Mohon tunggu...
Nur fatehah
Nur fatehah Mohon Tunggu... Administrasi - Menyukai isu sosial budaya keagamaan dan gender

Berguru dan bersyukur di setiap langkah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Ikut Antrean Solar di SPBU

27 Maret 2022   18:07 Diperbarui: 30 Maret 2022   02:38 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
salah satu antrian solar, sumber: kompas.com/Ahmad Riyadi

Pagi tadi, saya dan suami berniat mengisi bahan bakar solar untuk kebutuhan rencana perjalanan.

Suatu keharusan, karena besok kami akan menjemput ananda yang pulang dari Yogyakarta. Dia akan menghabiskan waktu libur sekolah sekaligus lebaran di rumah.

Sementara tempat penjemputan di pul bus, lumayan jauh, yang memakan waktu sekitar dua jam dengan kendaraan.

Dengan penuh harapan, kami akan mendapatkan solar. Tujuan pertama adalah SPBU yang paling dekat dengan rumah, yaitu sekira 12 kilometer jarak tempuhnya.

Sesampainya di SPBU, kami tidak terlihat antrean mobil maupun truk. Sudah kuduga, pasti solar kosong.

Dan ternyata benar. Suami bertanya kepada petugas, "Kapan ada solar lagi mbak?"

"Belum tahu, pak," sambil menggelengkan kepala.

Setelah tak mendapatkan solar, kami masih berharap kepada SPBU yang letaknya lebih jauh lagi dari rumah.

Akhirnya, sampai juga di SPBU kedua. Kami pun mengantre bersama pejuang solar.

Terdapat dua jalur antrean, yaitu deretan truk, sebelahnya lagi mobil penumpang atau pribadi.

Para sopir truk antre dengan rapi, tanpa ada yang menyerobot ingin duluan. Begitu juga kami.

Setelah sekitar satu jam mengantre, dengan penuh harap, selangkah lagi kami akan dapat solar.

Hanya tinggal dua mobil di depan kami, petugas SPBU menyatakan solar telah habis. Dengan rasa kecewa kami memutar balik.

Apa boleh buat, kami terpaksa mencari lagi solar yang mungkin masih ada, yang dijual derigenan.

Tentu saja kami kecewa, Sudah dua SPBU tidak mendapati solar.

Di wilayah kami, antrean untuk mendapatkan solar telah terjadi dimana-mana. Dan kondisi yang demikian sudah berjalan selama. Berbulan-bulan.

Bahkan, di wilayah Rest Area Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) pun, kelangkaan solar tak terhindarkan.

Kami juga pernah menyambangi dua SPBU pada dua Rest Area berbeda, tidak tersedia solar. 

Dengan sangat terpaksa kami harus mengisi bahan bakar yang jauh lebih mahal, dari solar, yaitu dexlite. Duh Gusti......

Kondisi yang telah berlangsung lama, tentu akan memberikan dampak bagi masyarakat.

Pertama, peredaran atau distribusi barang yang tersendat.

Kita tahu bahwa para sopir truk akan memerlukan lebih banyak waktu lagi untuk sampai tujuan.

Mereka akan menunggu di SPBU untuk mendapatkan solar, sehingga ini akan menambah pengeluaran konsumsi atau makan mereka. Selain sudah kerugian waktu yang mereka terima.

Kedua. dengan tidak efektif dan efesien kondisi tersebut bisa memicu naiknya harga barang yang dibutuhkan masyarakat.

Pengeluaran yang lebih dalam distribusi barang, ataupun terlambat ketersediaan barang bisa memicu kenaikan harga.

Termasuk di sini akan berdampak pada jasa pengiriman barang, yang tidak sesuai dengan target pengiriman.

Ketiga, berdasar pengalaman, bus penumpang antarkota-antarprovinsi juga mengalami terdampak.

Bus berpenumpang tidak mesti mendapati ketersediaan solar.

Selain itu, terkadang SPBU tidak melayani permintaan untuk pengisian tangki penuh.

Tentu saja harapan dari berbagai lapisan masyarakat, akan ketersediaan solar, menjadi sangat penting.

Semoga pemerintah dan pihak yang terkait segera menemukan cara dan solusi bagi masalah kelangkaan solar.

Panaragan, Lampung,27 Maret 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun