Asumsi yang mengakibatkan gagal dalam komunikasi diantaranya "menganggap orang lain lebih rendah, mencela pendapat orang lain dalam forum tertentu, merasa jabatannya lebih tinggi, menyampaikan informasi tidak sesuai dengan data, berdebat tidak sesuai dengan fakta, berkomunikasi tidak pada tempatnya dan sejenisnya.
Argumentasi dalam komunikasi benar dan kuat tergantung fakta dan data disertakan juga dengan mental yang kuat, sehingga berani mengemukakan pendapat dari yang diperoleh. Bisa juga bila disampaikan tidak sesuai pada tempatnya dengan mental yang lemah, maka tidak akan berarti apa-apa. Bila memungkinkan sebagai bentuk laporan disampaikan kepada pimpinan atau pejabat yang lebih tinggi.
Komunikasi yang menimpa "Arteria Dahlan" kalau disampaikan pada tempatnya dalam acara non formil atau diluar rapat, bahwa pada saat rapat diharapkan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar" pasti masyarakat Sunda tidak tersinggung? Inilah yang yang seharusnya bisa menghargai bahasa daerah masing-masing.
Tepeleset komunikasi kurangnya kontrol secara emosional karena menganggap bahwa apa yang disampaikan benar walaupun orang lain tidak begitu dihiraukan. Hasil pemikiran ini hanya sebagai opini semata tidak bermaksud menyerang individu atau membantu orang lain juga, sehingga bisa menemukan solusi dan tetap demokrasi dalam menghadapi semua permasalahan yang terjadi.
Bila ditarik benang merahnya : kekuasaan dan jabatan bukan berarti tidak melakukan kesalahan dan setiap tindakan, perilaku dan ucapan tidak selalu benar melainkan tempatkan diri dengan melihat situasi dan kondisi dari setiap acara atau kegiatan tertentu. Salam demokrasi dan tetap bersatu meskipun berbeda pendapat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H