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir,MS, yang menggaungkan paradigma wahyu memandu ilmu selalu berusaha memadukan ilmu agama dan ilmu umum yang selama ini terkesan dikotomis.Â
Sebuah Firman Sang Khalik dalam  Al-Qur'an mengatakan : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka" (QS. Ali Imran : 190-19 1).Â
Ayat tersebut mengingatkan bahwa manusia dianugerahi akal yang harus dipergunakan untuk berfikir, bukan hanya memikirkan sesuatu yang nampa tetapi juga memikirkan hakikat dibaliknya. Akal ini akan bekerja dengan baik, saat kita mempergunakan ayat Al-Qur'an ini sebagai batasan nya:"Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya menyembah-Ku" (QS. Add Zariyat : 56), dan menjadi pedoman bagi orang-orang yang berakal dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam beserta isinya sebagai ciptaan Allah untuk dimanfaatkan oleh manusia sekaligus dijadikan sebagai media untuk mengabdi kepada-Nya.
Ada banyak pendekatan yang dipilih oleh manusia yaitu pengetahuan, seni, agama dan filsafat. Usaha untuk mengenal dan memahami dunia bisa menggunakan filsafat, serta  sebagai sebuah ilmu yang menuntun untuk berfikir dari mulai yang paling radix (dasar) dan juga memikirkan hal-hal yang menarik secara akal, menggali lebih dalam tentang kebijaksanaan dan kebenaran, filsafat juga berusaha untuk menyatukan hasil-hasil ilmu dan pemahaman tentang moral, estetik dan agama. Ini adalah sebuah ilmu yang sangat menarik dan menantang.Â
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani, "Philein artinya cinta, atau philos artinya teman dan shopos artinya bijaksana, shopia artinya kebijaksanaan. Jadi filsafat artinya cinta kebijaksanaan, Al-Kindi menyebutnya bahtsu 'anil haq yang berarti pencarian sebuah kebenaran. Filsafat secara terminologis adalah suatu ilmu yang mencari kebenaran tentang dunia serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Keutamaan Filsafat memiliki keanekaragaman fungsi  yaitu: Sebagai suatu sikap, menumbuhkan suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta, serta sikap dewasa secara filsafat yakni menumbuhkan sikap menyelidiki secara kritis, terbuka dan toleran. Sebagai suatu metode, yaitu cara berfikir secara mendalam. Cara pemikiran seperti ini bersifat inclusive dan sinoptic. Sebagai kelompok persoalan, yaitu mengajukan pertanyaan kefilsafatan pada berbagai persoalan yang dihadapi manusia. Sebagai system pemikiran, sejarah filsafat ditandai dengan munculnya berbagai teori atau system pemikiran. Sebagai analisis logis, para filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti suatu term dan pemakaian bahasa, menganalisis artinya menetapkan arti secara tepat memahami hubungan diantara arti-arti tersebut. Sebagai usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh, yaitu menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai ilmu dan pengamalan manusia menjadi suatu pandangan dunia.
Filsafat sangat berarti untuk manusia dalam pencarian kebenaran, jati diri dan eksistensi manusia sebagai bagian dari grand design Sang Pencipta, akan tetapi karena filsafat diawali dengan keraguan dan terkadang berakhir pula dengan keraguan, maka wahyu atau agama sangat dibutuhkan agar terjadi kolaborasi indah dalam diri manusia, sehingga tidak lupa dengan eksistensinya, tidak lupa tentang tugas pokok fungsi nya yakni diciptakan hanya untuk mengabdi, beribadah kepada satu-satunya Kholik yakni Alloh SWT, dalam rangka pembuktian diri sebagai makhluk yang diciptakan oleh- Nya.
Hidup di dunia hanya sementara, yang harus digali lebih jauh lagi adalah kehidupan kedua di akherat kelak. Dunia yang hanya sementara ini tetap memiliki kontribusi penting, dan sangat bermakna untuk penentuan kehidupan manusia kelak. Pertanyaan- pertanyaan tentang dunia dan akherat akan sangat radix / mendasar saat dicari dengan pendekatan filsafat, namun tetap dibatasi dengan agama/wahyu.
Sehingga tidak akan muncul kebebasan berfikir yang kebablasan, seperti ada area bebas Tuhan, atau hidup mengandalkan kemampuan diri sebagai manusia tidak ada campur tangan sedikitpun dari Sang Pencipta, padahal ada banyak ayat Al-Quran dengan jelas menyatakan, saat Alloh menciptakan manusia, maka ada sebuah manual book yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Segala yang terjadi pada hidup manusia itu sudah diatur dalam Qodho dan Qodar-Nya. Manusia diberikan area untuk berikhtiar dan berusaha, tapi hasilnya ditentukan oleh Alloh, ikhtiar dan usaha yang dilakukan manusia itu menjadi tabungan yang kelak di akherat akan ditanya pertanggungan jawabnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H